• Ada Apa Dengan TTM?
    ADA APA DENGAN TTM?

    By: Afy Fu’ady

    Manusia adalah anak zaman -begitu kata kebanyakan orang-, terlebih anak mudanya. Kenapa? Karena anak mudalah yang paling banyak mengakses hal-hal baru yang dibawa oleh zaman. Mereka cenderung merasa suka jika terkenal sebagai anak yang peka zaman, dengan kata lain tidak ketinggalan zaman. Segala aspek kehidupan yang dibawa oleh zaman, hampir kesemuanya diakses oleh para pemuda, terlebih hal-hal yang berbau kesenangan dan kenikmatan.
    Mereka sangat menikmati peredaran zaman yang hingar-bingar dengan berbagai ragam jenis budaya, seni, pakaian, sikap, istilah, bahkan karakternya. Semua itu mampu mengarahkan masyarakat luas -kususnya para pemuda- pada karakter-karater tertentu yang terkadang menyimpang dari garis-garis norma kehidupan kehidupan.

    Misalkan dalam budaya, banyak dari kita yang mengadopsi budaya Barat dengan tanpa sadar, bahkan merasa senang. Padahal budaya itu sebenarnya menyimpang dari norma-norma kehidupan, seperti budaya “sun pipi” saat “wanita zaman” (perempuan yang hanyut dengan hangar-bingar zaman) bersua dengan laki-laki lain yang bukan saudara maupun familinya.

    Dalam kasenian, kita lihat sebagian seniman banyak yang berkata bahwa penampilan-penampilan vurgar dan yang setara dengannya disebut bagian dari seni yang wajar dikonsumsi. Padahal secara tidak langsung hal itu akan menururunkan martabat vulgaris tadi di mata masyarakat umum. Namun, ironisnya para vulgaris itu tidak merasa demikian, bahkan mereka merasa enjoy dan happy.

    Begitu juga dalam hal pakaian, seberapa banyak mata kita melihat (sengaja maupun tidak sengaja) pemandangan-pemandangan yang menyegarkan mata (bagi yang merasa dan menikmatinya), namun sebenarnya meresahkan hati? Zaman kuno dahulu, terbilang wajar orang baduwi (orang pegunungan) berpakian dengan membuka aurat, bahkan kadang hanya sekedar menutupi kemaluannya saja, karena memang dulu belum ada bahan penutupnya seperti sekarang. Zaman sekarang tidak sedikit orang yang gaya berpakaiannya meniru orang-orang baduwi dulu. Di kota-kota, bahkan sekarang sudah menjalar ke desa-desa, kita sering kali melihat “wanita zaman” berpakaian dengan sehelai kain yang hanya berdiameter 15cm bagian bawahnya dan sehelai kain transparan yang melilit tubuhnya, tanpa ada penutup lain yang menghalangi warna kulitnya. Hingga berpakain pun sama seperti telanjang. Nau’udzu billah min syarri afaatiz zaman.

    Selain itu, “anak zaman” juga suka berhelah untuk menutupi habitually aktivitas–nya dengan mengeluarkan istilah-istilah baru yang mampu menggerakkan kinerja otak kebanyakan orang agar tidak berpikiran negative terhadap aktivitas-aktivitasnya tadi. Misalkan saja, “permainan judi” diganti dengan istilah SDSB, suap-menyuap dilabeli “sedekah”, pacaran dibungkus dengan istilah TTM (teman tapi mesra), dll.


    Apa yang Dimaksud Dengan TTM?

    Istilah TTM muncul di masyarakat kurang-lebih tiga-empat tahunan yang silam. TTM ini merupakan kependekan dari Teman Tapi Mesra. Kalau ditelusuri dari katanya, kita akan bisa memahami makna TTM itu dengan mudah.

    Kata “teman”, mungkin diambil dari “Temu-Salaman”, artinya setiap orang yang kita temui, kemudian kita ajak berkenalan. Siapapun orangnya, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, baik kecil maupun dewasa yang pernah kita ajak berkenalan disebut “teman”. Di antara teman ini kadang ada yang memiliki karakter yang sesuai dengan karakter kita, hingga membuat teman itu betah berlama-lama dengan kita. Kemudian mengantarkan pada sebuah “ikatan gaib” yang membelenggu keduanya agar tidak saling berjauhan apalagi berpisah. Ikatan gaib yang disebut dengan “love”. Suatu ikatan yang timbul dari seringnya bersua, bercengkerama, bercanda-ria antara laki dan perempuan, bahkan kadang timbul juga antar sesama jenis, sebagaimana yang tercover dalam kehidupan kaum “guy” dan dunia “lesbian”.

    Sedangkan kata “tapi”, merupakan kata yang memiliki arti menafikan atau merubah arti kata yang jatuh sebelumnya. Berarti kata “teman” yang jatuh sebelum kata “tapi” sangat memungkinkan sekali memiliki arti lain, atau memberikan penekanan arti pada kata “teman” tadi. Artinya, teman yang bukan sekedar teman biasa.

    Adapun kata “mesra”, mungkin diambil dari kata Arab “musirrun”, yang artinya “sesuatu yang menyenangkan”. Dari pemahaman ini, setiap hal yang mendatangkan kesenangan hati dapat dikatakan mesra. Namun, dalam penggunaannya, kata “mesra” diidentikkan pada sikap atau sifat seseorang terhadap lainnya.

    Dengan demikian dapat kita pahami bahwa TTM adalah setiap orang yang pernah kita kenal dengan baik, kemudian berlanjut dengan saling kontak special yang dibumbui dengan kata-kata manis yang menyenangkan hati masing-masing.

    Berbeda dengan kata “sobat”. Kata “sobat” asalnya “sahabat”. Kata “sahabat” diambil dari bahasa Arab yang berakar kata dari “Shohiba”, artinya “menyertai”. Dari sini bisa dikatakan bahwa sobat adalah setiap orang yang sering menyertai kita dalam kelangsungan hidup. Sobat, cenderung juga disebut “karib”, dan terkadang dua kata tersebut digabung menjadi satu istilah “sobat karib” dengan pengertian yang sama. Namun, jika keduanya dipisahkan, maka kata “karib” artinya lebih mendalam dari kata “sobat”, maksudnya seorang karib itu lebih sering dan lebih dekat dengan kita dibanding seorang sobat.

    Apa Bedanya TTM Dengan Kekasih atau Pacar?

    Pertanyaan ini bisa dijawab dengan melontarkan pertanyaan ; apakah kamu mempunyai teman? Apakah kamu punya kekasih atau pacar? Untuk menjawab pertanyaan pertama, tentu dengan mudah dan ringan kita menjawabnya, tentu saja aku punya teman. Namun, jika kita ditanya dengan pertanyaan yang kedua, maka kita akan berpikir dulu untuk menjawabnya dan kadang lidah terasa berat untuk menjawab pertanyaan itu.

    Dari sini tampak di mata kita bahwa antara teman dan pacar atau kekasih ada perbedaan yang mendasar. Kalau teman, kita pasti punya lebih dari satu orang. Di antara mereka ada yang kita suka dan ada yang kita benci, bahkan ada yang kita istimewakan. Berangkat dari seorang teman yang kita istimewakan inilah muncul dalam hati kita benih-benih perasaan aneh yang kadang membuat kita susah jika sehari tidak melihatnya dan merasa sangat senang dan tenang hati kita jika melihatnya.

    Komunikasi yang kita pakai dengan seorang teman yang kita istimewakan ini seringkali kita bumbui dengan kata-kata manis menggoda. Di mana bumbu-bumbu kata manis itu mampu menghiasi dinding-dinding hati kita dengan bunga-bunga indah yang berwujud lukisan senyum sang teman istimewa. Kemudian, semakin hari hiasan tersebut semakin tampak indah dan mengkristal dalam hati. Hingga ahirnya teman istemewa tadi benar-benar menjadi satu-satunya orang yang paling spesial bagi kita, yang lazim kita sebut dengan istilah “kekasih/pacar”.

    Adapun TTM sendiri, bukanlah sang kekasih itu. TTM merupakan langkah yang menengahi antara teman dan kekasih. Pertama kita mempunyai teman, kemudian sebagian teman itu kita perlakukan dengan istimewa, yang kita sebut –dengan istilah sekarang- dengan TTM, dan satu di antaranya ada yang paling kita istimewakan, yang kita sebut dengan “kekasih”.

    Jadi ada sedikit perbedaan atara TTM dan kekasih atau pacar. Kalau TTM mungkin kita akan memliki lebih dari satu, tapi kekasih –yang sebenarnya- hanyalah satu. Namun, kadang kita menemukan juga orang yang mempunyai kekasih lebih dari satu, tapi itu sangat langka. Sebab, kekasih itu identik dengan seseorang yang menjadi objek “our love”, dan “love” itu –yang sebenarnya menurut kebanyakan orang dan fakta- hanya satu dan untuk objek yang satu.


    Bagaimana Islam Memandang TTM?

    Islam merupakan agama universal. Islam senantiasa memperhatikan kemaslahatan setiap pemeluknya, baik kemaslahatan duniawi maupun kemaslahatan ukhrawi. Kemaslahatan duniawi bisa dicontohkan dalam kelangsungan hidup yang tercover dalam sejarah hidup Rasulullah saw bersama masyarakatnya. Sedangkan kemaslahatan ukhrawi dapat digali dari scenario kehidupan yang tercover dalam the best way of life umat manusia, yakni al Qur’an al Karim.

    Kemaslahatan dunia dapat ditemukan dalam interaksi kita dengan sesama dengan tanpa pilih kasih, dengan membedakan satu dari lainnya. Kemaslahatan ukhrawi terdapat dalam interakasi manusia dengan Penciptanya dan kadang juga ditemukan dalam interaksi antar sesama makhluq, baik yang berakal maupun tidak berakal.

    Dalam hal interaksi, baik antar sesama maupun interaksi makhluq dengan Khaliq, Islam sangat gamblang menjelaskan aturannya dalam al Qur’an. Dalam surat al Hujurat ayat 13, Allah swt berfirman: “Hai sekalian manusia sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah orang yang lebih taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”.

    Dalam ayat tersebut terdapat kata “supaya kamu saling mengenal”. Dari kalimat ini dapat kita pahami bahwa Islam menganjurkan kita untuk saling mengenal antar sesama, baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis, baik dengan sesama akidah atau agama maupun dengan yang berbeda akidah atau agama. Sebab dalam ayat tersebut tidak ada batasan yang mengikat pemahamannya. Sebab dengan adanya saling berkenalan itulah, muncul saling suka antar sesama. Di mana pernikahan yang merupakan satu-satunya sarana asas untuk memakmurkan dunia dengan beranak-pinak, awalnya didasarkan pada adanya saling berkenalan.

    Namun, al Qur’an tidaklah cukup hanya dipahami sepenggal-sepenggal saja, akan tetapi ia harus dipahami dengan pemahaman yang sempurna, yakni dengan mengaitkan satu kata / ayat dengan kata atau ayat lainnya jika memang saling berkaitan pemahamannya.

    Dalam ayat tersebut, setelah kalimat “supaya kamu saling mengenal”, terdapat kalimat “Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah orang yang lebih taqwa di antara kamu”. Di mana kalimat tersebut memberikan pemahaman bahwa sekalipun Islam menganjurkan umat untuk saling mengenal dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis, bukan berarti ia memberikan kebebasan mutlak dalam berinteraksi tersebut, hingga laki-laki melakukan “sun pipi” pada perempuan lain (bukan isterinya) atau sebaliknya saat bertemu, atau laki-laki dan perempuan berduaan dalam tempat sunyi dengan saling meraba dan “perang mesra” . Namun, Islam memberikan batasan bahwa interaksi dengan lawan jenis itu diperbolehkan asal tidak melanggar norma-norma agama yang telah ditetapkan dalam al Qur’an. Hal ini bisa dipahami dari kata “yang lebih taqwa” dalam ayat tersebut.

    Kata “taqwa” yang menjadi tendensi orang terbaik di sisi Allah swt merupakan indikasi pada perintah untuk memperhatikan hal-hal yang dapat menggelincirkan seseorang dari jalan garis taqwa tadi. Kata “taqwa”, juga diartikan dengan “menjalani semua perintah Allah dan menjauhi laranganNya”. Dalam hal perintah dan larangan Allah, Islam telah merumuskan ketentuannya dalam syariat. Di mana syariat-syariat tersebut bukan hanya tercover dalam al Qur’an saja, melainkan juga tercover dalam hadis dan perilaku nabi Muhammad saw.

    Di antaranya, larangan untuk mengeluarkan kata-kata yang dapat menggerakkan birahi syahwat pada lawan jenisnya, berduaan dengan lawan jenis yang bukan isteri atau saudara/inya, dll. Larangan tersebut juga ditopang dengan kalimat berikutnya “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”. Artinya, kita diharuskan untuk selalu mengingat bahwa Allah swt itu Maha Mengetahui dan Maha Teliti terhadap segala hal yang kita lakukan, sekalipun hal itu tersimpan dalam perasaan atau hati kita yang teramat dalam. Kalimat terahir dari ayat tersebut juga bisa memberikan pemahaman bahwa segala sesuatu yang bisa melalaikan kita untuk mengingatNya hukumnya tidak boleh. Misalkan, keasyikan dalam bercengkrama dan bercanda dengan sesama, walaupun pada awalnya hal itu terbilang mubah (boleh), tapi kalau sampai melalaikan kita dari kewajiban –seperti sholat-, maka bercanda dan bercengkrama tadi bisa berubah menjadi tidah boleh. Apa lagi bercanda dan bercengkrama dengan lawan jenis, lebih-lebih yang diistimewakan yang kita kenal sekarang dengan istilah TTM.

    Jadi, TTM menurut Islam dapat dilihat dari tiga aspek. Pertama aspek social, dalam aspek social Islam menganjurkan untuk saling mengenal satu dengan lainnya. Berarti TTM kalau dilihat dari aspek social bisa dikatakan boleh, dengan catatan tidak ada hal-hal yang dilarang oleh syareat di dalamnya. Kedua, aspek syariat; Islam memandang TTM boleh selama tidak saling berpegangan, bersentuhan, berpandangan, dengan kata lain boleh dengan jarak jauh dengan catatan tidak melanggar aturan syareat, seperti via telpon, chat, email dsb. Ketiga aspek etika (tasawuf) ; dari sisi etikanya (tasawuf) Islam melarang TTM, karena itu bisa melalaikan si pelaku dari ingat pada Allah swt.

    Namun, perlu diperhatikan dengan seksama bahwa kita tidak boleh menghukumi sesuatu dengan melihat dari satu sisi semata, melainkan kita harus menghukumi sesuatu dengan melihat dari beberapa aspek yang ada. Singkatnya, untuk lebih berhati-hati TTM tidak diperbolehkan dalam Islam. sekalipun dari aspek social dan syareat membolehkan, namun itu pun dengan syarat-syarat yang sulit dilakukan, karena pada dasarnya TTM itu akan menembus larangan yang tetapkan oleh Islam. Renungkanlah ……..!!!!!

    more
  • Pendobrak Pemikiran Tradisional NU
    KH Muhammad Achmad Sahal Mahfudz

    Pendobrak Pemikiran Tradisional NU

    Sosoknya sangat bersahaja. Bicaranya tenang, lugas, tidak berpretensi mengajari. Padahal KH Muhammad Achmad Sahal Mahfudz sangat disegani. Dia dua periode menjabat Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (1999-2009) dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa bakti 2000-2010.

    Pada Musyawarah Nasional (Munas) MUI VII (28/7/2005) Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), itu terpilih kembali untuk periode kedua menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa bakti 2005-2010.

    Pada Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Donohudan, Boyolali, Jateng., Minggu (28/11-2/12/ 2004), dia pun dipilih untuk periode kedua 2004-2009 menjadi Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU).

    Pada 26 November 1999, untuk pertama kalinya dia dipercaya menjadi Rais Aam Syuriah PB NU, mengetuai lembaga yang menentukan arah dan kebijaksanaan organisasi kemasyarakatan yang beranggotakan lebih 30-an juta orang itu.KH Sahal yang sebelumnya selama 10 tahun memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah, juga didaulat menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI pada Juni 2000 sampai tahun 2005.
    Di luar itu, KH Sahal adalah pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Maslakul Huda sejak tahun 1963. Ponpes di Kajen Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, ini didirikan ayahnya, KH Mahfudz Salam, tahun 1910. Dalam Muktamar NU ke-31 di Bayolali itu, pemilihan Rois Aam dan Ketua Umum, sesuai tata tertib syogianya dilakukan dalam dua tahap, yakni tahap pencalonan dan tahap pemilihan. Calon Rais Aam dan Ketua Umum dianggap sah apabila mendapat dukungan minimal 99 suara dari 465 suara muktamirin. Apabila hanya ada satu calon yang mencapai minimal 99 suara, calon tersebut bisa disahkan secara bulat atau aklamasi. Dalam tahap pencalonan Rais Aam pada Muktamar NU ke-31, ini peserta muktamar mengajukan tujuh nama. Setelah dilakukan pemungutan dan penghitungan suara, KH Sahal Mahfudh mendapat 363 suara, KH Abdurrahman Wahid 75 suara, KH Hasyim Muzadi 5 suara, Said Agil Siradj 1 suara, Alwi Shihab 2 suara, KH Mustofa Bisri 3 suara, dan Rahman S 1 suara. Satu suara abstain dan satu suara tidak sah. Sehingga sesuai tata tertib, peserta muktamar secara aklamasi menerima Sahal Mahfudh sebagai Rais Aam.Pertama kali, KH Sahal Mahfudz terpilih sebagai Ketua Rais Aam dalam Muktamar XXX NU di Lirboyo, Kediri, 26 November 1999. Ketika itu KH Sahal antara lain mengatakan, sejak awal berdirinya NU, warga NU yang merupakan bagian dari masyarakat madani berada pada kutub yang berseberangan dengan negara, dan KH Sahal mencoba mempertahankan tradisi tersebut. Saat itu, konteksnya adalah naiknya KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pemimpin Ponpes Maslakul Huda, Rais Aam PB NU dan Ketua Umum MUI, KH Sahal dikenal sebagai pendobrak pemikiran tradisional di kalangan NU yang mayoritas berasal dari kalangan akar rumput. Dia juga tidak sependapat dengan adanya keinginan sebagian orang untuk menghidupkan kembali Piagam Jakarta. Menurutnya, hal itu tidak perlu. Sebab, mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, tidak berarti perlu piagam. “Argumentasi itu malah ironis. Karena mayoritas sudah Muslim, maka mayoritas sudah akan melaksanakan syariat Islam sendiri-sendiri. Bila memang harus diatur pemerintah, yang kena aturan itu hanya orang Islam saja,” katanya. Dia pun menyatakan pemerintah tidak perlu ikut campur dalam hal agama. Menurutnya, pemerintah sebagai pengayom memang bertanggung jawab, berhak, dan berkewajiban membina, memberi fasilitas untuk semua agama, tetapi jangan intervensi terlalu jauh sebab itu hubungan manusia dengan Tuhan. Alasannya, katanya, agama itu tidak berorientasi pada kekuasaan, tidak ingin agama lebih dominan dari agama, tetapi juga negara jangan lebih dominan dari agama, memakai agama sebagai justifikasi. Agama itu harus mandiri.Sementara perihal Pancasila, dia menyatakan itu bukan ciri, tetapi visi. “Identitas artinya ciri intrinsik yang melekat pada sesuatu yang dicirikan. Identitas bangsa banyak dibicarakan orang, tetapi tidak banyak dikupas. Bila identitas bangsa sudah ditetapkan, daerah boleh memiliki ciri khasnya dengan koridornya tetap identitas bangsa. Dia mencontohkan daerah yang mayoritasnya Muslim yang ingin menerapkan ciri khas Islam, itu tidak mudah. Hal itu, menurutnya, perlu persiapan panjang karena setelah syariat semuanya harus tunduk pada syariat Islam. Sebab, bagaimana dengan penduduk yang bukan Muslim? Apa hukum yang dipakai untuk mereka? Bila hal ini tidak jelas, akan menimbulkan konflik, ada isolasi karena perbedaan agama. Menurutnya, ini tidak boleh, karena keragaman agama itu juga dibenarkan oleh Islam. Begitu pula soal globalisasi. Menurutnya, hal itu keniscayaan. “Siapa bisa menolak?’ tanyanya. Globalisasi , jelasnya, akan menimbulkan perubahan sikap hidup dan peri laku masyarakat. Sementara, di Indonesia sekarang yang menonjol konsumtivisme. Ini, antara lain, dampak iklan. Dalam hal ini, serunya, mental secara ekonomis harus ditanamkan. Mental ekonomis yang bagus itu seperti mental singkek, pedagang Cina yang ulet. Dia sama sekali tidak konsumtif melainkan hemat, dari nol, setelah kaya pun tidak menyombongkan kekayaannya, ulet.KH Sahal dilahirkan di Pati 17 Desember 1937. Hampir seluruh hidupnya dijalani di pesantren, mulai dari belajar, mengajar dan mengelolanya. KH Sahal hanya pernah menjalani kursus ilmu umum antara 1951-1953, sebelum mondok di Pesantren Bendo, Kediri (JAtim), Sarang, Rembang (Jateng), lalu tinggal di Mekkah selama tiga tahun.Sikap demokratisnya menonjol dan dia mendorong kemandirian dengan memajukan kehidupan masyarakat di sekitar pesantrennya melalui pengembangan pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Selain memiliki 500-an santri, Ponpes Maslakul Huda juga punya sekolah madrasah ibtidaiyah sampai madrasah aliyah dengan 2.500-an murid, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Arta Huda Abadi yang lima tahun lalu berdiri, koperasi, rumah sakit (RS) umum kelas C RS Islam Pati, memberi kredit tanpa bunga kelompok usaha mikro dengan dana bergulir, mengajar masyarakat membuat "asuransi" kesehatan dengan menabung setiap rumah tangga tiap bulan di kelompoknya, dan banyak lagi. KH Sahal yang menikah dengan Dra Hj Nafisah Sahal dan berputra Abdul Ghofar Rozin (23), dilahirkan di Kajen, Pati, pada tanggal 17 Desember 1937. KH Sahal juga seorang intelektual yang ditunjukkan melalui tulisannya antara lain buku-buku Al Faroidlu Al Ajibah (1959), Intifakhu Al Wadajaini Fie Munadohorot Ulamai Al Hajain (1959), Faidhu Al Hijai (1962), Ensiklopedi Ijma' (1985), Pesantren Mencari Makna, Nuansa Fiqih Sosial, dan Kitab Usul Fiqih (berbahasa Arab), selain masih menulis kolom Dialog dengan Kiai Sahal di harian Duta Masyarakat yang isinya menjawab pertanyaan masyarakat. KH Sahal yang punya koleksi 1.800-an buku di rumahnya di Kajen, sudah lebih 10 tahun menjadi Rektor Institut Islam NU di Jepara.BPR Arta Huda Abadi Di pesantren ia punya lembaga khusus, Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, berdiri tahun 1977 sampai sekarang, yang menangani pengembangan masyarakat dari sisi menciptakan pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Mula-mula membina perajin kerupuk yang di sana disebut kerupuk tayamum karena digoreng pakai pasir. Hampir seluruh tetangga pesantrennya pada tahun 1977 itu bikin kerupuk. Modalnya Rp 5.000, itu pun sudah terlalu banyak. Ia beri pinjaman bergulir tak berbunga. Modalnya dari saldo kegiatan internal pesantren seperti kegiatan belajar-mengajar, dari SPP, sedikit demi sedikit dikumpulkan. Ia jua memberikan kepada kelompok supaya ada kerja bersama, kerja kooperatif, karena mereka terlalu gurem. Mereka mencicil tiap minggu, setelah terkumpul Rp 5.000 diberikan kepada kelompok baru. Usaha mereka berkembang dan kemudian banyak yang merasa usaha itu terlalu kecil. Mereka pindah usaha. Karena usaha mereka semakin besar, perlu dana lebih banyak. Lalu ia mencoba membantu dengan mendirikan BPR Arta Huda Abadi pada tahun 1997. Modal awalnya pada masa itu cukup Rp 50 juta, juga dikumpulkan dari dana pesantren sendiri yang merupakan pemegang saham terbesar, tetapi BPR juga melibatkan alumni pesantren yang berminat mengembangkan BPR ini.Tahun 2002 asetnya sudah lebih dari Rp 10 milyar, dan terus berkembang. Sudah punya kas pembantu di Kota Juwana, Kota Pati, dan daerah perbatasan Jepara-Pati. Kantor pusatnya di Kajen, di dekat pesantren Maslakul Huda.Pesantren juga punya koperasi yang sudah lima bulan mengembangkan Unit Simpan-Pinjam Syariah yang sistem simpan-pinjamnya bagi hasil. Di daerah sekitar Pati, ini adalah koperasi syariah pertama. Modalnya juga berbentuk saham milik pesantren, staf koperasi, dan alumni. Wartel pun sahamnya kami bagi-bagi, tidak cuma pesantren. Prinsipnya, rezeki itu jangan dipek (dihaki) sendiri.Ketika ada program Jaring Pengaman Sosial saat krisis ekonomi tahun 1997-1998, ada bantuan beras dari Jepang. Pesantren Maslakul Huda termasuk yang kebagian jatah membagi beras untuk orang miskin. Ia terima, dengan syarat tidak mau hanya membagi. Bila hanya membagi akan membuat mereka jadi lebih tergantung. Maka ia meminta mereka membentuk kelompok, tiap sepuluh keluarga jadi satu kelompok. Ada kira-kira 176 kelompok. Setiap keluarga dalam kelompok diminta menabung setiap hari, besarnya terserah kesepakatan anggota kelompok. Rata-rata per keluarga bisa menabung Rp 1.000 per hari. Itu tabungan milik mereka, mereka urus sendiri, dan setor sendiri ke BPR atas nama kelompok. Setelah proyek selesai dalam tiga bulan, masing-masing kelompok rata-rata punya tabungan Rp 900.000. Ini lalu dipakai modal usaha kelompok. Jumlahnya ratusan kelompok, kebanyakan ibu-ibu. Ketika pihak Jepang dilapori, mereka terkejut. Lalu mereka bertanya, apa keinginannya selanjutnya. Ia katakan, ingin mereka dibina sebagai kelompok usaha. Pihak Jepang bersedia membantu biaya pelatihan Rp 500.000 per kelompok. Pelatihan disesuaikan kebutuhan kelompok, tetapi rata-rata minta pelatihan pembukuan keuangan karena akan berhubungan dengan bank nantinya. Selesai dilatih, pihak Jepang masih menambah bantuan Rp 500.000 per kelompok untuk modal. Jadi, tiap kelompok rata-rata punya Rp 1,4 juta, kalau dipakai untuk kulakan bayam uangnya sudah bisa bergulir. Ada kelompok perkebunan, ada kelompok rambutan binjai. Di sana rambutan binjai tumbuh bagus dan sudah panen berkali-kali. Ada kelompok tani kacang tanah yang memasok ke Kacang Garuda karena kami punya kerja sama. Lalu ada kelompok tani singkong tepung tapioka. Pesantren hanya memotivasi dan membimbing, tetapi untuk yang teknis pesantren memanggil ahlinya. Misalnya, untuk pengolahan limbah cair tapioka, mengundang Universitas Diponegoro. Dalam membina petani tersebut, pesantren menggunakan pendekatan dari bawah. Ditelusuri apa kebutuhan dasar mereka dengan bertemu dengan tokoh masyarakat, dan mencari tahu apa kesulitan mereka. Lalu dicarikan solusi, kemudian didiskusikan dengan masyarakat. Pendekatannya begitu. Ia mau masyarakat berdiskusi terbuka, dan mereka juga menyampaikan pikirannya. Tidak cuma inggih-inggih. Ia memang tidak hanya mengurusi pesantren. Tetapi juga sangat peduli kepada kepentingan masyarakat luas di luar pesantren. Menurutnya, hal itu aplikasi ajaran Islam bahwa manusia yang terbaik adalah yang banyak memberikan manfaat untuk orang lain. Selain itu, kegiatan semacam ini otomatis memberi laboratorium sosial bagi santri. Mereka langsung berinteraksi dengan masyarakat. Sebenarnya pesantren dari dulu tidak pernah ada jarak dengan masyarakat, selalu menyatu, dalam bidang dakwah. Bidang dakwah ini selalu terfokus pada ritual. Bidang-bidang di luar ritual belum banyak disentuh. Bukankah harus ada keseimbangan antara ritual dan material? Cobalah bidang di luar ritual itu juga disentuh sebagai bagian dari aplikasi ajaran, dan karena kita dianjurkan untuk juga berikhtiar. Tidak hanya mengharapkan (bantuan), tangan di bawah. Lalu ia mencoba, ia kumpulkan teman-teman, dan mereka setuju.
    ► mlp, dari berbagai sumber, di antaranya PB NU dan Kompas

    more
  • Stres dan Depresi:
    Akibat Tidak Menjalankan Agama
    HARUN YAHYA
    "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta..." (QS. Thaahaa, 20:124) "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman." (QS. Al An'aam, 6:125)
    Keengganan orang-orang yang jauh dari agama untuk taat kepada Allah menyebabkan mereka terus-menerus menderita perasaan tidak nyaman, khawatir dan stres. Akibatnya, mereka terkena berbagai ragam penyakit kejiwaan yang mewujud pada keadaan raga mereka. Tubuh mereka lebih cepat mengalami kerusakan, dan mereka mengalami penuaan yang cepat dan melemah. Sebaliknya, karena orang-orang beriman sehat secara kejiwaan, mereka tidak terkena stres, atau berkecil hati, dan jasmani mereka senantiasa prima dan sehat. Pengaruh baik akibat ketundukan mereka kepada Allah, tawakal mereka kepada-Nya dan kepribadian kokoh mereka, kemampuan melihat kebaikan dalam segala hal, dan ridha dengan apa yang terjadi sembari berharap akan janji-Nya, tercermin dalam penampilan raga mereka. Hal ini tentu saja dialami oleh mereka yang menjalani hidupnya sesuai ajaran Al Qur'an, dan yang benar-benar memahami agama.
    Tentu saja mereka pun dapat menderita sakit dan pada akhirnya mengalami penuaan, namun proses alamiah ini tidak disertai dengan kerusakan pada sisi kejiwaan sebagaimana yang dialami oleh selainnya. Stres dan depresi, yang dianggap sebagai penyakit zaman kita, tidak hanya berbahaya secara kejiwaan, tapi juga mewujud dalam berbagai kerusakan tubuh. Gangguan umum yang terkait dengan stres dan depresi adalah beberapa bentuk penyakit kejiwaan, ketergantungan pada obat terlarang, gangguan tidur, gangguan pada kulit, perut dan tekanan darah, pilek, migrain [sakit kepala berdenyut yang terjadi pada salah satu sisi kepala dan umumnya disertai mual dan gangguan penglihatan], sejumlah penyakit tulang, ketidakseimbangan ginjal, kesulitan bernapas, alergi, serangan jantung, dan pembengkakan otak.
    Tentu saja stres dan depresi bukanlah satu-satunya penyebab semua ini, namun secara ilmiah telah dibuktikan bahwa penyebab gangguan-gangguan kesehatan semacam itu biasanya bersifat kejiwaan. Stres, yang menimpa begitu banyak orang, adalah suatu keadaan batin yang diliputi kekhawatiran akibat perasaan seperti takut, tidak aman, ledakan perasaan yang berlebihan, cemas dan berbagai tekanan lainnya, yang merusak keseimbangan tubuh. Ketika seseorang menderita stres, tubuhnya bereaksi dan membangkitkan tanda bahaya, sehingga memicu terjadinya beragam reaksi biokimia di dalam tubuh: Kadar adrenalin dalam aliran darah meningkat; penggunaan energi dan reaksi tubuh mencapai titik tertinggi; gula, kolesterol dan asam-asam lemak tersalurkan ke dalam aliran darah; tekanan darah meningkat dan denyutnya mengalami percepatan.
    Ketika glukosa tersalurkan ke otak, kadar kolesterol naik, dan semua ini memunculkan masalah bagi tubuh. Oleh karena stres yang parah, khususnya, mengubah fungsi-fungsi normal tubuh, hal ini dapat berakibat sangat buruk. Akibat stres, kadar adrenalin dan kortisol di dalam tubuh meningkat di atas batas normal. Peningkatan kadar kortisol dalam rentang waktu lama berujung pada kemunculan dini gangguan-gangguan seperti diabetes, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker, luka pada permukaan dalam dinding saluran pencernaan, penyakit pernapasan, eksim dan psoriasis [sejenis penyakit kulit yang ditandai oleh pembentukan bintik-bintik atau daerah berwarna kemerahan pada kulit, yang tertutupi oleh lapisan tanduk berwarna perak]. Kadar kortisol yang tinggi dapat berdampak pada terbunuhnya sel-sel otak.
    Sejumlah gangguan akibat stres digambarkan dalam sebuah sumber sebagaimana berikut: Terdapat kaitan penting antara stres dan tegang [penegangan], serta rasa sakit yang ditimbulkannya. Penegangan yang diakibatkan stres berdampak pada penyempitan pembuluh darah nadi, gangguan pada aliran darah ke daerah-daerah tertentu di kepala dan penurunan jumlah darah yang mengalir ke daerah tersebut. Jika suatu jaringan mengalami kekurangan darah hal ini akan langsung berakibat pada rasa sakit, sebab suatu jaringan yang di satu sisi mengalami penegangan mungkin sedang membutuhkan darah dalam jumlah banyak dan di sisi lain telah mendapatkan pasokan darah dalam jumlah yang kurang akan merangsang ujung-ujung saraf penerima rasa sakit. Di saat yang sama zat-zat seperti adrenalin dan norepinefrin, yang mempengaruhi sistem saraf selama stres berlangsung, juga dikeluarkan. Hal ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan dan mempercepat penegangan otot.
    Demikianlah, rasa sakit berakibat pada penegangan, penegangan pada kecemasan, dan kecemasan memperparah rasa sakit. Akan tetapi, salah satu dampak paling merusak dari stres adalah serangan jantung. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang agresif, khawatir, cemas, tidak sabar, dengki, suka memusuhi dan mudah tersinggung memiliki peluang terkena serangan jantung jauh lebih besar daripada orang yang tidak memiliki kecenderungan sifat-sifat tersebut. Alasannya adalah bahwa rangsangan berlebihan pada sistem saraf simpatetik [yakni sistem saraf yang mengatur percepatan denyut jantung, perluasan bronkia, penghambatan otot-otot halus sistem pencernaan makanan, dsb.], yang dimulai oleh hipotalamus, juga mengakibatkan pengeluaran insulin yang berlebihan, sehingga menyebabkan penimbunan kadar insulin dalam darah. Ini adalah permasalahan yang teramat penting. Sebab, tak satu pun keadaan yang berujung pada penyakit jantung koroner memainkan peran yang sedemikian paling penting dan sedemikian berbahaya sebagaimana kelebihan insulin dalam darah. Para ilmuwan telah mengetahui bahwa semakin parah tingkat stres, maka akan semakin lemahlah peran positif sel-sel darah merah di dalam darah. Menurut sebuah penelitian yang dikembangkan oleh Linda Naylor, pimpinan perusahaan alih teknologi Universitas Oxford, pengaruh negatif berbagai tingkatan stres pada sistem kekebalan tubuh kini dapat diukur.
    Terdapat kaitan erat antara stres dan sistem kekebalan tubuh. Stres kejiwaan memiliki dampak penting pada sistem kekebalan dan berujung pada kerusakannya. Saat dilanda stres, otak meningkatkan produksi hormon kortisol dalam tubuh, yang melemahkan sistem kekebalan. Atau dengan kata lain, terdapat hubungan langsung antara otak, sistem kekebalan tubuh dan hormon. Para pakar di bidang ini menyatakan: Pengkajian terhadap stres kejiwaan atau stres raga telah mengungkap bahwa selama stres berat berlangsung terjadi penurunan pada daya kekebalan yang berkaitan dengan keseimbangan hormonal. Diketahui bahwa kemunculan dan kemampuan bertahan dari banyak penyakit termasuk kanker terkait dengan stres. Singkatnya, stres merusak keseimbangan alamiah dalam diri manusia. Mengalami keadaan yang tidak normal ini secara terus-menerus akan merusak kesehatan tubuh, dan berdampak pada beragam gangguan fungsi tubuh.
    Para ahli menggolongkan dampak buruk dari stres terhadap tubuh manusia dalam sejumlah kelompok utama sebagaimana berikut: - Cemas dan Panik: Suatu perasaan yang menyebabkan peristiwa tidak terkendali. - Mengeluarkan keringat yang semakin lama semakin banyak - Perubahan suara: Berbicara secara gagap dan gugup - Aktif yang berlebihan: Pengeluaran energi yang tiba-tiba, pengendalian diabetik yang lemah - Kesulitan tidur: Mimpi buruk - Penyakit kulit: Bercak, bintik-bintik, jerawat, demam, eksim dan psoriasis. - Gangguan saluran pencernaan: Salah cerna, mual, luka pada permukaan dalam dinding saluran pencernaan - Penegangan otot: gigi yang bergesekan atau terkunci, rasa sakit sedikit tapi terus-menerus pada rahang, punggung, leher dan pundak - Infeksi berintensitas rendah: pilek, dsb. - Migrain - Denyut jantung dengan kecepatan yang tidak wajar, rasa sakit pada dada, tekanan darah tinggi - Ketidakseimbangan ginjal, menahan air - Gangguan pernapasan, pendek napas - Alergi - Sakit pada persendian - Mulut dan tenggorokan kering - Serangan jantung - Melemahnya sistem kekebalan - Pengecilan di bagian otak - Perasaan bersalah dan hilangnya percaya diri - Bingung, ketidakmampuan menganalisa secara benar, kemampuan berpikir yang rendah, daya ingat yang lemah - Rasa putus asa yang besar, meyakini bahwa segalanya berlangsung buruk - Kesulitan melakukan gerak atau diam, memukul-mukul dengan irama tetap - Ketidakmampuan memusatkan perhatian atau kesulitan melakukannya - Mudah tersinggung dan sangat peka -
    Bersikap yang tidak sesuai dengan akal sehat - Perasaan tidak berdaya atau tidak berpengharapan - Kehilangan atau peningkatan nafsu Kenyataan bahwa mereka yang tidak mengikuti nilai-nilai ajaran agama mengalami "stres" dinyatakan oleh Allah dalam Al Qur'an: "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta..." (QS. Thaahaa, 20:124) Dalam sebuah ayat lain, Allah telah menyatakan bahwa "… hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja…" (QS. At Taubah, 9:118)
    Kehidupan yang "gelap dan sempit" ini, atau stres, nama yang diberikan di masa kini, adalah akibat ketidakmampuan orang-orang tak beriman untuk menaati nilai-nilai akhlak yang diajarkan agama. Kini, para dokter menyatakan bahwa jiwa yang tenang, damai dan penuh percaya diri sangatlah penting dalam melindungi pengaruh stres. Kepribadian yang tenang dan damai hanya dimungkinkan dengan menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Sungguh, telah dinyatakan dalam banyak Al Qur'an bahwa Allah akan memberikan "ketenangan" dalam diri orang-orang beriman. (Al Qur'an, 2:248, 9:26, 40, 48:4, 18)
    Janji Tuhan kita terhadap orang-orang beriman telah dinyatakan sebagaimana berikut: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS, An Nahl, 16: 97)

    more