• SEJARAH KRISTENISASI KATHOLIK DI INDINESIA

    SEJARAH KRISTENISASI KATHOLIK DI INDINESIA

    1. Pada tahun 1902 di Batavia (Jakarta) mulai didirikan

    Apostolisch Vicariaan Van Batavia. Tetapi agama Katolik

    telah masuk ke Indonesia jauh sebelum itu. Pada abad ke 16

    agama ini telah memasuki kepulauan Maluku, Ambon, Ternate,

    Solor dan Nusa Tenggara. Penyebarannya mula-mula dilakukan

    oleh bangsa Portugis yang menguasai kepulauan itu. Pada

    tahun 1546 seorang Apostel (muballigh) dari India juga

    datang ke sana, bernama Fransiscus Xaverius. Dia berhasil

    menarik simpati pemerintah Portugis dan penduduk asli. Tahun

    1605 pulau Ambon dapat ditaklukkan. Pada waktu itu di Ambon

    telah ada 4 buah gereja dan sekitar 16.000 orang beragama

    Katolik.

    2. Agama Katolik memasuki Sulawesi dari Makasar, dan itu

    semua dilakukan oleh pengikut madzhab Dominicus Orde (H.

    Dominicus hidup tahun 1170 - 1221) dan pengikut madzhab

    Yesuiten Orde. Madzhab Yesuit ini pada mulanya didirikan

    oleh seorang bangsawan Spanyol bernama Ignatius Loyola yang

    lahir tahun 1491.

    Dia adalah penganut aliran mistik dalam agama Katolik. Dalam

    peperangan melawan Perancis mendapat cedera yang

    mengakibatkan kelumpuhan seumur hidup. Mistiknya bertambah

    menebal dan mendapat banyak pengikut. Pada tahun 1529

    dibentuknya di Paris suatu jama'ah yang dibai'at untuk

    mengabdi kepada Paus dan menyebarluaskan agama Katolik,

    Tahun 1539 semua anggota jama'ah dilantik menjadi pastor dan

    tahun 1560 Paus Paulus III meresmikan jama'ah ini sebagai

    Jamaah Yesus atau the Society of Yesus. Jamaah terus

    berkembang maju dan bersama Orde Yesuit.

    3. Gerakan agama Protestan yang sangat memusuhi Gereja

    Katolik berhasil menghancurkan kedudukan Missie Katolik di

    India sejak abad ke 17. Tetapi revolusi Perancis telah

    menyebabkan terjadinya pergolakan politik di negeri Belanda

    yang mengakibatkan hancurnya pusat Zending Protestan dan

    bangkitnya kembali Missie Katolik, serta menjadi sangat

    kuat. Setelah jazirah Malaka dikuasai oleh bangsa Belanda

    dan kekuasaan mereka di Indonesia bertambah mantap, maka

    secara bertahap penyebaran agama Katolik di Sulawesi

    diambil-alih oleh bangsa Belanda, yaitu pada tahun 1807.

    Tujuh tahun kemudian yaitu tahun 1904 Pusat Missie Katolik

    di negeri Belanda mengirimkan 2 orang utusannya ke Jakarta

    yaitu Jacob Nellisen dan Lambert Prinsen. Kedudukan Missie

    dipusatkan di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Pada tahun

    1834 di Padang ditempatkan seorang pastor. Sejak tahun 1808

    hingga 1845 mereka hanya mampu menempatkan 16 orang pastor

    itupun akhirnya hanya tinggal 4 orang.

    4. Dalam Perang Diponegoro (1825-1830) ditengah-tengah

    tentara Belanda ditempatkan seorang Pastor bernama Scholtes.

    Dia mengadakan perjalanan inspeksi sampai ke Sulawesi dan

    Maluku kemudian melaporkan hasil penyelidikannya kepada

    Paus. Berdasarkan laporan itu Paus menganggap sudah tiba

    waktunya untuk membantu dan meningkatkan Missie Katolik di

    Indonesia menjadi Vicariat (perwakilan), lalu mengirimkan

    Mgr. Jacob Croaff selaku pemimpinnya. Pada tahun 1848 dia

    digantikan oleh Mgr. Peterus Maria Francken dengan dibantu

    oleh 5 orang pastor. Di bawah pimpinannya, missie ini

    mendapat kemajuan. Dari pulau pulau yang jauh letaknya

    berdatangan permintaan dari umat Katolik yang hidupnya

    terpencil. Akhirnya pada tahun 1859 kaum Yesuiten membantu

    dengan mengirimkan missionaris ke pulau Jawa lalu

    menempatkan mereka di Flores dan kepulauan lainnya.

    5. Kemajuan Missie Katolik bertambah pesat setelah pada

    tahun 1874 Mgr. Francken digantikan oleh Mgr. Claessen yang

    sejak tahun 1848 bertugas di India. Didirikannya pos-pos di

    Cirebon, Magelang, Bogor, Malang dan Madiun. Untuk Sumatra

    di Medan dan Tanjung Sakti. Di Kalimantan dibangunnya

    pangkalan untuk kristenisasi suku Dayak. Demikian juga

    Makassar, Menado, Tomohon, Seram, Flores, Irian, Kendari,

    Sumbawa dan Timor. Claessen digantikan oleh Vicarius

    Apostoles M.J. Staal, kemudian pada tahun 1898 oleh Mgr.

    E.S. Luypen S.J. Sejak masa itulah agama Katolik mulai

    berkembang di pulau Jawa orang Jawa sukar untuk dirubah

    agamanya. Mereka beragama Islam dan tidak mau dikatakan

    tidak Islam, walaupun mereka tidak atau kurang menjalankan

    syari'ahnya. Missie mengambil jalan lain yaitu dengan

    mendekati anak-anak mereka yang pada umumnya hidup

    kekurangan. Untuk mereka didirikan sekolah-sekolah dasar

    dengan percuma, bahkan dengan diberinya alat-alat serta

    pakaian yang diperlukan. Kanak-kanak itulah yang berangsur

    di-Katolik-kan, dan itu terjadi sejak akhir abad ke 19. Maka

    dapatlah dikirakan bahwa banyaknya jumlah orang Jawa yang

    beragama Katolik adalah akibat karena mereka dahulu

    bersekolah di sekolah-sekolah Katolik.

    6. Pangkalan Missie untuk Jawa Tengah yang pertama ialah

    Muntilan dan Mendut di mana sejak dahulu telah berdiri

    sekolah Katolik. Sekarang Mundlan menjadi pusatnya agama

    Katolik, kemudian Yogyakarta pun dipenuhi oleh sekolah

    mereka. Guru-guru tamatan Muntilan dikirim ke luar daerah

    dan banyak pula yang berdinas di sekolah Pemerintah

    (Gubernemen). Dari tahun ke tahun mereka terus mendapat

    kemajuan. Sekolah bertambah banyak terutama sekolah

    Pendidikan Guru. Rumah Sakit dan Rumah Yatim juga dibangun,

    sehingga kelihatannya memang benar-benar menguasai lapangan

    sosial dan pendidikan. Pada akhir tahun 1923 sekolah mereka

    berjumlah 52 buah dengan 5.840 orang murid. Mereka memiliki

    surat kabar seperti Mingguan Java Post, Sociaal Leven En

    Streven, Katholik Schoolblad Van Nederlands Indie dan De

    Indische Voorhoede. Dalam bahasa Indonesia yakni Gereja

    Katholik serta dalam bahasa Jawa Swara Tama. Di samping itu

    mereka dirikan sebuah percetakan di Yogyakarta pada tahun

    1922.

    Untuk keperluan jalannya Missie Katolik beserta segala

    usahanya, mereka menerima bantuan keuangan dari negeri

    Belanda, yang diberikan oleh Dana St. Claverbond yang

    berdiri tahun 1889 dan oleh berbagai perkumpulan missie

    antara lain De Indische Missie Vereniging. Rupanya kaum

    Katolik tidak hanya berjuang dalam penyiaran agama,

    pendidikan, pengajaran, sosial serta pendirian

    gereja-gereja, tetapi juga berjuang dalam bidang politik.

    Pada tahun 1918 mereka telah mendirikan sebuah partai

    politik dengan nama De Indische Katholieke Partij.

    Sekianlah dengan sangat ringkas diuraikan sejarah masuknya

    Missie Katolik dan pekerjaannya di tanah air kita.

    more
  • Kenapa Harus Menikah?

    Kenapa Harus Menikah?


    Berikut beberapa alasan mengapa harus menikah, semoga bisa memotivasi kaum muslimin untuk memeriahkan dunia dengan nikah.

    1. Melengkapi agamanya
    “Barang siapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. (HR. Thabrani dan Hakim).

    2. Menjaga kehormatan diri
    “Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya. (HSR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasaiy, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

    3. Senda guraunya suami-istri bukanlah perbuatan sia-sia
    “Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 245; Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 309).

    Hidup berkeluarga merupakan ladang meraih pahala

    4. Bersetubuh dengan istri termasuk sedekah
    Pernah ada beberapa shahabat Nabi SAW berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka bisa shalat sebagaimana kami shalat; mereka bisa berpuasa sebagaimana kami berpuasa; bahkan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah memberikan kepada kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Pada tiap-tiap ucapan tasbih terdapat sedekah; (pada tiap-tiap ucapan takbir terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahlil terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahmid terdapat sedekah); memerintahkan perbuatan baik adalah sedekah; mencegah perbuatan munkar adalah sedekah; dan kalian bersetubuh dengan istri pun sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, kok bisa salah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bagaimana menurut kalian bila nafsu syahwatnya itu dia salurkan pada tempat yang haram, apakah dia akan mendapatkan dosa dengan sebab perbuatannya itu?” (Mereka menjawab, “Ya, tentu.” Beliau bersabda,) “Demikian pula bila dia salurkan syahwatnya itu pada tempat yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala.” (Beliau kemudian menyebutkan beberapa hal lagi yang beliau padankan masing-masingnya dengan sebuah sedekah, lalu beliau bersabda, “Semua itu bisa digantikan cukup dengan shalat dua raka’at Dhuha.”) (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 125).

    5. Adanya saling nasehat-menasehati

    6. Bisa mendakwahi orang yang dicintai

    7. Pahala memberi contoh yang baik

    “Siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahala kebaikannya dan mendapatkan pahala orang-orang yang meniru perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikit pun. Dan barang siapa yang pertama memberi contoh perilaku jelek dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa kejahatan itu dan mendapatkan dosa orang yang meniru perbuatannya tanpa dikurangi sedikit pun.” (HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Orang yang pertama kali melakukan kebaikan atau kejahatan.)

    Bagaimana menurut Anda bila ada seorang kepala keluarga yang memberi contoh perbuatan yang baik bagi keluarganya dan ditiru oleh istri dan anak-anaknya? Demikian juga sebaliknya bila seorang kepala keluarga memberi contoh yang jelek bagi keluarganya?

    8. Seorang suami memberikan nafkah, makan, minum, dan pakaian kepada istrinya dan keluarganya akan terhitung sedekah yang paling utama. Dan akan diganti oleh Allah, ini janji Allah.

    Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda: “Satu dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya yaitu satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu.” (HR Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).

    Dari Abu Abdullah (Abu Abdurrahman) Tsauban bin Bujdud., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang kepada keluarganya, dinar yang dinafkahkan untuk kendaraan di jalan Allah, dan dinar yang dinafkahkan untuk membantu teman seperjuangan di jalan Allah.” (HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).

    Seorang suami lebih utama menafkahkan hartanya kepada keluarganya daripada kepada yang lain karena beberapa alasan, diantaranya adalah nafkahnya kepada keluarganya adalah kewajiban dia, dan nafkah itu akan menimbulkan kecintaan kepadanya.

    Muawiyah bin Haidah RA., pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: ‘Wahai Rasulullah, apa hak istri terhadap salah seorang di antara kami?” Beliau menjawab dengan bersabda, “Berilah makan bila kamu makan dan berilah pakaian bila kamu berpakaian. Janganlah kamu menjelekkan wajahnya, janganlah kamu memukulnya, dan janganlah kamu memisahkannya kecuali di dalam rumah. Bagaimana kamu akan berbuat begitu terhadapnya, sementara sebagian dari kamu telah bergaul dengan mereka, kecuali kalau hal itu telah dihalalkan terhadap mereka.” (Adab Az Zifaf Syaikh Albani hal 249).

    Dari Sa’ad bin Abi Waqqash RA., dalam hadits yang panjang yang kami tulis pada bab niat, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Sesungguhnya apa saja yang kamu nafkahkan dengan maksud kamu mencari keridhaan Allah, niscaya kamu akan diberi pahala sampai apa saja yang kamu sediakan untuk istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga)

    Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang cukup dianggap berdosa apabila ia menyianyiaka orang yang harus diberi belanja.” (HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).

    Dan akan diganti oleh Allah, ini janji Allah

    “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya.” (Saba’: 39).

    Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Nabi SAW bersabda: “Setiap pagi ada dua malaikat yang datang kepada seseorang, yang satu berdoa: “Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang menafkahkan hartanya.” Dan yang lain berdoa: “Ya Allah, binasakanlah harta orang yang kikir.” (HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).


    9. Seorang pria yang menikahi janda yang mempunyai anak, berarti ikut memelihara anak yatim


    Janji Allah berupa pertolongan-Nya bagi mereka yang menikah.

    1. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (An Nur: 32)
    2. Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160)


    Hak-Hak Istri dalam Poligami


    Poligami merupakan syariat Islam yang akan berlaku sepanjang zaman hingga hari akhir. Poligami diperbolehkan dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara para istri, sebagaimana pada ayat yang artinya:

    “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

    Berlaku adil dalam bermuamalah dengan istri-istrinya, yaitu dengan memberikan kepada masing-masing istri hak-haknya. Adil disini lawan dari curang, yaitu memberikan kepada seseorang kekurangan hak yang dipunyainya dan mengambil dari yang lain kelebihan hak yang dimilikinya. Jadi adil dapat diartikan persamaan. Berdasarkan hal ini maka adil antar para istri adalah menyamakan hak yang ada pada para istri dalam perkara-perkara yang memungkinkan untuk disamakan di dalamnya.

    Adil adalah memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan haknya.
    Apa saja hak seorang istri di dalam poligami?

    Diantara hak setiap istri dalam poligami adalah sebagai berikut:

    A. Memiliki rumah sendiri

    Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al Ahzab ayat 33, yang artinya, “Menetaplah kalian (wahai istri-istri Nabi) di rumah-rumah kalian.” Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menyebutkan rumah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam bentuk jamak, sehingga dapat dipahami bahwa rumah beliau tidak hanya satu.

    Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Aisyah Radhiyallahu 'Anha menceritakan bahwa ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sakit menjelang wafatnya, beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya, “Dimana aku besok? Di rumah siapa?’ Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menginginkan di tempat Aisyah Radhiyallahu 'Anha, oleh karena itu istri-istri beliau mengizinkan beliau untuk dirawat di mana saja beliau menginginkannya, maka beliau dirawat di rumah Aisyah sampai beliau wafat di sisi Aisyah. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meninggal di hari giliran Aisyah. Allah mencabut ruh beliau dalam keadaan kepada beliau bersandar di dada Aisyah Radhiyallahu 'Anha.

    Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan dalam kitab Al Mughni bahwasanya tidak pantas seorang suami mengumpulkan dua orang istri dalam satu rumah tanpa ridha dari keduanya. Hal ini dikarenakan dapat menjadikan penyebab kecemburuan dan permusuhan di antara keduanya. Masing-masing istri dimungkinkan untuk mendengar desahan suami yang sedang menggauli istrinya, atau bahkan melihatnya. Namun jika para istri ridha apabila mereka dikumpulkan dalam satu rumah, maka tidaklah mereka. Bahkan jika keduanya ridha jika suami mereka tidur diantara kedua istrinya dalam satu selimut tidak mengapa. Namun seorang suami tidaklah boleh menggauli istri yang satu di hadapan istri yang lainnya meskipun ada keridhaan diantara keduanya.

    Tidak boleh mengumpulkan para istri dalam satu rumah kecuali dengan ridha mereka juga merupakan pendapat dari Imam Qurthubi di dalam tafsirnya dan Imam Nawawi dalam Al Majmu Syarh Muhadzdzab.


    B. Menyamakan para istri dalam masalah giliran

    Setiap istri harus mendapat jatah giliran yang sama. Imam Muslim meriwayatkan hadits yang artinya Anas bin Malik menyatakan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memiliki 9 istri. Kebiasaan beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bila menggilir istri-istrinya, beliau mengunjungi semua istrinya dan baru behenti (berakhir) di rumah istri yang mendapat giliran saat itu.

    Ketika dalam bepergian, jika seorang suami akan mengajak salah seorang istrinya, maka dilakukan undian untuk menentukan siapa yang akan ikut serta dalam perjalanan. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyatakan bahwa apabila Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sertakan dalam safarnya. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam biasa menggilir setiap istrinya pada hari dan malamnya, kecuali Saudah bintu Zam’ah karena jatahnya telah diberikan kepada Aisyah Radhiyallahu 'Anha.

    Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa seorang suami diperbolehkan untuk masuk ke rumah semua istrinya pada hari giliran salah seorang dari mereka, namun suami tidak boleh menggauli istri yang bukan waktu gilirannya.

    Seorang istri yang sedang sakit maupun haid tetap mendapat jatah giliran sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyatakan bahwa jika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ingin bermesraan dengan istrinya namun saat itu istri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sedang haid, beliau memerintahkan untuk menutupi bagian sekitar kemaluannya.

    Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa’dy rahimahullah, ulama besar dari Saudi Arabia, pernah ditanya apakah seorang istri yang haid atau nifas berhak mendapat pembagian giliran atau tidak. Beliau rahimahullah menyatakan bahwa pendapat yang benar adalah bagi istri yang haid berhak mendapat giliran dan bagi istri yang sedang nifas tidak berhak mendapat giliran. Karena itulah yang berlaku dalam adat kebiasaan dan kebanyakan wanita di saat nifas sangat senang bila tidak mendapat giliran dari suaminya.


    C. Tidak boleh keluar dari rumah istri yang mendapat giliran menuju rumah yang lain

    Seorang suami tidak boleh keluar untuk menuju rumah istri yang lain yang bukan gilirannya pada malam hari kecuali keadaan darurat. Larangan ini disimpulkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di rumah Aisyah Radhiyallahu 'Anha, tidak lama setelah beliau berbaring, beliau bangkit dan keluar rumah menuju kuburan Baqi sebagaimana diperintahkan oleh Jibril alaihi wa sallam. Aisyah Radhiyallahu 'Anha kemudian mengikuti beliau karena menduga bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam akan pergi ke rumah istri yang lain. Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pulang dan mendapatkan Aisyah Radhiyallahu 'Anha dalam keadaan terengah-engah, beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu 'Anha, “Apakah Engkau menyangka Allah dan Rasul-Nya akan berbuat tidak adil kepadamu?”

    Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah menyatakan tidak dibolehkannya masuk rumah istri yang lain di malam hari kecuali darurat, misalnya si istri sedang sakit. Jika suami menginap di rumah istri yang bukan gilirannya tersebut, maka dia harus mengganti hak istri yang gilirannya diambil malam itu. Apabila tidak menginap, maka tidak perlu menggantinya.

    Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa’dy rahimahullah pernah ditanya tentang hukum menginap di rumah salah satu dari istrinya yang tidak pada waktu gilirannya.

    Beliau rahimahullah menjawab bahwa dalam hal tersebut dikembalikan kepada ‘urf, yaitu kebiasaan yang dianggap wajar oleh daerah setempat. Jika mendatangi salah satu istri tidak pada waktu gilirannya, baik waktu siang atau malam tidak dianggap suatu kezaliman dan ketidakadilan, maka hal tersebut tidak apa-apa. Dalam hal tersebut, urf sebagai penentu karena masalah tersebut tidak ada dalilnya.


    D. Batasan Malam Pertama Setelah Pernikahan

    Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'Anhu bahwa termasuk sunnah bila seseorang menikah dengan gadis, suami menginap selama tujuh hari, jika menikah dengan janda, ia menginap selama tiga hari. Setelah itu barulah ia menggilir istri-istri yang lain.

    Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anha mengkhabarkan bahwa ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menikahinya, beliau menginap bersamanya selama tiga hari dan beliau bersabda kepada Ummu Salamah, “Hal ini aku lakukan bukan sebagai penghinaan kepada keluargamu. Bila memang engkau mau, aku akan menginap bersamamu selama tujuh hari, namun aku pun akan menggilir istri-istriku yang lain selama tujuh hari.”


    E. Wajib menyamakan nafkah

    Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri-sendiri, hal ini berkonsekuensi bahwa mereka makan sendiri-sendiri, namun bila istri-istri tersebut ingin berkumpul untuk makan bersama dengan keridhaan mereka maka tidak apa-apa.

    Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa bersikap adil dalam nafkah dan pakaian menurut pendapat yang kuat, merupakan suatu kewajiban bagi seorang suami.

    Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu mengabarkan bahwa Ummu Sulaim mengutusnya menemui Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan membawa kurma sebagai hadiah untuk beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Kemudian kurma tersebut untuk dibagi-bagikan kepada istri-istri beliau segenggam-segenggam.

    Bahkan ada keterangan yang dibawakan oleh Jarir bahwa ada seseorang yang berpoligami menyamakan nafkah untuk istri-istrinya sampai-sampai makanan atau gandum yang tidak bisa ditakar / ditimbang karena terlalu sedikit, beliau tetap membaginya tangan pertangan.


    F. Undian ketika safar
    Bila seorang suami hendak melakukan safar dan tidak membawa semua istrinya, maka ia harus mengundi untuk menentukan siapa yang akan menyertainya dalam safar tersebut.

    Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa kebiasaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bila hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan diajak dalam safar tersebut.

    Imam Ibnu Qudamah menyatakan bahwa seoarang yang safar dan membawa semua istrinya atau menginggalkan semua istrinya, maka tidak memerlukan undian.

    Jika suami membawa lebih dari satu istrinya, maka ia harus menyamakan giliran sebagaimana ia menyamakan diantara mereka ketika tidak dalam keadaan safar.


    G. Tidak wajib menyamakan cinta dan jima’ di antara para istri

    Seorang suami tidak dibebankan kewajiban untuk menyamakan cinta dan jima’ di antara para istrinya. Yang wajib bagi dia memberikan giliran kepada istri-istrinya secara adil.

    Ayat “Dan kamu sekali-kali tiadak dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin demikian” ditafsirkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa manusia tidak akan sanggup bersikap adil di antara istri-istri dari seluruh segi. Sekalipun pembagian malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan dalam rasa cinta, syahwat, dan jima’.

    Ayat ini turun pada Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sangat mencintainya melebihi istri-istri yang lain. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata, “Ya Allah inilah pembagianku yang aku mampu, maka janganlah engkaucela aku pada apa yang Engkau miliki dan tidak aku miliki, yaitu hati.”

    Muhammad bin Sirrin pernah menanyakan ayat tersebut kepada Ubaidah, dan dijawab bahwa maksud surat An Nisaa’ ayat 29 tersebut dalam masalah cinta dan bersetubuh. Abu Bakar bin Arabiy menyatakan bahwa adil dalam masalah cinta diluar kesanggupan seseorang. Cinta merupakan anugerah dari Allah dan berada dalam tangan-Nya, begitu juga dengan bersetubuh, terkadang bergairah dengan istri yang satu namun terkadang tidak. Hal ini diperbolehkan asal bukan disengaja, sebab berada diluar kemampuan seseorang.

    Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa tidak wajib bagi suami untuk menyamakan cinta diantara istri-istrinya, karena cinta merupakan perkara yang tidak dapat dikuasai. Aisyah Radhiyallahu 'Anha merupakan istri yang paling dicintai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dari sini dapat diambil pemahaman bahwa suami tidak wajib menyamakan para istri dalam masalah jima’ karena jima’ terjadi karena adanya cinta dan kecondongan. Dan perkara cinta berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Zat yang membolak-balikkan hati. Jika seorang suami meninggalkan jima’ karena tidak adanya pendorong ke arah sana, maka suami tersebut dimaafkan. Menurut Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, bila dimungkinkan untuk menyamakan dalam masalah jima, maka hal tersebut lebih baik, utama, dan lebih mendekati sikap adil.

    Penulis Fiqh Sunnah menyarankan; meskipun demikian, hendaknya seoarang suami memenuhi kebutuhan jima istrinya sesuai kadar kemampuannya.
    Imam al Jashshaash rahimahullah dalam Ahkam Al Qur’an menyatakan bahwa, “Dijadikan sebagian hak istri adalah menyembunyikan perasaan lebih mencintai salah satu istri terhadap istri yang lain.”


    Saran


    Seorang suami yang hendak melakukan poligami hendaknya melihat kemampuan pada dirinya sendiri, jangan sampai pahala yang dinginkan ketika melakukan poligami malah berbalik dengan dosa dan kerugian. Dalam sebuah hadits disebutkan (yang artinya) “Barangsiapa yang mempunyai dua istri, lalu ia lebih condong kepada salah satunya dibandingkan dengan yang lain, maka pada hari Kiamat akan datang dalam keadaan salah satu pundaknya lumpuh miring sebelah.” (HR. Lima)

    Allahu A’lam; Semoga bermanfaat


    Janji Allah Bagi Orang Yang Akan Menikah

    Ketika seorang muslim baik pria atau wanita akan menikah, biasanya akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping, dll. Bahkan ketika dalam proses taaruf sekalipun masih ada juga perasaan keraguan.

    Berikut ini sekelumit apa yang bisa saya hadirkan kepada pembaca agar dapat meredam perasaan negatif dan semoga mendatangkan optimisme dalam mencari teman hidup. Semoga bermanfaat buat saya pribadi dan kaum muslimin semuanya. Saya memohon kepada Allah semoga usaha saya ini mendatangkan pahala yang tiada putus bagi saya.

    Inilah kabar gembira berupa janji Allah bagi orang yang akan menikah. Bergembiralah wahai saudaraku…

    1. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (An Nuur : 26)
    Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik buat kita. Amin.

    2. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (An Nuur: 32)

    Sebagian para pemuda ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan anehnya ketika para pemuda telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, “apa cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?”.

    Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah, dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah. Allah Maha Adil, bila tanggung jawab para pemuda bertambah – dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan anak-anaknya, maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rejeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya?

    3. “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160) [1]

    Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini. Dan pertolongan Allah itu pasti datang.

    4. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar Ruum : 21)

    5. “Dan Tuhanmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’ ”. (Al Mu’min : 60)

    Ini juga janji Allah ‘Azza wa Jalla, bila kita berdoa kepada Allah niscaya akan diperkenankan-Nya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdoa memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut, dan seterusnya.

    Dalam berdoa perhatikan adab dan sebab terkabulnya doa. Diantaranya adalah ikhlash, bersungguh-sungguh, merendahkan diri, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dll. [2]

    Perhatikan juga waktu-waktu yang mustajab dalam berdoa. Diantaranya adalah berdoa pada waktu sepertiga malam yang terakhir dimana Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit dunia [3], pada waktu antara adzan dan iqamah, pada waktu turun hujan, dll. [4]

    Perhatikan juga penghalang terkabulnya doa. Diantaranya adalah makan dan minum dari yang haram, juga makan, minum dan berpakaian dari usaha yang haram, melakukan apa yang diharamkan Allah, dan lain-lain. [5]

    Manfaat lain dari berdoa berarti kita meyakini keberadaan Allah, mengakui bahwa Allah itu tempat meminta, mengakui bahwa Allah Maha Kaya, mengakui bahwa Allah Maha Mendengar, dst.

    Sebagian orang ketika jodohnya tidak kunjung datang maka mereka pergi ke dukun-dukun berharap agar jodohnya lancar. Sebagian orang ada juga yang menggunakan guna-guna. Cara-cara seperti ini jelas dilarang oleh Islam. Perhatikan hadits-hadits berikut yang merupakan peringatan keras dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

    “Barang siapa yang mendatangi peramal / dukun, lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam”. (Hadits shahih riwayat Muslim (7/37) dan Ahmad). [6]

    Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Maka janganlah kamu mendatangi dukun-dukun itu.” (Shahih riwayat Muslim juz 7 hal. 35). [7]

    Telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya jampi-jampi (mantera) dan jimat-jimat dan guna-guna (pelet) itu adalah (hukumnya) syirik.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud (no. 3883), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad dan Hakim). [8]

    6. ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat”. (Al Baqarah : 153)
    Mintalah tolong kepada Allah dengan sabar dan shalat. Tentunya agar datang pertolongan Allah, maka kita juga harus bersabar sesuai dengan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga harus shalat sesuai Sunnahnya dan terbebas dari bid’ah-bid’ah.

    7. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (Alam Nasyrah : 5 – 6)
    Ini juga janji Allah. Mungkin terasa bagi kita jodoh yang dinanti tidak kunjung datang. Segalanya terasa sulit. Tetapi kita harus tetap berbaik sangka kepada Allah dan yakinlah bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Allah sendiri yang menegaskan dua kali dalam Surat Alam Nasyrah.

    8. “Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad : 7)
    Agar Allah Tabaraka wa Ta’ala menolong kita, maka kita tolong agama Allah. Baik dengan berinfak di jalan-Nya, membantu penyebaran dakwah Islam dengan penyebaran buletin atau buku-buku Islam, membantu penyelenggaraan pengajian, dll. Dengan itu semoga Allah menolong kita.

    9. “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (Al Hajj : 40)

    10. “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al Baqarah : 214)


    Itulah janji Allah. Dan Allah tidak akan menyalahi janjinya. Kalaupun Allah tidak / belum mengabulkan doa kita, tentu ada hikmah dan kasih sayang Allah yang lebih besar buat kita. Kita harus berbaik sangka kepada Allah. Inilah keyakinan yang harus ada pada setiap muslim.

    Jadi, kenapa ragu dengan janji Allah?



    Footnote:
    [1] Lihat Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Konsep Perkawinan dalam Islam, Pustaka Istiqomah, Cet. II, 1995, hal. 12
    [2] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Adab & Sebab Terkabulnya Do’a, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Cet. I, Des 2004, hal. 1 – 2
    [3] Allah turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir. Allah lalu berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan! Siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri! Siapa yang meminta ampun kepada-Ku tentu Aku ampuni.” Demikianlah keadaannya hingga fajar terbit. (HR. Bukhari 145, Muslim 758) (lihat Tahajjud Nabi, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qahthani, Media Hidayah, Sept. 2003, hal. 27).
    [4] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Adab & Sebab Terkabulnya Do’a, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Cet. I, Des 2004, hal. 8 – 14
    [5] Idem, hal. 15 – 22
    [6] Abdul Hakim bin Amir Abdat, Al – Masaa-il Jilid 3, Penerbit Darul Qalam, Jakarta, Cet. II, 2004 M, hal. 103
    [7] Idem, hal. 105
    [8] Idem, hal. 101

    more
  • Sang Pemimpin

    Oleh: A. Mustofa Bisri
    Zahir sedang berada di pasar Madinah ketika tiba-tiba seseorang memeluknya kuat-kuat dari belakang. Tentu saja Zahir terkejut dan berusaha melepaskan diri, katanya: “Lepaskan aku! Siapa ini?” Orang yang memeluknya tidak melepaskannya justru berteriak: “Siapa mau membeli budak saya ini?” Begitu mendengar suaranya, Zahir pun sadar siapa orang yang mengejutkannya itu. Ia pun malah merapatkan punggungnya ke dada orang yang memeluknya, sebelum kemudian mencium tangannya. Lalu katanya riang: “Lihatlah, ya Rasulullah, ternyata saya tidak laku dijual.”

    “Tidak, Zahir, di sisi Allah hargamu sangat tinggi;” sahut lelaki yang memeluk dan ‘menawarkan’ dirinya seolah budak itu yang ternyata tidak lain adalah Rasulullah, Muhammad SAW. Zahir Ibn Haram dari suku Asyja’, adalah satu di antara sekian banyak orang dusun yang sering datang berkunjung ke Madinah, sowan menghadap Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Tentang Zahir ini, Rasulullah SAW pernah bersabda di hadapan sahabat-sahabatnya, “Zahir adalah orang-dusun kita dan kita adalah orang-orang-kota dia.”

    ***

    Nabi Muhammad SAW Anda anggap pemimpin apa saja, pemimpin formal kah; pemimpin non formal; pemimpin agama; pemimpin masyarakat; atau pemimpin Negara, Anda akan sulit membayangkannya bercanda di pasar dengan salah seorang rakyatnya seperti kisah yang saya tuturkan (berdasarkan beberapa kitab hadis dan kitab biografi para sahabat, Asad al-ghaabah- nya Ibn al-Atsier ) di atas.
    Tapi itulah pemimpin agung, Uswah hasanah kita Nabi Muhammad SAW. Dari kisah di atas, Anda tentu bisa merasakan betapa bahagianya Zahir Ibn Haram. Seorang dusun, rakyat jelata, mendapat perlakuan yang begitu istimewa dari pemimpinnya. Lalu apakah kemudian Anda bisa mengukur kecintaan si rakyat itu kepada sang pemimpinnya? Bagaimana seandainya Anda seorang santri dan mendapat perlakuan demikian akrab dari kiai Anda? Atau Anda seorang anggota partai dan mendapat perlakuan demikian dari pimpinan partai Anda? Atau seandainya Anda rakyat biasa dan diperlakukan demikian oleh --tidak usah terlalu jauh: gubernur atau presiden—bupati Anda? Anda mungkin akan merasakan kebahagiaan yang tiada taranya; mungkin kebahagiaan bercampur bangga; dan pasti Anda akan semakin mencintai pemimpin Anda itu.
    Sekarang pengandaianya dibalik: seandainya Anda kiai atau, pimpinan partai, atau bupati; apakah Anda ‘sampai hati’ bercanda dengan santri atau bawahan Anda seperti yang dilakukan oleh panutan agung Anda, Rasulullah SAW itu? Boleh jadi kesulitan utama yang dialami umumnya pemimpin, ialah mempertahankan kemanusiaanya dan pandangannya terhadap manusia yang lain. Biasanya, karena selalu dihormati sebagai pemimpin, orang pun menganggap ataukah dirinya tidak lagi sebagai manusia biasa, atau orang lain sebagai tidak begitu manusia.

    ***

    Kharqaa’, perempuan berkulit hitam itu entah dari mana asalnya. Orang hanya tahu bahwa ia seorang perempuan tua yang sehari-hari menyapu mesjid dan membuang sampah. Seperti galibnya tukang sapu, tak banyak orang yang memperhatikannya. Sampai suatu hari ketika Nabi Muhammad SAW tiba-tiba bertanya kepada para sahabatnya, “Aku kok sudah lama tidak melihat Kharqaa’; kemana gerangan perempuan itu?” Seperti kaget beberapa sahabat menjawab: “Lho, Kharqaa’ sudah sebulan yang lalu meninggal, ya Rasulullah.” Boleh jadi para sahabat menganggap kematian Kharqaa’ tidak begitu penting hingga perlu memberitahukannya ’ kepada Rasulullah SAW.
    Tapi ternyata Rasulullah SAW dengan nada menyesali, bersabda: “Mengapa kalian tidak memberitahukannya kepadaku? Tunjukkan aku dimana dia dikuburkan?”. Orang-orang pun menunjukkan kuburnya dan sang pemimpin agung pun bersembahyang di atasnya, mendoakan perempuan tukang sapu itu.

    ***

    Nabi Muhammad SAW Anda anggap pemimpin apa saja, pemimpin formal kah; pemimpin non formal; pemimpin agama; pemimpin masyarakat; atau pemimpin Negara, Anda pasti akan sulit membayangkan bagaimana pemimpin seagung beliau, masih memiliki perhatian yang begitu besar terhadap tukang sapu, seperti kisah nyata yang saya ceritakan (berdasarkan beberapa hadis sahih) di atas. Tapi itulah pemimpin agung, Uswah hasanah kita Nabi Muhammad SAW. Urusan-urusan besar tidak mampu membuatnya kehilangan perhatian terhadap rakyatnya, yang paling jembel sekalipun.

    ***

    Anas Ibn Malik yang sejak kecil mengabdikan diri sebagai pelayan Rasulullah SAW bercerita: “Lebih Sembilan tahun aku menjadi pelayan Rasulullah SAW dan selama itu, bila aku melakukan sesuatu, tidak pernah beliau bersabda, ‘Mengapa kau lakukan itu?’ Tidak pernah beliau mencelaku.” “Pernah, ketika aku masih kanak-kanak, diutus Rasulullah SAW untuk sesuatu urusan;” cerita Anas lagi, “Meski dalam hati aku berniat pergi melaksanakan perintah beliau, tapi aku berkata, ‘Aku tidak akan pergi.’ Aku keluar rumah hingga melewati anak-anak yang sedang bermain di pasar.
    Tiba-tiba Rasulullah SAW memegang tengkukku dari belakang dan bersabda sambil tertawa, ‘Hai Anas kecil, kau akan pergi melaksanakan perintahku?’ Aku pun buru-buru menjawab, ‘Ya, ya, ya Rasulullah, saya pergi.’” Nabi Muhammad SAW Anda anggap pemimpin apa saja, pemimpin formal kah; pemimpin non formal; pemimpin agama; pemimpin masyarakat; atau pemimpin Negara, dapatkah Anda membayangkan kasih sayangnya yang begitu besar terhadap abdi kecilnya? Tapi pasti Anda dapat dengan mudah membayangkan betapa besar kecintaan dan hormat si abdi kepada ‘majikan’nya itu. Waba’du; apakah saya sudah cukup bercerita tentang Nabi Muhammad SAW, sang pemimpin teladan yang luar biasa itu? Semoga Allah melimpahkan rahmat dan salamNya kepada beliau, kepada keluarga, para sahabat, dan kita semua umat beliau ini. Amin.

    more
  • Takwa dan Sikap Sederhana

    Oleh: A. Mustofa Bisri

    Takwa, seperti galibnya istilah popular yang lain, sudah dianggap maklum; karenanya jarang orang yang merasa perlu membicarakannya lebih jauh. Secara sederhana, takwa dapat diartikan sebagai sikap waspada dan hati-hati. Hati-hati menjaga agar tidak ada perintah Allah yang kita abaikan. Hati-hati menjaga agar tidak ada larangan-Nya yang kita langgar. Hati-hati menjaga agar dalam melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya tidak justru menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah Ia gariskan.

    Dan tidak kalah penting dari itu semua adalah kehati-hatian menjaga keikhlasan kita. Kita perlu waspada dan hati-hati menjaga agar pelaksanaan perintah Allah maupun penghindaran dari larangan-Nya, semata-mata karena Allah. Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya adalah demi dan karena Allah; bukan demi nafsu dan keinginan diri kita atau karena dorongan pamrih-pamrih yang lain.

    Kita hidup untuk beribadah, dan kita beribadah semata mengharap ridha Allah dan bukan mencari ridha dan kepuasan diri sendiri. Dalam ibadah mahdhah atau yang bersifat ritual, seperti sembahyang, berpuasa, dan sebagainya, ketulusan mencari ridha Allah ini mungkin relatif lebih mudah dibanding dengan ibadah yang bersifat sosial, seperti berbuat baik kepada sesama misalnya. Oleh karenanya, sudah sewajarnyalah apabila kita lebih berhati-hati dan terus mewaspadai ketulusan batin kita dalam hal melakukan ibadah-ibadah yang bersifat sosial itu.

    Misalnya dalam melaksanakan ibadah sosial ingin memperbaiki keadaan dan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara di Tanah Air, untuk menciptakan Indonesia baru yang lebih baik, kita perlu pula terus mewaspadai niat batin kita. Kita perlu selalu bertanya kepada diri-diri kita sendiri, untuk apa sebenarnya kita berjuang. Kita berjuang untuk Tanah Air demi mendapatkan ridha Allah, ataukah sekedar untuk memuaskan nafsu dan kepentingan kita atau kelompok kita sendiri?

    Getir rasanya dan sekaligus geli kita mendengar banyak orang yang meneriakkan slogan-slogan mulia, seperti akhlakul karimah; ukhuwwah islamiyah; membangun masyarakat yang beradab, dan lain sebagainya, namun dalam pada itu mereka sekaligus bersikap dan berperilaku yang tidak berakhlak, menebarkan permusuhan di antara sesama saudara.

    Alangkah tertipunya mereka yang merasa diri dan bahkan mengaku-aku berjuang demi hal-hal yang mulia, seperti demi agama dan demi negara, tapi tindak-tanduknya justru menodai kemulian itu sendiri. Bahkan ada yang-na’udzubillah-meneriakkan asma Allah sambil memperlihatkan keganasannya kepada sesama hamba Allah.

    Mereka itu umumnya tertipu oleh semangat mereka sendiri. Setan paling suka dan paling lihai menunggangi semangat orang yang bodoh atau kurang pikir, untuk dibelokkan dari tujuan mulia semula. Mereka yang katanya berjuang ingin menegakkan demokrasi, misalnya, karena terlalu bersemangat, tiba-tiba justru menjadi orang-orang yang sangat tidak demokratis; tidak menghormati perbedaan dan bahkan menganggap musuh setiap pihak yang berbeda. Demikian pula, mereka yang katanya ingin berjuang untuk agama, menegakkan syariat Tuhan, karena terlalu bersemangat, sering kali justru dibelokkan oleh setan dan tanpa sadar melakukan hal-hal yang tak pantas dilakukan oleh orang yang ber-Tuhan dan beragama, seperti sudah dicontohkan di muka.

    Lebih konyol lagi, apabila yang tergoda melakukan hal-hal bodoh semacam itu adalah mereka yang sudah terlanjur dijadikan atau dianggap imam dan panutan. Karena, para pengikut biasanya akan bertindak lebih bodoh lagi. Seorang panutan cukup memaki untuk membuat para pengikutnya membenci, seperti halnya guru cukup kencing berdiri untuk membuat murid-muridnya kencing berlari.

    Biasanya, kekonyolan terjadi lantaran sikap yang berlebihan. Sikap berlebihan tidak hanya dapat membuat orang sulit berlaku adil dan istiqamah, tapi sering kali dapat menjerumuskan orang kepada tindakan yang bodoh. Berlebihan dalam menyintai atau sebaliknya membenci, acap kali membuat orang bersikap konyol. Bahkan, orang yang berlebihan dalam mencintai diri sendiri, dapat kehilangan penalaran warasnya, sebagaimana terjadi pada mereka yang mengangkat diri sebagai imam, nabi, bahkan titisan malaikat Jibril. Mereka yang berlebihan menyintai imamnya pun pada gilirannya juga kehilangan penalaran sehatnya.

    Rasanya kita perlu membiasakan kembali sikap hidup sederhana, sebagaimana diajarkan dan dicontohkan kanjeng Nabi Muhammad SAW. Maka, kita dapat dengan lebih mudah berlaku adil dan istiqamah, dapat memandang sesuatu tanpa kehilangan penalaran sehat.

    more
  • DUNIA SERBA TUHAN
    ATAWA TUHAN SEMAKIN BANYAK
    21 April 2008 10:58:19

    Di mana-mana semakin banyak Tuhan
    Di Irak dan Iran
    Di Israel dan Afganistan
    Di Libanon dan Nikaragua
    Di India dan Srilangka
    Di JEpang dan Cina
    Di Korea dan Pilipina
    Tuhan semakin banyak
    Di Amerika dan Rusia
    Di Eropa dan Asia
    Di Afrika dan Australia
    Di NATO dan PAlta Warsawa
    Di PBB dan badan-badan dunia
    Dimana-mana tuhan, ya Tuhan
    Disini pun semua serba tuhan
    Disini pun tuhan merajalela
    Memenuhi desa dan kota
    Mesjid dan gereja
    Kuil dan pura
    Menggagahi mimbar dan seminar
    Kantor dan sanggar
    Dewan dan pasar
    Mendominasi lalu lintas
    Orpol dan ormas
    Swasta dan dinas
    Ya Tuhan, di sana-sini semua serba tuhan
    Pernyataanku pernyataan tuhan!
    Kebijaksanaanku kebijaksanaan tuhan!
    Keputusanku keputusan tuhan!
    Pikiranku pikiran tuhan!
    Pendapatku pendapat tuhan!
    Tulisanku tulisan tuhan!
    Usahaku usaha tuhan!
    Khutbahku khutbah tuhan!
    Fatwaku fatwa tuhan!
    Lembagaku lembaga tuhan
    Jama’ahku jamaah tuhan!
    Keluargaku keluarga tuhan!
    Puisiku puisi tuhan!
    Kritikanku kritikan tuhan!
    Darahku darah tuhan!
    Akuku aku tuhan!
    Ya Tuhan!

    more