• Jan 28, '08 4:38 PMfor everyone



    Sayyid Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki.


    Beliau juga belajar kepada ulama-ulama Makkah terkemuka lainnya, seperti Sayyid Amin Kutbi, Hassan Masshat, Muhammad Nur Sayf, Sa’id Yamani, dan lain-lain. Sayyid Muhammad memperoleh gelar Ph.D-nya dalam Studi Hadits dengan penghargaan tertinggi dari Jami’ al-Azhar di Mesir, pada saat baru berusia dua puluh lima tahun. Beliau kemudian melakukan perjalanan dalam rangka mengejar studi Hadits ke Afrika Utara, Timur Tengah, Turki, Yaman, dan juga anak benua Indo-Pakistan, dan memperoleh sertifikasi mengajar (ijazah) dan sanad dari Imam Habib Ahmad Mashhur al Haddad, Syaikh Hasanayn Makhluf, Ghumari bersaudara dari Marokko, Syekh Dya’uddin Qadiri di Madinah, Maulana Zakariyya Kandihlawi, dan banyak lainnya.


    Sayyid Muhammmad merupakan pendidik Ahlus Sunnah wal Jama'ah, seorang ‘alim kontemporer dalam ilmu hadits, ‘alim mufassir (penafsir) Qur’an, Fiqh, doktrin (‘aqidah), tasawwuf, dan biografi Nabawi (sirah). Sayyid Muhammad al-Makki merupakan seorang 'aliim yang mewarisi pekerjaan dakwah ayahanda, membina para santri dari berbagai daerah dan negara di dunia Islam di Makkah al-Mukarromah. Ayahanda beliau adalah salah satu guru dari ulama-ulama sepuh di Indonesia, seperti Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Maimun Zubair dan lain-lain.


    Dalam meneruskan perjuangan ayahandanya, Sayyid Muhammad sebelumnya mendapatkan sedikit kesulitan karena beliau merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah melanjutkan studi dan ta'limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihannya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah.


    Disamping mengajar di Masjidil Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universitas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil membuka majlis ta'lim dan pondok di rumah beliau. Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjidil haram atau di rumah tidak bertumpu pada ilmu tertentu seperti di Universitas, akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan mencicipi apa yang diberikan Sayyid Muhammad Maka dari itu beliau selalu menitik beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah.


    Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya, beliau selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama. Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi.


    Di Indonesia, India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dakwah Sayyid Muhammad al Maliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit yang masuk ke dalam pemerintahan. Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari, beliau juga mengasuh pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku.

    Setelah beberapa tahun belajar, para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama. Sayyid Muhammad al Maliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih- lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah. Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku, baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama.


    Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan memecahkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang benar bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan.


    Sayyid Muhammad tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta'lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang orang yang tidak sependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunah.


    Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki, mereka sangat pandai, di samping menguasai bahasa Arab, mereka juga menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan pegangan dan referensi di negara-negara mereka. Pada akhir hayat beliau saat terjadi insiden teroris di Saudi Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syekh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti "Hiwar Fikri" di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 DhulQo'idah 1424 H dengan judul "Al-qhuluw wal I'tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah", di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist (keras).


    Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul "Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama". Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da'wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas. Pada tg 11/11/1424 H, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da'wah.


    Di samping tugas beliau sebagai da'i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau juga seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab-kitab beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll. Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.


    Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan oleh ‘rumah Najd’ dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf.


    Saat kaum Salafi-Wahhabi mendiskreditkan beliau, beliau pun menulis lebih banyak buku dan mendirikan Zawiyyah beliau sendiri yang menjadi “United Nations” (Perserikatan Bangsa- Bangsa) dari para ‘Ulama. Akhirnya, protes dari dunia Muslim memaksa kaum Salafi-Wahhabi untuk menghentikan usaha mereka mem-peti es-kan sang ‘alim kontemporer’ yang paling terkenal dalam mazhab Maliki ini. Beberapa di antara mereka bahkan mulai mendukung beliau. Kedengkian mereka sebenarnya didorong oleh fakta bahwa Sayyid Muhammad al-Maliki jauh lebih unggul untuk dijadikan tandingan mereka.


    Dengan sendirian saja, beliau mengambil Islam Sunni dari klaim tangan-tangan Neo-Khawarij Salafi-Wahhabi dan menempatkannya kembali ke tangan mayoritas ummat ini. Melalui berbagai karya-karyanya yang menonjol, beliau menyuntikkan kepercayaan diri yang amat dibutuhkan dalam perdebatan saat kaum jahil yang mengandalkan ijtihad pribadi mulai meracuni pemikiran umat Islam. Beliau wafat hari jumat tgl 15 ramadhan 1425 H ( 2004 M) dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma'la disamping makam istri Rasulallah Saw. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al- Hasan dan al-Husen dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu disini.


    Dan yang menyaksikan pemakaman beliau hampir seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri. Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, setelah disholatkan di Masjidil Haram ba'da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia.


    Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza'. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat. Ketika jenazah Sayyid Muhammad Al Maliki hendak dishalatkan di Masjidil Haram, ribuan warga kota Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Dikabarkan toko-toko di sekitar Masjidil Haram yang dilewati jenazah mematikan lampu sebagai tanda dukacita. Kebesaran keluarga Al Maliki, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara Afrika, Mesir, dan Asia Tenggara. Jadi tidak heran dengan meninggalnya Sayyid Muhammad Al Maliki umat Islam telah kehilangan satu ulama yang telah mengoreskan tinta sejarah perjuangan menegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini yang menjadi tauladan buat kita semua.

    more
  • (Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU)

    Jan 30, '08 4:29 PMfor everyone

    Ada tiga orang tokoh ulama yang memainkan peran sangat penting dalam proses pendirian Jamiyyah Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Kiai Wahab Chasbullah (Surabaya asal Jombang), Kiai Hasyim Asy’ari (Jombang) dan Kiai Cholil (Bangkalan). Mujammil Qomar, penulis buku "NU Liberal: Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme Islam", melukiskan peran ketiganya sebagai berikut Kiai Wahab sebagai pencetus ide, Kiai Hasyim sebagai pemegang kunci, dan Kiai Cholil sebagai penentu berdirinya.

    Tentu selain dari ketiga tokoh ulama tersebut , masih ada beberapa tokoh lainnya yang turut memainkan peran penting. Sebut saja KH. Nawawie Noerhasan dari Pondok Pesantren Sidogiri. Setelah meminta restu kepada Kiai Hasyim seputar rencana pendirian Jamiyyah. Kiai Wahab oleh Kiai Hasyim diminta untuk menemui Kiai Nawawie. Atas petunjuk dari Kiai Hasyim pula, Kiai Ridhwan-yang diberi tugas oleh Kiai Hasyim untuk membuat lambang NU- juga menemui Kiai Nawawie. Tulisan ini mencoba mendiskripsikan peran Kiai Wahab, Kiai Hasyim, Kiai Cholil dan tokoh-tokoh ulama lainnya dalam proses berdirinya NU.

    Keresahan Kiai Hasyim

    Bermula dari keresahan batin yang melanda Kiai Hasyim. Keresahan itu muncul setelah Kiai Wahab meminta saran dan nasehatnya sehubungan dengan ide untuk mendirikan jamiyyah / organisasi bagi para ulama ahlussunnah wal jamaah. Meski memiliki jangkauan pengaruh yang sangat luas, untuk urusan yang nantinya akan melibatkan para kiai dari berbagai pondok pesantren ini, Kiai Hasyim tak mungkin untuk mengambil keputusan sendiri. Sebelum melangkah, banyak hal yang harus dipertimbangkan, juga masih perlu untuk meminta pendapat dan masukan dari kiai-kiai sepuh lainnya.

    Pada awalnya, ide pembentukan jamiyyah itu muncul dari forum diskusi Tashwirul Afkar yang didirikan oleh Kiai Wahab pada tahun 1924 di Surabaya. Forum diskusi Tashwirul Afkar yang berarti “potret pemikiran” ini dibentuk sebagai wujud kepedulian Kiai Wahab dan para kiai lainnya terhadap gejolak dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam terkait dalam bidang praktik keagamaan, pendidikan dan politik. Setelah peserta forum diskusi Tashwirul Afkar sepakat untuk membentuk jamiyyah, maka Kiai Wahab merasa perlu meminta restu kepada Kiai Hasyim yang ketika itu merupakan tokoh ulama pesantren yag sangat berpengaruh di Jawa Timur.

    Setelah pertemuan dengan Kiai Wahab itulah, hati Kiai Hasyim resah. Gelagat inilah yang nampaknya "dibaca" oleh Kiai Cholil Bangkalan yang terkenal sebagai seorang ulama yang waskita (mukasyafah). Dari jauh ia mengamati dinamika dan suasana yang melanda batin Kiai Hasyim. Sebagai seorang guru, ia tidak ingin muridnya itu larut dalam keresahan hati yang berkepanjangan. Karena itulah, Kiai Cholil kemudian memanggil salah seorang santrinya, As’ad Syamsul Arifin (kemudian hari terkenal sebagai KH. As’ad Syamsul Arifin, Situbondo) yang masih terhitung cucunya sendiri.

    Tongkat “Musa”

    “Saat ini Kiai Hasyim sedang resah. Antarkan dan berikan tongkat ini kepadanya,” titah Kiai Cholil kepada As’ad. “Baik, Kiai,” jawab As’ad sambil menerima tongkat itu.

    “Setelah membeerikan tongkat, bacakanlah ayat-ayat berikut kepada Kiai Hasyim,” kata Kiai Cholil kepada As’ad seraya membacakan surat Thaha ayat 17-23.

    Allah berfirman: ”Apakah itu yang di tangan kananmu, hai musa? Berkatalah Musa : ‘ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya’.” Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, wahai Musa!” Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat”, Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaan semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar.”

    Sebagai bekal perjalanan ke Jombang, Kiai Cholil memberikan dua keeping uang logam kepada As’ad yang cukup untuk ongkos ke Jombang. Setelah berpamitan, As’ad segera berangkat ke Jombang untuk menemui Kiai Hasyim. Tongkat dari Kiai Cholil untuk Kiai Hasyim dipegangnya erat-erat.

    Meski sudah dibekali uang, namun As’ad memilih berjalan kaki ke Jombang. Dua keeping uang logam pemberian Kiai Cholil itu ia simpan di sakunya sebagai kenagn-kenangan. Baginya, uang pemberian Kiai Cholil itu teramat berharga untuk dibelanjakan.

    Sesampainya di Jombang, As’ad segera ke kediaman Kiai Hasyim. Kedatangan As’ad disambut ramah oleh Kiai Hasyim. Terlebih, As’ad merupakan utusan khusus gurunya, Kiai Cholil. Setelah bertemu dengan Kiai Hasyim, As’ad segera menyampaikan maksud kedatangannya, “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini,” kata As’ad seraya menyerahkan tongkat.

    Kiai Hasyim menerima tongkat itu dengan penuh perasaan. Terbayang wajah gurunya yang arif, bijak dan penuh wibawa. Kesan-kesan indah selama menjadi santri juga terbayang dipelupuk matanya. “Apa masih ada pesan lainnya dari Kiai Cholil?” Tanya Kiai Hasyim. “ada, Kiai!” jawab As’ad. Kemudian As’ad membacakan surat Thaha ayat 17-23.

    Setelah mendengar ayat tersebut dibacakan dan merenungkan kandungannya, Kiai Hasyim menangkap isyarat bahwa Kiai Cholil tak keberatan apabila ia dan Kiai Wahab beserta para kiai lainnya untuk mendirikan Jamiyyah. Sejak saat itu proses untuk mendirikan jamiyyah terus dimatangkan. Meski merasa sudah mendapat lampu hijau dari Kiai Cholil, Kiai Hasyim tak serta merta mewujudkan niatnya untuk mendirikan jamiyyah. Ia masih perlu bermusyawarah dengan para kiai lainnya, terutama dengan Kiai Nawawi Noerhasan yang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri. Terlebih lagi, gurunya (Kiai Cholil Bangkalan) dahulunya pernah mengaji kitab-kitab besar kepada Kiai Noerhasan bin Noerchotim, ayahanda Kiai Nawawi Noerhasan.

    Untuk itu, Kiai Hasyim meminta Kiai Wahab untuk menemui Kiai Nawawie. Setelah mendapat tugas itu, Kiai Wahab segera berangkat ke Sidogiri untuk menemui Kiai Nawawie. Setibanya di sana, Kiai Wahab segeraa menuju kediaman Kiai Nawawie. Ketika bertemu dengan Kiai Nawawie, Kiai Wahab langsung menyampaikan maksud kedatangannya. Setelah mendengarkan dengan seksama penuturan Kiai Wahab yang menyampaikan rencana pendirian jamiyyah, Kiai Nawawie tidak serta merta pula langsung mendukungnya, melainkan memberikan pesan untuk berhati-hati. Kiai Nawawie berpesan agar jamiyyah yang akan berdiri itu supaya berhati-hati dalam masalah uang. “Saya setuju, asalkan tidak pakai uang. Kalau butuh uang, para anggotanya harus urunan.” Pesan Kiai Nawawi.

    Proses dari sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat sampai dengan perkembangan terakhir pembentukan jamiyyah rupanya berjalan cukup lama. Tak terasa sudah setahun waktu berlalu sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat kepada Kiai Hasyim. Namun, jamiyyah yang diidam-idamkan tak kunjung lahir juga. Tongkat “Musa” yang diberikan Kiai Cholil, maskih tetap dipegang erat-erat oleh Kiai Hasyim. Tongkat itu tak kunjung dilemparkannya sehingga berwujud “sesuatu” yang nantinya bakal berguna bagi ummat Islam.

    Sampai pada suatu hari, As’ad muncul lagi di kediaman Kiai Hasyim dengan membawa titipan khusus dari Kiai Cholil Bangkalan. “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk menyerahkan tasbih ini,” kata As’ad sambil menyerahkan tasbih. “Kiai juga diminta untuk mengamalkan bacaan Ya Jabbar Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad. Entahlah, apa maksud di balik pemberian tasbih dan khasiat dari bacaan dua Asma Allah itu. Mungkin saja, tasbih yang diberikan oleh Kiai Cholil itu merupakan isyarat agar Kiai Hasyim lebih memantapkan hatinya untuk melaksanakan niatnya mendirikan jamiyyah. Sedangkan bacaan Asma Allah, bisa jadi sebagai doa agar niat mendirikan jamiyyah tidak terhalang oleh upaya orang-orang dzalim yang hendak menggagalkannya.

    Ya Qahhar dan Ya Jabbar adalah dua Asma Allah yang memiliki arti hampir sama. Qahhar berarti Maha Memaksa (kehendaknya pasti terjadi, tidak bisa dihalangi oleh siapapun) dan Jabbar kurang lebih memiliki arti yang sama, tetapi adapula yang mengartikan Jabbar dengan Maha Perkasa (tidak bisa dihalangi/dikalahkan oleh siapapun). Dikalangan pesantren, dua Asma Allah ini biasanya dijadikan amalan untuk menjatuhkan wibawa, keberanian, dan kekuatan musuh yang bertindak sewenang-wenang. Setelah menerima tasbih dan amalan itu, tekad Kiai Hasyim untuk mendirikan jamiyyah semakin mantap. Meski demikian, sampai Kiai Cholil meninggal pada 29 Ramadhan 1343 H (1925 M),jamiyyah yang diidamkan masih belum berdiri. Barulah setahun kemudian, pada 16 Rajab 1344 H, “jabang bayi” yang ditunggu-tunggu itu lahir dan diberi nama Nahdlatul Ulama (NU).

    Setelah para ulama sepakat mendirikan jamiyyah yang diberi nama NU, Kiai Hasyim meminta Kiai Ridhwan Nashir untuk membuat lambangnya. Melalui proses istikharah, Kiai Ridhwan mendapat isyarat gambar bumi dan bintang sembilan. Setelah dibuat lambangnya, Kiai Ridhwan menghadap Kiai Hasyim seraya menyerahkan lambang NU yang telah dibuatnya. “Gambar ini sudah bagus. Namun saya minta kamu sowan ke Kiai Nawawi di Sidogiri untuk meminta petunjuk lebih lanjut,” pesan Kiai Hasyim. Dengan membawa sketsa gambar lambang NU, Kiai Ridhwan menemui Kiai Nawawi di Sidogiri. “Saya oleh Kiai Hasyim diminta membuat gambar lambang NU. Setelah saya buat gambarnya, Kiai Hasyim meminta saya untuk sowan ke Kiai supaya mendapat petunjuk lebih lanjut,” papar Kiai Ridhwan seraya menyerahkan gambarnya.

    Setelah memandang gambar lambang NU secara seksama, Kiai Nawawie memberikan saran konstruktif: “Saya setuju dengan gambar bumi dan sembilan bintang. Namun masih perlu ditambah tali untuk mengikatnya.” Selain itu, Kiai Nawawie jug a meminta supaya tali yang mengikat gambar bumi ikatannya dibuat longgar. “selagi tali yang mengikat bumi itu masih kuat, sampai kiamat pun NU tidak akan sirna,” papar Kiai Nawawie.

    Bapak Spiritual

    Selain memiliki peran yang sangat penting dalam proses pendirian NU yaitu sebgai penentu berdirinya, sebenarnya masih ada satu peran lagi, peran penting lain yang telah dimainkan oleh Kiai Cholil Bangkalan. Yaitu peran sebagai bapak spiritual bagi warga NU. Dalam tinjauan Mujammil Qomar, Kiai Cholil layak disebut sebagai bapak spiritual NU karena ulama asal Bangkalan ini sangat besar sekali andilnya dalam menumbuhkan tradisi tarekat, konsep kewalian dan haul (peringatan tahunan hari kematian wali atau ulama).

    Dalam ketiga masalah itu, kalangan NU berkiblat kepada Kiai Cholil Bangkalan karena ia dianggap berhasil dalam menggabungkan kecenderungan fikih dan tarekat dlam dirinya dalam sebuah keseimbangan yang tidak meremehkan kedudukan fikih. Penggabungan dua aspek fikih dan tarekat itu pula yang secara cemerlang berhasil ia padukan dalam mendidik santri-santrinya. Selain membekali para santrinya dengan ilmu-ilmu lahir (eksoterik) yang sangat ketat –santrinya tak boleh boyong sebelum hafal 1000 bait nadzam Alfiah Ibn Malik, ia juga menggembleng para santrinya dengan ilmu-ilmu batin (esoterik).

    more

  • Jan 30, '08 4:17 PMfor everyone

    Kyai Abdul Hamid bin Abdullah bin Umar Basyaiban BaAlawi dilahirkan di Lasem, Rembang, Jawa Tengah tahun 1333.H, dilahirkan dengan nama kecil “Abdul Mu`thi”. sejak kecil beliau dibimbing oleh ayahanda beliau, setiap hari beliau mengaji di mushola yang terletak persis di samping rumah beliau.

    Naik Haji

    Suatu ketika KH.Siddiq singgah di Lasem dan langsung mengajak Kyai Hamid menunaikan ibadah haji dan ziarah ke makam Rasululloh SAW. Sepulang dari Makkah pada usia 15 tahun beliau dipondokan ke pondok pesantren Tremas, pacitan.Mondok di Tremas

    Pada periode Tremas inilah potensi spiritual kyai Hamid mulai terasa. kecemerlangan spiritualnya membuat kagum banyak pihak, hingga tidak sedikit kawan beliau menjadkan kyai Hamid sebagai guru, dan mengikuti jejak beliau ke Pasuruan.

    Menikah di Pasuruan

    kyai Hamid dinikahkan degan putri Kyai Ahmad Qusairy kebonsari pasuruan. dan sejak itu beliau tinggal dan menetap di Pasuruan. kehidupan Kyai Hamid teramat sederhana, beliau bekerja sebagai guru ngaji dan juga sebagai belantik. pekerjaan belantik itu di daerah bangil dengan jarak kurang lebih 15 km sebelah barat Pasuruan. setiap hari beliau ke sana dnegan menggunakan sepeda, beliau menjalani itu semua dengan tabah. sampai sampai beliau hanya mempunyai satu sarung yang sudah menerawang sangking tuanya sehingga setiap sholat beliau menutupinya dengan sorban.

    Berguru pada Habib Ja`far

    Periode pasuruan adalah periode emas dari perjalanan spiritual beliau. disinilah beliau mulai dan mungkin mengasah diri dengan pancaran ruhhul ilahiyah yang begitu cemerlang. di Pasuruan ini pula beliau semakin mendekatkan diri pada kalangan ulama dan habaib kususnya dengan Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf pasuruan yang merupakan guru utama beliau. bersama habib ja`far inilah potensi spiritual beliau semakin terasa, hal ini diakui oleh habib ja`far bahwa dibanding murid yang lain, kyai hamid memiliki keunggulan tersendiri yang sangat sulit dicapai oleh orang lain. kekaguman dan kepercayaan habib ja`far diwujudkan dengan dipercayakanya Kyai Hamid untuk menjadi imam sholat Maghrib dan isya` di kediaman habib ja`far, meski demikian kyai hamid tetap tidak mengurangi takzim beliau kepada sang guru, begitu merendahnya kyai hamid dihadapan habib ja`far ibarat penda ditangan pemiliknya, Pena tidak akan bergerak jika tidak digerakan pemiliknya, demikian juga kyai hamid keberadaanya seakan hilang dan menyatu dengan habib ja`far. keunggulan kyai hamid di bidang keilmuan mungkin dapat diungguli oleh orang lain, namun dua hal menjadi kelebihan tesendiri bagi kyai hamid adalah sifat zuhud dan tawadhu yang jarang dimiliki oleh orang lain. bahkan ketika habib ja`far wafat ketika ziaroh ke makam habib ja`far kyai hamid sangking takzimnya dan tawadu nya tidak berani duduk lurus pada posisi kepala tapi selalu duduk pada posisi kaki habib ja`far. inilah sifat tawaddhu beliau yang sangat tinggi.

    Isyarat Kewalian

    tidak lama setelah wafatnya habib ja`far semakin tampak pancaran kemuliaan kyai hamid. nampaknya beliau mewarisi asror habib ja`far sebagai waliyulloh, hal ini ada yang melihat pulung atau ndaru yang cemlorot di malam hari berpindah dari rumah habib ja`far ke daerah pondok pesantren salafiyah tempat kyai hamid tinggal.

    Beberapa Karomah Kyai Hamid

    suatu ketika ada seseorang meminta nomertogel apda kyai hamid. oleh kyai hamid diberi dengan syarat jika dapat uangnya harus dibawa kehadapan kyai hamid. dan oleh orang tersebut dipasanglah nomer tersebut dan menang. uangnya dibawa kehadapan kyai hamid. oleh kyai uang tersebut dimasukan ke dalam bejana dan disuruh melihat apa isinya. dan terlihat isinya darah dan belatung. kyai hamid berkata "tegakah saudara memberi makan anak istri saudara dengan darah dan belatung?". orang tersebut menangis dan pulang kemudian bertobat.

    setiap pergi ke manapun kyai hamid selalu didatangi oleh umat, yang berduyun duyun meminta doa padanya. bahkan ketika naik haji ke mekkah pun banyak orang tak dikenal dari berbagai bangsa yang datang dan berebut mencium tangannya. darimana orang tau tentangd erajat kyai hamid?mengapa orang selalu datang memuliakanya?konon inilah keistimewaan beliau, beliau derajatnya ditinggikan oleh Allah SWT.

    pada suatu saat orde baru ingin mengajak kyai hamid masuk partai pemerintah. kyai hamid menyambut ajakan itu dengan ramah dan menjamu tamunya dari kalangan birokrat itu. ketika surat persetujuan masuk partai pemerintah itu disodorkan bersama pulpennya, kyai hamid menerimanya dan menandatanganinya. anehnya pulpennya tak bisa keluar tinta, diganti polpen lain tetap tak mau keluar tinta. ahirnya kyai hamid berkata "bukan saya lo yang gak mau, bolpointnya yang gak mau". itulah kyai hamid dia menolak dengan cara yang halus dan tetap menghormati siapa saja yang bertamu kerumahnya.

    Akhir Hayat

    8 rabiul awal 1403.H, sehari sebelum beliau wafat, bertepatan dengan acara haul ayahanda beliau kyai abdulloh bin umar, beliau menyempatkan diri ke lasem dan datang ke rumah gede, tempat dimana beliau dilahirkan. tidak seperti biasanya beliau sholat 2 rakaat didekat tiang utama lalu memimpin masyarakat sekitar yang datang untuk bertahlil seperti mengantar jenazah ke kuburan. tanggal 9 rabiul awal 1403,H. beliau berpulang ke rahmatulloh, umatpun menangis, gerak kehidupan di pasuruan seakan terhenti, bisu oleh luka yang dalam, puluhan bahkan ratusan ribu orang membanjiri pasuruan, memenuhi relung relung masjid agung al anwar dan alun alun serta memadati gang gang dan ruas jalan didepannya. beliau dimakamkan di turba belakang masjid agung al anwar pasuruan. ribuan umat selalu menziarahinya setiap waktu mengenang jasa dan cinta beliau kepada umat.

    Ijazah-Ijazah

    Seperti kebanyakan para kiai, Kiai Hamid banyak memberi ijazah (wirid) kepada siapa saja. Biasanya ijazah diberikan secaara langsung tapi juga pernah memberi ijazah melalui orang lain. Diantara ijazah beliau adalah:

    1. Membaca Surat Al-Fatihah 100 kali tiap hari. Menurutnya, orang yang membaca ini bakal mendapatkan keajaiban-keajaiban yang tak terduga. Bacaan ini bisa dicicil setelah sholat Shubuh 30 kali, selepas shalat Dhuhur 25 kali, setelah Ashar 20 kali, setelah Maghrib 15 kali dan setelah Isya’ 10 kali.

    2. Membaca Hasbunallah wa ni’mal wakil sebanyak 450 kali sehari semalam.

    3. Membaca sholawat 1000 kali. Tetapi yang sering diamalkan Kiai Hamid adalah shalawat Nariyah dan Munjiyat.

    4. Membaca kitab Dala’ilul Khairat. Kitab ini berisi kumpulan shalawat

    more