• BERINTERAKSI DENGAN AL QUR'AN

    BERINTERAKSI DENGAN AL QUR'AN
    By: Anas El Malawi

    “Tidak menyentuhnya (al Qur’an) kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al Waqi’ah)
    “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang mempelajari al Qur’an dan mengajarkannya” (Hadis)
    Al Qur'an merupakan Kitabullah yang Agung. Ia merupakan undang-undang dasar dan satu-satunya a way of life yang paling otentik dan valid bagi kehidupan manusia di muka bumi ini. Ia adalah wahyu Allah kepada RasulNya yang terahir, Muhammad saw. Ia adalah kitab samawi (kitab yang turun dari langit; wahyu Allah) yang terahir diturunkan di bumi. Meskipun paling ahir turunnya, ia merupakan kitab suci yang paling mulia kedudukan dan posisinya di sisi Allah swt. Ia diturunkan ke bumi ini guna untuk memberi petunjuk umat manusia, mengantarkan mereka pada kebahagiaan dunia dan aheratnya. Ia merupakan "cahaya dan sinar" dunia yang menerangi alam semesta.
    Oleh karena itu, sudah sepantasnya al Qur'an mendapat pengagungan dari pelaksana ajarannya. Di mana merupakan suatu kewajiban bagi kaum Muslimin untuk mengagungkannya dengan merealisasikan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari semaksimal mungkin dengan cara yang benar. Agar bisa memperoleh kebahagiaan dunia dan aherat kelak -sebagaimana jalan yang ditempuh para pendahulunya-, kaum muslimin dianjurkan dengan sangat untuk senantiasa membaca, mempelajari dan menelaah kandungannya, kemudian berupaya untuk mempraktekannya dalam kehidupan nyata.
    Di antara cara memuliakan al Qur'an adalah tidak menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci. Demikian itu karena al Qur'an merupakan Kalamullah yang mulia nan suci, sebab ia ditendensikan pada Allah Sang Pencipta Yang Maha Suci. Tidak dibenarkan bagi orang mukmin menganggap enteng masalah ini (menjaga kemuliaan al Qur'an) dan menyentuh al Qur'an dalam keadaan batal (tidak punya wudhu' atau punya hadas besar, seperti junub, haid, nifas dll), karena Rasul saw pernah menulis sebuah wasiat kepada 'Amr Ibn Jazm yang berbunyi: "Dan hendaknya al Qur'an itu tidak disentuh kecuali oleh orang yang suci" .
    Rasulullah saw yang merupakan penerima al Qur'an dan termasuk orang-orang yang paling dekat dengan Allah swt saja sangat begitu memuliakan al Qur'an, sampai-sampai beliau melarang orang yang tidak punya wudhu agar tidak menyentuhnya. Lantas bagaimana dengan kita yang penuh dengan noda dan dosa ini? Apakah kita akan mencoba tidak mengikuti perintah Rasul saw dalam hal ini? Apakah larangan menyentuh al Qur'an bagi orang-orang yang tidak punya wudhu itu larangan secara mutlaq ataukah hanya terbatas dalam keadaan-keadaan tertentu?

    Memahami Ayat Larangan Menyentuh Al Qur'an Bagi Yang Berhadats
    Dalam surat al Waqi'ah ayat 75-87, Allah swt berfirman: "Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Rabbil 'alamiin. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini? kamu mengganti rezki (yang Allah berikan) dengan mendustakan Allah. Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?".
    Dalam ayat tersebut ada beberapa kata yang diperselisihkan artinya oleh ulama tafsir. Antara lain di sana terdapat kata "pada kitab yang terpelihara" yang dalam Arabnya berbunyi "fii kitaabin maknun". Para ulama tafsir berbeda-beda pendapatnya dalam memahami kalimat tersebut.
    Di sana ada yang menafsiri bahwa yang dimaksud dengan "kitaabin maknun" adalah "allauhul mahfudh" (papan yang terpelihara dan terjaga selalu), yakni al Qur'an itu tersimpan dan tidak terlihat oleh mata, karena berada dalam alam gaib, lauh mahfudh. Tidak ada seorang pun yang bisa melihatnya selain malaikat, itupun hanya sebagian mereka saja yang bisa melihat, yaitu malaikat Jibril dan Mikail. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Ibnu Abbas ra, salah seorang Sahabat Nabi yang terkenal ahli di bidang tafsir al Qur’an.
    Ada juga yang berpendapat bahwa yang di maksud al Qur'an dalam ayat tersebut adalah al Qur'an yang tertulis sebagaimana yang ada di sekeliling kita, bukan al Qur'an yang tersimpan dalam "allauhul mahfudh" tadi. Karena sebenarnya al Qur'an itu juga tersimpan dalam hati para penghafalnya, hingga seolah-olah al Qur'an itu tidak tampak oleh mata orang lain. Pendapat ini didukung oleh ulama pakar tafsir, antaranya Imam Mujahid dan Qatadah.
    Menurut pendapat kedua ini, kata "maknuun" di atas mempunyai arti "yang terjaga dari pergantian dan perubahan", sebagaimana yang difirmankan Allah: "Aku telah menurunkan "suatu pengingat" (al Qur'an), dan Aku lah yang Menjaganya" (QS. Al hijr: 9).
    Permasalahan kedua terdapat pada kalimat “Laa Yamassuhu Illa Muthahharuun” (tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan). Di sana terdapat dhamir (kata ganti) “hu” (nya), yang terdapat beberapa pendapat mengenahi kembalinya dhamir tadi. Apakah dhamir itu kembali pada Al Qur’an sebagaimana yang ada di sekeliling kita, hingga larangan menyentuhnya itu bisa ditetapkan dengan ayat di atas? Ataukah dhamir itu kembali kepada kitabullah (al Qur’an) yang ada di lauh mahfudh, hingga larangan menyentuh al Qur’an bagi orang yang berhadats itu tidak bisa ditetapkan dengan ayat di atas?
    Pendapat pertama yang disepakati oleh mayoritas (hampir keseluruhan) ulama syari’at (fikih) adalah haram menyentuh al Qur’an bagi orang yang berhadats, baik hadas kecil maupun hadats besar.
    Pendapat kedua memperbolehkan untuk menyentuh al Qur’an bagi orang yang berhadats, baik hadas kecil maupun hadas besar karena keadaan darurat, seperti untuk belajar & mengajar, menemukan al Qur’an jatuh di lantai / di sampah dll. Sebagaimana kaedah fikih mengatakan “Adldlaruratu Tubihul Mahdhuraat” (Keadaan darurat (demi kebaikan) membolehkan seseorang untuk melakukan yang dilarang).
    Permasalahan ketiga adalah pada kata “Illal Muthahharuun” (kecuali orang-orang yang disucikan). Di sana ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud “Muthahharun” adalah para malaikat yang disucikan dari segala jenis perbuatan maksiat, yang berarti sesuai dengan pemahaman yang mengartikan “fii kitaabin maknuun” dengan “al Qur’an yang berada di lauh mahfudh”. Dan ada pula yang menafsirinya dengan “orang-orang yang disucikan dari hadas kecil dan hadas besar”, yang berarti sesuai dengan pemahaman yang mengartikan “fii kitaabin maknuun” dengan “al Qur’an yang berada di dunia ini”.
    Jika yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah al Qur’an yang ada di lauh mahfudh dan Allah swt memerintahkan untuk memuliakannya dengan melarang orang yang berhadas untuk menyentuhnya, maka al Qur’an yang ada di dunia pun seyogyanya dimuliakan dengan cara tidak menyentuhnya dalam keadaan tidak suci.
    Sebenarnya hukum larangan menyentuh al Qur’an bagi orang yang mempunyai hadats itu telah disepakati oleh para ulama yang berkompeten. Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam dalil yang melarangnya. Apakah dalil larangan tadi diambil dari ayat tersebut di atas? Ataukah larangan itu diambil dari hadis Nabi saw?
    Ringkasnya, ayat tersebut di atas dan beberapa hadis Rasul saw menjelaskan bahwa diwajibkan dalam keadaan suci untuk menyentuh al Qur’an. Sebagaiamana dikatakan dalam hadis Rasul saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban dan Ashabussunan (Penyusun kumpulan-kumpulan hadis Rasul saw) bahwa Rasul saw pernah menulis surat pada penduduk Yaman, yang di dalamnya terdapat “…dan tidaklah boleh menyentuh al Qur’an kecuali orang yang suci”.
    Pendapat ini juga dikuatkan oleh perbuatan para sahabat Rasul. Di mana mereka senantiasa menyuruh anak-anaknya untuk berwudhu terlebih dahulu sebelum menyentuh al Qur’an.
    Pun juga kita dianjurkan untuk membawa al Qur’an dengan sopan, membacanya dengan benar sesuai dengan tajwidnya, mendengarkannya dengan seksama jika dibaca dan meletakkannya di tempat yang lebih tinggi dari lutut kaki kita. Karena tempat tinggi itu menggambar ketinggian derajat. Sebagaimana kita juga akan merasa senang jika karya kita dimuliakan orang lain seperti itu.

    Ayat-Ayat Tentang Al Qur’an & Interaksi Umat Manusia Terhadapnya

    “Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al Baqarah: 121)

    “Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (Aly 1mran: 101)

    “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. . (Aly 1mran: 103.)

    “Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Quran kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Al A’raf: 203)
    “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Al A’raf: 204). Maksudnya; : jika dibacakan Al Quran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh membaca Al Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al Quran.

    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al Anfal: 2)

    “(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka” (Al Anfa: 3l)

    “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. (Al Nahl: 98)

    “Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup”, (Al 1sra’: 45)

    “Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya” (Al 1sra’: 46.)

    “Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,” (Al 1sra’: 107)
    Demikian kajian singkat dalam masalah berinteraksi dengan al Qur’an yang dapat disuguhkan. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan semoga kita dijadikan orang-orang yang gemar membaca al Qur’an dengan bacaan yang benar, hingga kelak kita akan memperoleh syafaat (pertolongan) darinya, amiiin.

    * Tulisan ini disarikan dari kitab “Tafsir Ayat al Ahkam”. Syekh Aly al Shabuni. Juz 2. Bab “Haram Menyentuh Mushaf”. Hlm. 358-369




0 comments:

Leave a Reply

Monggo dikomentari ...