• MENCARI JALAN MENUJU TAQDIR TUHAN

    MENCARI JALAN
    MENUJU TAQDIR TUHAN

    By: Anas MAs’udi El Malawy



    Perjalanan hidup manusia di muka bumi ini, belum diketahui oleh siapapun kapan akan berarkhir. Rasul saw yang merupakan hamba suci dan yang paling dekat dengan Tuhan pencipta alam pun, tidak tahu dengan pasti kapan kehidupan manusia di muka bumi ini akan berarhir. Hanya saja beliau telah diajarkan oleh Sang Sutradara kehidupan akan tanda-tanda berahirnya kehidupan manusia itu, bahkan berahirnya kehidupan semua makhluq penghuni alam semesta ini.

    Tanda-tanda itupun disampaikan oleh Pemeran Utama dalam menjalankan scenario Tuhan (Rasul saw) kepada penghuni jagat raya melalui Ajudan PribadiNya (malaikat Jibril). Demikian itu tercover dalam suatu hadis yg diriwayatkan oleh Umar Ibn Khathab -yang juga merupakan actor berpengaruh pada kelangsungan scenario kehidupan di lapangan- melalui salah satu panji pemelihara kalam-kalam suci Atkor Utama (hadis Rasul) dalam sandiwara dunia ini. Ialah Imam Bukhari, yang telah berupaya keras dengan mengikuti petunjuk Sang Sutradara behasil mengumpulkan kalam-kalam tersebut, hingga keotentikannya dapat dijamin.

    Di mana dalam kalam tersebut dijelaskan bahwa “kehidupan di alam semesta ini akan segera berhenti total manakala ditemukan ada seorang anak memperbudak ibunya sendiri, ada seorang yang dulunya kere (miskin) yang tubuhnya tak tertutup oleh sehelai benang (telanjang), namun sekarang telah menjadi jutawan yang congkak nan sombong, ia lupa akan masa lalunya. Namun, kadang –dalam berpakaian- ia seolah-olah mengingat masa lalunya itu. Tapi, ironisnya, yang diingat hanya dari sisi pakaian saja. Dulu, ia hanya bisa menutupi kemaluannya saja, itu karena memang ia tidak punya apa-apa. Namun sekarang ia kadang berpenampilan sama, hanya saja bahan dan merk penutup kemaluannya itu yang berbeda. Dan itu dengan sengaja dilakukan dengan tanpa merasa ada noda dalam hati dan perbuatannya, karena pergaulannya yang telah mendunia bersama dengan orang-orang yang tidak kenal agamanya.

    Pun jika ada gedung-gedung pencakar langit mulai memenui hawa. Ditambah lagi jika gunung-gunung yang gagah perkasa sudah sering muntah akibat batuk-batuk asmanya, yang kadang menelan korban jiwa, jika genangan air dikolam raksasa (laut/samudera) mulai dikuras dan dikeluarkan dari tempatnya oleh Si Empunya (Allah swt), jika kemaksiatan sudah menjadi tradisi yang tidak ditakuti, jika minuman keras sudah menjadi suguhan tiap acara seremonial, jika pergaulan laki-perempuan sudah tak ada batas, jika semua itu sudah nyata di mata, maka Sang Sutradara pun tidak segan-segan untuk mengahiri sandiwaraNya untuk episode dunia, yang kemudian berpindah pada episode selanjutnya”. Kalau sandiwara sudah mau berahir, kira-kira apa yang akan kita dapatkan nanti pada episode berikutnya (aherat)? Kira-kira apa peran kita dalam episode berikut? Masih berkenankah Sang Sutradara menempatkan kita pada peranan yang terlintas dalam asa?

    Kita semua tidak akan bisa menjawabnya dengan pasti. Hanya saja dalam ikrar pertama sebelum kita menjadi pemeran dalam sandiwara dunia, Sang Sutradara telah menjelaskan pada kita bagaimana caranya untuk bisa menjadi Pemeran yang baik, bagaimana caranya untuk bisa terus meningkatkan karir kita dalam sandiwara ini, semuanya telah ditunjukkan oleh Sang Sutradara dalam buku scenario suciNya (Al Qur’an). Di mana jika kita beracting seseuai dengan scenario yang tertulis di dalamnya, maka pada episode berikutnya sangat memungkinkan sekali kita akan mendapat peranan yang layak. Dan setiap episode dari masing-masing sandiwara telah ditetapkan oleh Sang Sutradara (Allah) dalam scenario taqdirNya yang tidak bisa diketahui oleh pemeran biasa. Semuanya mengikuti taqdirNya.

    Sebagaimana yang dialami oleh Awy saat ia kebingungan mengenahi suratan hidupnya. Saat itu, Awy duduk di bangku ahir tingkat menengah atas di sebuah yayasan pendidikan agama (pesantren).

    Pada awal tahunnya, ia tidak begitu berpikir jauh. Ia hanya berpikir pada yang ada di depan matanya. Saat itu ia dipercaya oleh dewan kepengurusan yayasan untuk memegang kebendaharaan pusat utuk yayasan dan koperasi local. Jadi hari-harinya haya sibuk memikirkan tugas yang amanatkan padanya. Di samping itu ia juga hampir setiap hari dimintai menemani belajar putera-puteri sang Direktur yayasan. Pagi sekolah, pulang sekolah langsung masuk ke koperasi dan malam harinya masuk ke rumah sang Direktur untuk anak-anaknya tadi.

    Dari hari ke hari, kehidupan Awy dijalani dengan menjalankan amanat-amant tersebut. Hingga sama sekali tidak terlintas dalam benaknya untuk memkirkan bagaimana masa depannya nanti.
    Setengah tahun dilalui dengan aman, tentram damai nan sentosa. Hingga suatu hari, tiba-tiba Awy tampak murung, muka pucat, tubuhnya lunglai, pikirannya kalut, sampai-sampai ia batuk dan mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Namun, demikian itu tidak seorang pun dari temannya yang tahu, karena itu terjadi waktu jam istirahat siang. Awy, berusaha menutupi kegelisahan hatinya yang selalu dihantui pikiran-pikiran yang menyusup pada otaknya.

    Tiba-tiba ia berpikir keras tentang masa depannya. Mungkin karena ia meliht usianya yang sudah lumayan dewasa, namun ia belum mempunyai bekal sedikit pun untuk meniti masa depan rumah tangganya. Sedangkan ijazah dari pesantrennya tidak mungkin bisa dipakai untuk pegangan dalam mencari bekal tadi. Ia selalu berpikir bagaimana nanti masa depannya? Ia merasa dirinya lahir dari kalangan keluarga yang sangat sederhana, tak punya banyak harta. Di usia yang mendekati masa-masa hidup di rumah tangga, ia masih duduk di bangku sekolah. Setelah lulus dari pesantren, tidak mungkin ia akan melanjutkan sekolah lainnya, karena tidak ada biaya. Benar-benar kacau pikiran Awy waktu itu.

    Ia sudah berusaha keras menghalau datangnya pikiran tersebut selalu saja gagal. Semakin hari pikiran itu semakin mengental di kepalanya, hingga sampai-sampai dirasa kepalanya akan pecah. Ia berusaha menyibukkan dirinya dengan berbagai aktifitas, namun tetap saja, tidak bisa.
    Ahirnya, suatu hari Awy mencoba merenungi ayat-ayat suci Al Quran yang dibacanya hampir tiap hari selesai shalat dhuhur. Saat itu ia membaca ayat “Qulillahumma Maalikal Mulki, Tu’til Mulka Man Tastaa’, wa Tanzi’ul Mulka Mimman Tasya’, wa Tu’izzu Man Tasya’, wa Tudzillu Man Tasya’, Biyadikal Khoir ….(sampai) wa Tarzuqu Man Tasyaa’u Bighoiri Hisaab”.

    Ia baca berulang-ulang ayat tersebut. Ia resapi maknanya, ia renungi kandungannya, “Katakanlah….Ya Allah, Rajanya para raja, Engkau berikan kekuasaan pada orang yang Engkau kehendaki, Engkau cabut kekuasaan itu dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Semua kebaikan ada dalam genggamanMu……dan Engkau akan memberi rejeki dengan tanpa hisab pada orang yang Engkau kehendaki” .

    Dengan merenungi ayat tersebut, ia bisa menemukan jawaban dari pikiran-pikiran yang selalu menghantuinya. Ia mulai bisa mahami arti hidup ini dengan landasab bahwa semua scenario kehidupan di dunia yang fana ini telah diatur dan ditetapkan oleh Allah swt sejak sebelum adanya alam semesta. Ia tidak akan membiarkan hambanya tersia-siakan dalam hidupnya, terlebih hambanya yang bertaqwa. Kehidupan hamba yang bertaqwa baik di dunia maupun di aherat akan dijamin oleh Allah swt “Wa Man Yattaqillaha, Yaj’al Lahuu Makhrojan, wa yarzuqhu Min Khaitsu Laa Yahtasib”. Dan karena Allah swt tidak akan membebani hambanya dengan amanat yang diluar kemampuannya, Awy berpikir segala sesuatu yang ada di depan mata-apapun bentuk dan permasalahannya- akan ia hadapi dengan penuh keyakinan bahwa jika hal itu memang tugasnya, atau kewajibannya, ia yakin akan bisa menjalankannya dengan baik. Hingga ahirnya, Awy dapat meneruskan hidupnya dengan penuh ketenangan dan kesabaran. Dan ahirnya ia bisa melanjutkan studynya di perguruan tinggi Malang tanpa ada perencanaan sebelumnya. Ia selalu berjalan mengalir apa adanya. Ia berperinsip “Man Yanshur, Yunshar” (barang siapa yang menolong, akan ditolong). Itu ia sandarkan pada hadis Nabi saw “Wallahu fii ‘Aunil 'Abdi Maa Kaanal Abdu fii ‘Auni Akhihi” (Allah slalu menolong hambaNya selama ia mau menolong saudaranya)..

0 comments:

Leave a Reply

Monggo dikomentari ...