• CINTA SANTRI

    CINTA SANTRI

    By: Hannalexa


    " Malam ini adalah malam terakhir kebersamaan kita, setelah itu akan ada malam-malam berikutnya dimana hanya ada sepi yang setia menemani kita " sang pria berkata pada kekasihnya yang mulai basah kedua pipinya. Dinding pembatas asrama santri putra dan santri putri itulah yang menjadi saksi keberadaan mereka pada malam itu. Rupanya malam itu adalah malam perpisahan bagi mereka, setelah 2 tahun mereka memilih untuk back street dari pengurus. " de'….., percayalah, walau pun ada jarak yang memisahkan kita. Hatiku tetap utukmu aku takkan pernah berubah layaknya alif maksuroh yang tak bisa menerima harokat dalam berbagai keadaan". Mata gadis itu pun mulai menatap dan mencari pembenaran di setiap garis wajah kekasihnya itu. Dan berkata " kak….,aku takut suatu ketika kamu menjadi alif layyinah, ketika kau menemukan gadis lain yang membuatmu bahagia, merasa cocok dan nyaman dengannya. Dan seketika itu kau akan membuka hatimu untuk gadis itu. Ah….andai saja kau itu adalah mubtada' dan aku khobarnya atau kau adalah fi'il dan aku adalah fai'lnya pasti kita akan selalu bersama-sama. Dimana ada dirimu pasti ada diriku, kita akan selalu bersama-sama, belajar bersama, sedih bersama, bahagia bersama." "de'….aku akan tetap menjadi mubtada' dan kau khobarnya, aku senang menjadi fiil dan kau failnya, hanya saja dalam keadaan tertentu kita tidak selalu berdampingan kan,,,? Kadang aku pergi, begitu pula terkadang kau yang pergi. Tapi pada hakikatnya kita saling berhubungan dan tak bisa dipisahkan. Kau harus mengerti, segala sesuatu yang kita inginkan tak selamanya berjalan dengan mulus." Badrus berusa menyakinkan.


    Keheningan malam mulai merayapi keduanya, hanya mata yang beradu menggantikan kata. Pondok pesantren Roudlotut Tholibien Rembang kehilangan hiruk pikuknya, tak ada lagi santri yang mendendangkan nadzom alfiyah, imrithi, ataupun nderes kitab yang telah diajarkan oleh kyai. Ditinggalkan para santrinya yang sedang pulang kerumah masing-masing karena liburan akhir tahun atau akhir assannah. Yang tinggal hanyalah santri yang berasal dari luar kota Rembang. Diantaranya adalah Rufaidah dan Badrus. Rufaidah berasal dari Jakarta sedangkan badrus berasal dari Malang, keduanya telah menjalin hubungan semenjak kelas 2 SMA dan kini waktunya perpisahan, karena Badrus akan melanjutkan kuliah ke universitas al-azhar Kairo, sedangkan Rufaidah telah mendapatkan beasiswa di UGM Jogjakarta.


    " Kak…..( Rufaidah mencoba menghenyakkan kesunyian setelah lama mereka berdiam) aku tidak ingin karena jarak yang memisahkan kita, dan jarangnya komunikasi akan merusak hubungan yang telah kita jalini ini, karena gelisah dan rindu akan menimbulkan kecurigaan dihatimu pada diriku. Kecurigaanmu itu bagiku seperti inna wa akhowatha yang merusak mubtada (isim inna) yang tadinya marfu' menjadi manshub. Dan aku pun tak memunkiri hari-hariku akan didera kecurigaan dan perasaan was-was padamu, aku tak yakin hatiku akan tetap memihakmu jika kecurigaan itu selalu menghantuiku. Seperti apa yang dilakukan oleh kana wa akhowatuha, merusak khobar mubtada (khobar kana) yang tadinya marfu' menjadi mansub. Dan akhirnya kita saling mencurigai, dan tak ada lagi kepercayaan dihati kita masing-masing. Membiarkan kecurigaan mengrogoti hubungan ini sampai akhirnya tak ada yang tersisa walau secuil harapan. Seperti dzonna wa akhowatuha yang benar2 merusak a'malnya mubtada dan khobar." Badrus hanya terdiam mendengar penuturan gadis yang menjadi kekasihnya itu. " Kak…., aku gak mau nasibku seperti huruf illat yang sering dibuang dalam sebuah kalimat kalau sudah tidak dibutuhkan. Kak….aku takut sekali ketika sesampainya kau di Mesir, ketika ketidak tahuanmu akanku membuatku majhul di matamu dan fikiranmu, membuatmu lupa akanku dan kenangan2 kita selama di Rembang. Apakah aku harus rela ketika ada seorang gadis menggantikan kedudukanku di dalam hatimu? Aku tidak yakin kau akan tetap menjadi alif maksuroh dalam kesepianmu, itu pasti akan membuatmu menderita."


    Badrus bingung, bagaimana dia harus menenangkan hati kekasihnya yang sedang dilanda keraguan itu. Dia tidak bisa memberikan harapan dan janji terlalu banyak, untuk sekedar menenangkan hati kekasihnya itu. Dia takut suatu saat tidak dapat menepati janjinya pada Rufaidah. Dia tidak mau Rufaidan kecewa dan akhirnya membenci dirinya. " de'…..aku gak tahu apakah imam sibawaih pernah pacaran atau tidak, kalau saja beliau pernah pacaran, mungkin saja ada I'rob yang dapat menjelaskan hubungan kita sekarang". Keduanya hanya tertawa, kencan terakhir ini menjadi arena perdebatan nahwu sekenanya. " emmm… sayangnya di Alfiyah Ibnu Malik gak ada bab hubbun wa akhowatuha ya kak… ". Badrus hanya tertawa mendengar perkataan rufaidah yang diselingi tawa renyahnya. Malam itu Badrus ingin benar2 menikmati wajah kekasihnya untuk yang terakhir kalinya, sampai benar2 melekat di dalam hatinya. Karena seminggu lagi, badrus akan berangkat ke Mesir.


    Bagi Rufaidah, badrus tidak hanya sekedar pacar. Baginya badrus seperti kakak kandungnya, tempat dimana Rufaidah menumpahkan segala permasalahan yang dia sedang hadapi. Menurut Rufaidah Badrus cukup dewasa untuk menjadi seorang kakak dan sangat romantis untuk ukuran seorang pacar yang nota benenya adalah santri salaf . Hati Rufaidah sangat bangga sekaligus sedih, ketika mendengar Badrus lulus ujian masuk universitas al azhar Kairo. Rufaidah selalu menenangkan hati bahwa kepergian Badrus adalah untuk menuntut ilmu demi mencapai cita-citanya yaitu mengabdikan diri sepenuh hati untuk pondok pesantren tempat ia menimba ilmu agama selama ini. Yang Rufaidah punya hanyalah doa, semoga Allah mengabadikan kisah cintanya bersama Badrus. Sehingga darinya dan Badrus akan lahir buah cinta yang sholih dan sholihah. Dengan doa dan usaha sedaya-dayanya. Jika semuanya menjadi lebih baik, menjadi kerinduan dan cinta yang terang, menjadi kecewa yang ikhlas. Dan kesedihan yang kita relakan untuk menjadi tegar dalam langkah-langkah kita yang tegap dan lurus. Tetap di jalanNya.


    Pada malam itu, tak lupa Badrus memberikan lembaran foto copy yang telah dijilid rapih. Lembaran itu adalah ungkapan perasaannya selama ini terhadap Rufaidah. Lembaran itu adalah risalatul hub dalam bentuk syi'ir berbahasa Indonesia maupun bahasa arab. Risalah itu ia namai rufaidati fil laylatil badri. Kemudian keduanya pun pulang ke pondok masing-masing, membawa hati penuh harapan, cinta dan ketakutan akan sebuah perpisahan.


    My room…….19-11-07

0 comments:

Leave a Reply

Monggo dikomentari ...