• ZAKAT & EKSISTENSINYA

    ZAKAT & EKSISTENSINYA

    DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

    By: Anas Mas’udi

    Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima'iyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan (Yusuf Qordhowi, Al Ibadah, 1993) baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ummat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun Islam yang lima, seperti yg diungkapkan hadits nabi (Islam didirikan atas lima dasar, dua kalimat syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji). Secara otomatis adanya zakat merupakan bagian mutlak dari keislaman (Ali Yafie, Fiqh Sosial, 1994).

    Zakat merupakan rukun Islam ketiga setelah shalat, terletak di tengah-tengah antara lima rukun Islam yang lain, didahului dengan syahadah dan shalat, lalu diikuti dengan puasa dan menuaikan haji bagi mereka yang berkemampuan, sebagai rukun terakhir.

    Apabila diteliti, kita mendapati bahwa zakat berbeda dari rukun-rukun Islam yang lain. Kesemua rukun Islam merupakan amalan ta’abudiyah kepada Allah. Akan tetapi, kita lihat, zakat tidak hanya berhubungan dengan Allah (habluminallah), tetapi juga berhubungan dengan manusia (habluminannaas) secara langsung.

    Zakat merupakan rukun istimewa yang Allah turunkan dan tetapkan sebagai rukun Islam yang menyentuh secara langsung tentang penghidupan atau ekonomi umat Islam. Inilah satu-satunya amalan ibadah yang Allah wajibkan dan tetapkan sebagai rukun Islam.

    Zakat memiliki kontribusi dan peran besar dalam dakwah dan jihad yang mutlak membutuhkan harta. Urgensi keterkaitan antara dakwah dan harta, tercermin secara implisit di dalam Al-Qur`an, tatkala menyebutkan batas pengorbanan seorang muslim kepada Islam.

    Umumnya, kata "amwal" (harta) selalu diiringi dengan kata "anfus" (jiwa). “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, jiwa dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka....” (QS At-Taubah[9]: 111). Dari sini, tampaknya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa zakat merupakan sebuah kewajiban yang memiliki efek peran integral, meliputi pembinaan pribadi, keluarga, masyarakat, dan negara.

    Jika dikatakan "Shalat itu tiang agama", yang mungkin lebih condong artinya pada "shalat sebagai tiang agama dari sisi hablun minallah", maka dalam zakat pun mungkin bias dikatan juga "zakat itu tiang agama" dari sisi hablun minannas-nya.

    Jika shalat dikatakan tiang agama, maka zakat bisa dikatakan benteng agama. Dengan shalat, Islam tegak dan ikatan sesama muslim bisa jadi erat. Dengan zakat, Islam kuat dan sesama muslim bisa saling bersahabat.

    Di dalam Al Qu'ran terdapat kurang lebih 27 ayat yang mensejajarkan shalat dengan kewajiban zakat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama akan tetapi dalam ayat berbeda, yaitu surat Al-Mukminun ayat 2: (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dengan ayat 4: dan orang-orang yang menunaikan zakat,. (Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, 1973.)

    Definisi Zakat

    I. Menurut Bahasa (lughoh)

    Dari asal kata “zakkaa - yuzakkii - tazkiyatan - zakaatan” yang berarti :
    1. Thoharoh (membersihkan/mensucikan). Zakat disebut thaharah (menyucikan) karena zakan bias menyucikan jiwa.

    خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ


    Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Attaubah: 103)

    Maksudnya:

    [1]. Zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda

    [2]. Zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

    2. Namaa’ wa ziyadah (tumbuh /berkembang dan tambah). Zakat disebut nama' wa ziyadah, karena zakat bisa menumbuh-kembangkan harta pemiliknya.

    يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276)

    Firman Allah Ta’ala (yang artinya): "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa" (Al-Baqarah:276)

    Maksudnya:

    [1]. Memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
    [2]. Orang-orang selalu berbuat dosa ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya

    3. Barokah wa madah (berkah dan pujian). Zakat disebut barakah dan pujian karena ia bisa mendatangkan keduanya.

    II. Makna Istilah (terminology) dalam Hukum Islam (syariat)

    Di sana banyak definisi tentang zakat. Namun, jika dicermati dengan teliti, intinya sama arti dan maksudnya. Mungkin bisa diambil contoh beberapa definisi sebagia berikut:

    1. Zakat adalah kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.
    2. Zakat adalah memberikan sebagian dari harta yang sejenis yang sudah sampai nishob, sampai setahun dan diberikan kepada orang fakir dan semisalnya..
    3. Zakat adalah suatu hak dari harta kekayaan seseorang yg wajib diberikan pada delapan golongan yg termaktub dalam Alqur'an dengan syarat-syarat tertentu.

    Sementara pengertian infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dll. Infak sunnah di antaranya, infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam, infak kemanusiaan, dll. Terkait dengan infak ini Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang berinfak, gantinya. Dan berkata yang lain : "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran".

    Adapun Shadaqoh dapat bermakna infak, zakat dan kabaikan non materi. Dalam hadits Rasulullah SAW memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershadaqoh dengan hartanya, beliau bersabda : "Setiap tasbih adalah shadaqoh, setiap takbir shadaqoh, setiap tahmid shadaqoh, setiap tahlil shadaqoh, amar ma'ruf shadaqoh, nahi munkar shadaqoh dan menyalurkan syahwatnya pada istri shadaqoh". Dan shadaqoh adalah ungkapan kejujuran ( shiddiq ) iman seseorang.

    Sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.

    Dari sini bisa dikatakan bahwa shadaqoh mempunyai arti yang luas. Ia mencakup zakat, infaq, amal sholih dll. Dengan kata lain, shodaqoh merupakan pemberian materi dan non materi. Sedangkan innfaq dan zakat merupakan pemberian yg berupa materi. Makna shodaqoh yg demikian bisa dipahami dari ayat tentang delapan golongan yg berhak menerima shodaqoh (QS. Attaubah: 60) . Di mana bentuk kata shodaqoh di sana berbentuk plural (jamak), yang berarti tidak hanya berarti zakat saja, tapi juga mencakup infaq dan sedekah lainnya. Dan juga hadis nabi saw tentang setiap kebaikan itu sedekah, "senyum kamu di hadapan temanmu adalah sedekah".

    Pernyataan Alqur'an terhadap zakat

    Al Qur'an menyatakan bahwa kesediaan berzakat di pandang sebagai:

    1. indikator utama kedudukan seseorang kepada ajaran Islam. Firman Allah: "Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang". (QS. 9: 5), dan "Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui". (QS. 9:11).

    2. sebagai tanda bagi orang yang mendapatkan kebahagiaan. Firman Allah: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat", (QS. 23: 1-4).

    3. perantara akan turunnya rahmat dan pertolongan Allah. FirmanNya: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS.9: 71), dan :" (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.". (QS. 22: 41).

    4. wujud dari tanggungjawab dan perhatian terhadap delapan golongan para mustahik (orang yang berhak mendapatkan zakat). Firman Allah: "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"...(QS.9:60) Mereka yang berhak menerima zakat ialah: 1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. Orang miskin: orang yang penghasilannya tidak mencukupi penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufassirin, ada yang berpendapat bahwa fi sabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

    5. pembersih, penyubur dan pengembang harta orang yg mengeluarkan zakat dan sebagai penyuci jiwanya (QS. 9:103 dan QS. 30:39).

    6. perwujudan iman kepada Allah SWT, dg mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup,. Selain itu, zakat juga bisa dijadikan sebagai neraca, guna menimbang kekuatan iman seorang mukmin serta tingkat kecintaannya yang tulus kepada Rabbul ‘izzati. Sebagai tabiatnya, jiwa manusia senantiasa dihiasi oleh rasa cinta kepada harta, sebagaimana firman Allah, Firman allah: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran:14)

    Sebaliknya, Al Qur'an dan hadits Nabi saw memeberkan peringatan keras terhadap orang yang enggan mengeluarkan zakat, berhak untuk diperangi (HR. Imam Bukhari dan Muslim dari sanadnya Ibnu Umar), harta bendanya akan hancur dirusak (HR. Imam Bazzar dan Baihaqi), dan apabila keengganan itu memasal, maka Allah SWT akan menurunkan ahzab Nya dalam bentuk kemarau yang panjang (HR. Imam Thabrani). Sedangkan di akhirat nanti, harta benda yang tidak dikeluarkannya akan menjadi azab bagi pemiliknya (QS. 9:34-35) dan HR. Imam Muslim dari sanadnya Jabir bin Abdullah. Karena itu Khalifah Abu Bakar Siddiq bertekad untuk memerangi orang yang mau shalat tetapi secara sadar dan sengaja enggan untuk berzakat (Sayid Sabiq, Fiqh Sunah, 1968). Abdullah bin mas'ud menyatakan bahwa, barang siapa yang melaksanakan shalat tetapi enggan melaksanakan zakat, maka tidak ada shalat baginya (abdul Qasim bin Salam, Al Amwaal, 1986).

    Di samping zakat, ada infaq dan shadaqah, yang keduanya merupakan bagian dari keimanan seseorang, artinya infaq dan shadaqah itu merupakan ciri utama orang yang benar keimanannya (QS. 8: 3-4), ciri utama orang yang bertaqwa (QS. 2: 3 dan QS. 9: 134), ciri mu'min yang mengharapkan balasan yang abadi dari Allah SWT (QS. 35: 29). Atas dasar itu, infaq dan shadaqah sangat dianjurkan dalam segala keadaan, sesuai dengan kemampuan (Qs 3: 134). Jika enggan berinfaq, maka sama halnya dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan (QS. 2: 195). Infaq dan shadaqah tidak ditentukan jumlahnya (bisa besar, kecil banyak atau sedikit) tidak ditentukan pula sasaran penggunannya, yaitu semua kebaikan yang diperintahkan ajaran Islam (QS. 2:213).

    Hikmah Zakat

    Banyak sekali hikmah yang tersimpan dalam pelaksaan zakat. Seumpama seluruh umat Islam yg berkemampuan dan sudah memenuhi syarat mau membayar zakat dan mentasharrufkannya dengan benar, niscaya kemiskinan dalam dunia Islam akan segera terentaska, bukan malah tertetaskan. Hikmah-hikmah tersebut antara lain:

    1. Menghindari kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin..

    2. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk

    3. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakant.

    4. Mengembangan potensi ummat

    5. Adanya dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam

    6. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhu'afa dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT

    7. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.

    8. Menjadi unsur penting dalam mewujudakan keseimbanagn dalam distribusi harta (sosial distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat

    9. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatn Wahidah (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan tanggung jawab bersama.

    10. Dapat menyucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu suasana ketenangan bathin akan tumbuh dan akan selalu melingkupi hat, karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, i.

    11. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah

    12. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis, yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin.

    Dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur.

    Selain itu, zakat juga merupakan ibadah yang memiliki nilai dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Allah SWT maupun hubungan sosial kemasyarakatan. Oleh karenanya, sebagai hamba Allah yg baik, berharaplah untuk menjadi pemberi zakat dan jangan sekali-kali berharap untuk menjadi penerima zakat. Wallahu a’lam bishshowab.

0 comments:

Leave a Reply