• DUNIA MEMANG MELELAHKAN


    Selepas imtihan niha’I (ujian ahir), aku niat mau refresh otakku dari panasnya terik muqorror (mata kuliah) yang telah menyelimutiku selama kurang-lebih satu bulan. Begitu ujian selesai aku langsung pergi keluar dari asrama mencari udara segar di madinah (kota) untuk menyegarkan otak kembali. Di sana aku bertemu seorang teman. Lantas ia bercerita mengenahi planning kehidupan yang akan dilewatinya.

    Ia adalah salah seorang mahasisiwa yang tengah duduk di bangku ahir kuliah. Ia bilang, aku punya azam baik setelah lulus kuliah dari sini (KDI). Aku punya rencana ingin segera menikah dengan seseorang yang senantiasa akan bersemayam di hatiku. Seorang gadis yang siap menerima aku apa adanya. Seorang gadis yang siap membantu perjuanganku dalam menegakkan ajaran-ajaran Allah swt. Seorang gadis yang senantiasa akan mendapat ridha Allah untuk menjadi pendamping hidup setiaku selama hayat di kandung badan hingga menghadap Sang Yang Agung kelak.

    Dari azam yang baik nan kuat itu, selepas imtihan aku langsung mondar-mandir ke sana dan ke mari guna mencari aktivitas yang bisa mendatangkan material. Setelah mondar-mandir, ahirnya aku bertemu dengan seorang yang aku pandang baik. Ia seorang bos dari pertokoan besar untuk perabitan rumah tangga. Ia adalah penduduk asli Negara di tempat aku belajar (negeri sahara).
    Aku tidak peduli apa aktivitas itu, yang penting halal dan dapat memberiku financial yang cukup untuk bekal melangkah ke depan guna mewujudkan azamku tadi. Setelah berkenalan dengan sang Boaa, ia menawri aku suatu aktivitas yang lumayan besar harapanku untuk berpijak pada hasil yang akan kudaat dari aktivitas tadi.

    Adalah aktivitas yang sama sekali belum pernah aku alami dan aku rasakan. Pasalnya aktivitas itu aku kerjakan di malam hari. Bukan hanya malam hari, bahkan dari sore sampai pagi. Demikian itu karena di mataku sudah terpenuhi dengan hangar-bingar ke-hijau-an duniawi.

    Suatu aktivitas yang sangat membutuhkan tenaga super extra. Sebenarnya, pada awalnya aku menolak tawaran dari boss tadi. Pasalnya aku tidak terbiasa begadang. Sedangkan aktivitas itu menuntut aku harus begadang. Namun, temanku sangat semanga dan antusias sekali menerima tawaran sang boss tadi. Ahirnya, kami pun menerima tawaran itu. Pasalnya sangan boss telah menjanjikan akan menghargai waktu kita yang diambil dengan nilai 10 LD/jam.

    Begitu sang boss menyebutkan nominal yang akan diberikan, otakku langsung bekerja cepat mengalkulasi jumlah yang akan aku dapat. Waktu itu sang boss menghendaki aku untuk memberikan waktu padanya selama 15 jam. Demikian itu mulai dari jam 7 sore sampai jam 10 pagi.

    Bisa dibayangkan bagaimana lelahnya aku saat itu. Beraktivitas selama kurang-lebih 15 jam tanpa ada istirahatnya. Di samping itu teman erat kedua tanganku dalam mengejawantahkan aktivitas tadi berasal dari mesin berat yang harus aku gerakkan dan aku angkat ke sana-sini. Penerimaanku atas tawaran itu, sekali lagi karena otakku telah terpenuhi oleh hijaunya dunia atau gambaran pahlwan Sahara Umar Mukhtar. Jika sang boss menghargai satu jam senilai 10 dinar, berarti jika aku mengejakan aktivitas itu selama 15 jam, aku akan mendapatkan uang 150 dinar. Nominal itu hanya dalam satu hari. Jika selama satu bulan dengan nominal yang sama, atau minimal berkurang menjadi 8 dinar/hari, jika aku teruskan aktivitas itu selama satu bulan, aku akan dapat mengumpulkan dinar Umar Mukhtar senilai kurang-lebih 1000 dinar. Wah, bisa tergambar oleh otakku, jika aku pulang ke negeriku dengan membawa uang sejumlah itu, niscaya kedamaian hati untuk mewujudkan azamku tadi akan segera terwujud dengan mudah.

    Namun, ternyata semua prediksiku meleset dari kenyataan. Pasalnya, di hari pertama aku mulai beraktivitas dengan sang boss, aku sudah melanggar janji tidak menepati waktu. Yang kedua aku minta ijin pulang sebelum nyampai pada batas yang telah aku sepakati dengan sang boss. Pasalnya hari itu adalah hari pertama aku mencoba melakukan aktivitas yang sangat berat bagiku. Apalagi harus menuntut aku begadang penuh, bahkan sampai melewati pagi.

    Ahirnya, sampai sekarang pun aku tidak tahu apakah sang boss tadi akan menepati janji-janji yang telah ditawarkan ke aku atau tidak? Apakah ia akan terus meminta aku menemaninya dalam mengerjakan aktivitas-aktivitas tadi? Masa bodh dengan semua itu. Toh, urusan rejeki semuanya di tanga Tuhan. Namun aku harus berikhtiar. Aku sudah menghabiskan waktuku kurang-lebih 14 jam bersam sang boss, tapi dia sama sekali belum berikan hakku yang telah ia janjikan sampai sekarang (satu hari setelah selesai beraktivitas dengannya). Walaupun ia telah menelponku akan memberikan hakku pada malam hari setelaha beraktivitas di hari itu melalui salah seorang anak didiknya, ternyata ia menundanya sampai besok harinya. Entah besok harinya ia akan menepati janjinya atau tidak, aku serahkan semuanya pada Allah swt Sang Pengtur rejeki. Semoga saja ia akan mengbulkan janji-janjinya padaku besok.

    Begitulah kawan ….. jerih-payah dalah menggali dunia dan mengejar bayangannya. Namanya juga bayangan, kamu tidak akan pernah dapat menemukan dan merasakan hakikat keberadaannya, kecuali jika kamu mendapat petunjuk dariNya. Dunia memang melelahkan bagi kita yang senantiasa mengejar-mengejarnya. Dunia ternyata melelahkan, jika kita berambisi meraihnya dengan tanpa memikirkan dampak psitif-negatifnya.

    Benar kata seorang penyair yang menggambarkan keberadaan dunia seperti bangkai dan orang yang merindukannya seerti anjing-anjing yang menggonggong kelaparan. Penyair lainnya bersenandung tentang dunia seraya berkata:
    “Dunia adalah suatu yang sangat sedikit (nilainya). Orang yang merindukannya adalah orang-orang yang lebih hina dari perkara yang hina. Dunia bisa membuat mata buta dan telinga menjadi tuli……”

0 comments:

Leave a Reply

Monggo dikomentari ...