• TUHAN BERKEPALA BESAR



    Suasana xampus yang selama xurang-lebih tiga minggu tampax hening, sexarang tampax ramai xembali. Pasalnya selama tiga mingga yg baru saja lewat itu semua mahasiswa pada sibux menggeluti buxu-buxu muqorror yang begitu numpux dan membixin xepala jadi pusing tujuh xeliling xarena ternyata di perxuliahan yg xelasnya sudah level internasional ini xebanyaxan dosennya masih suxa mengharapxan jawaban text boox. Sebuah metode pengajaran yang tidak layak dipakai untuk mengajar tingkat perguruan tinggi. Sebuah metode klasik yang di Indonesia banyak dipakai di tingkatan SD. Padahal ini sudah di tingxatan perguruan tinggi apalagi level internasional.

    Hal tersebut membuat para mahasiswa harus mempunyai kekuatan extra dalam memeras otaxnya hingga xeluar xeringat. Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, dari pagi-siang-sore-malam, merexa harus membolax-balix buxu muqorrornya yg belum bisa merexa xetahui mana di antara maudhu' yg ada yang diperxiraxan axan xeluar di ujian. Banyax di antara merexa yang jatuh saxit selepas ujian. Pasalnya pada tengah-tengah ujian merexa jarang tidur malam. Maxanpun xadang terlupaxan demi mencapai target nilai yang canangxan. Perihal ujian memang sangat besar pengaruhnya dalam merubah suasana xampus selama tiga minggu xemarin. Bahxan ada d antara merexa yang sampai seolah-olah tidax mengenal teman sexelilngnya. Pasalnya sampai jalan xeluar bilixpun otax merexa disibuxxan dengan hafalan-hafalannya, hingga saat teman lewat pun tidax sempat saling tegur-sapa. Benar-benar suasana xampus berubah saat itu.

    Ada salah seorang mahasiswa Indonesia yang suxa iseng buat tulisan sajax Arab dengan menggunaxan gaya iqtibas (tiruan gaya tulis) dari al Qur'an tentang imtihan. Dia menggambarxan mahasiswa yang tengah menghadapi ujian –lebih-lebih merexa yang tengah dudux di tahun dua dan tahun empat- seperti halnya seorang prajurit yang hendax bertempur xe medan perang. Ia harus menyiapxan semua persenjataan yg dipunyai sebelum benar-benar berada dalam medan peperangan. Begini bunyi sajax Arab itu …….


    الامتحانُ

    و ما أدراك ما الامتحانْ ...؟

    يوم يكون النّاسُ كالفرسانْ

    يستعدّون لمعركة في الميدانْ

    و يكون المرءُ ناسيا من الإخوانْ

    فمَن كثـُر جهدُه فنجاحُه على الضّمانْ

    و يكون به مسرورا و فرحانْ

    و مَن تكاسلَ فيه فقد يكون به خسرانْ

    و يختفي من فؤاده الاطمئنانْ
    فيصبح به حَيْرانْ

    فطُوْبى لِمَن بذل جُهْدَه للامتحانْ

    و خُسْرى لِمَن يقابلُ الامتحانَ كسلانْ


    Imtihan …

    Tahukah kamu apa itu imtihan …?

    (Adalah) suatu hari (di mana) orang-orang seperti (kondisi) prajurit peperangan …

    Mereka menyiapakan diri (untuk berangkat) perang ke medan peperangan …

    Dan (saat itu) seseorang akan terlupakan dari kawan …

    Lantas siapa saja yang benar-benar bersemangat, kelulusannya dalam tanggungan …

    Dan dengannya ia akan senang penuh kebahagiaan …

    Namun, siapa saja yang bermalas-malasan dalam ujian, ia kan tertimpa kerugian …

    Dan hatinya tidak lagi diliputi ketenangan …

    Lantas ia kan semakin kebingungan …

    Maka, benar-benar beruntung bagi dia yang telah mengerahkan semangat demi imtihan …

    Dan benar-benar merugi bagi yang bermalas-malasan dalam menghadapi imtihan …
    Demikianlah mahasiswa tadi mencoba menggoreskan tinta dalam penggambaran suasana imtihan di kampus Kuliah Dakwah Islamiah (KDI) tempat ia mengarungi dunia keilmuannya.

    Tidak beda dari mahasiswa lainnya, sang penulis sajak imtihan itupun mengalami situasa yang sama. Namun bedanya, sebulan sebelum imtihan ia telah berusaha meresum semua mata kuliahnya yang ada 13 itu selama satu tahun ini. Hingga hanya dia yang terlihat lebih santai di saat ujian tiba dibanding mahasiswa-mahasiswa lainnya.

    Hari-hari dalam ujian yang memakan waktu kurang-lebih selama tiga minggu dapat ia lalui dengan santai dan tanpa ada hambatan yang berarti. Hari pertama untuk mata kulia Ekonomi Islam yang ia anggap baru bagi dirinya pun dapat dikerjakan dengan penuh ketenangan dan santai. Begitu juga hari kedua dan seterusnya sampai hari terahir dapat ia lalui dengan lancer. Walaupun di sana ada beberapa kerikil-kerikil kecil yang melintas dalam menjawab ujian, ia tetap tampak tenang karena kerikil-kerikil itu tidak akan berpengaruh besar pada hasil ujiannya nanti.

    Ada pengalaman yang menarik dan ia anggap lucu saat melewati hari-hari ujian itu. Pada hari Ahad, minggu kedua dari jadwal ujian, ia ada ujian mata kuliah Perbandingan Agama. Mata kuliah ini sebenarnya telah ia mulai setahun sebelumnya. Namun, ia belum mersa puas dengan apa yang didapatkan dari mata kuliah ini. Pasalnya mata kuliah ini ternyata tidak jauh beda dengan mata kuliah Aqidah Islamiah. Buku acuannya saja untuk dua mata kuliah tadi sama-sama menggunakan "Al Aqidah bain al Wahyi wa al Ilm wa al Falsafah", salah satu karya seorang Profesor yang baru saja wafat beberapa bulan yang lalu.
    Baru tahun sekarang (tahun empat; tahun ahir), dosen pengajar mata kuliah Perbandingan Agama menyodorkan buku lain yang berjudul "Al Asfar al Muqaddasah". Namun, buku ini pun tidak jauh beda dari buku yang ia pelajari setahun sebelemunya. Hanya saja bedanya adalah buku "Al Aqidah" tadi lebih banyak mempelajari aqidah dalam Islam dan perpecahan pengikutnya dan menyinggung sedikit aqidah yang terdapat dalam "Al Ktab" atau "Bibel" yang dijadikan rujukan oleh orang-orang Yahudi dan Kristiani dalam aqidahnya. Sedangkan buku "Al Asfar" tadi lebih banyak mengupas kepalsuan kandungan "Al Kitab" dan sedikit menyinggung beberapa persamaam dan perbedaan antara aqidah "Al Kitab" dan aqidah "Al Qur'an". Hingga pada tahun ini, sang penulis sajak Arab tadi hanya mempelajari aqidah-aqidah yang ada dalam "Al Kitab" tadi, kususnya yang terdapat dalam kitab "Taurat" dan anak turunnya (Talmud). Sebuah kitab suci bagi bangsa Yahudi.

    Nah, dalam mempelajari ulang mata kuliah inilah, ia mendapatkan suatu hal yang lucu dalam aqidah mereka. Bagaimana tidak? Pasalnya dalam buku yang ia baca itu (Al Asfar al Muqaddasah) mengatakan : disebutkan dalam buku kejadian lama bahwa "Allah mempunyai beberapa anak laki-laki yang gagah perkasa. Lantas mereka memperhatikan kehidupan penghuni bumi. Saat itu mereka pada terpesona oleh kecantikan wanita-wanita pribumi. Ahirnya mereka minta ijin bapaknya (Allah) untuk turun ke bumi guna mengawini wanita-wanita cantik bumi yang mereka. Mereka pun ahirnya kawin dengan wanita-wanita tadi dan dikarunia keturunan yang rupawan semua. Mereka adalah para Raja Diktator yang hidup sebelum masa "banjir topan" Nabi Nuh as. Bagaimana mungkin Tuhan beranak-pinak seperti manusia? Jika demikian, pantaskah ia disembah?

    Paragraf berikutnya menceritakan bahwa "tiga sosok yang datang pada Nabi Ibrahim as dalam kisah pembasmian negeri "Sodom" dan "Gemara" adalah dua Malaikat dan Allah. Kemudian mereka disuguhi hidangan istimewa oleh Nabi Ibrahim as dengan memberikan panggangan anak sapi yang renyah dan sedap disantap. Kemudian mereka bertiga (termasuk Allah) makan hidangan tersebut di bawah sebuah pohon dekat perkemahan Nabi Ibrahim as. Kemudian Allah memberkainya dengan berjanji akan memberikan keturunan yang mulia lewat isterinya (Sarah) pada tahun berikutnya di hari yang sama". Bagaimana Tuhan akan mampu memberi makan hambanya jika ia sendiri masih membutuhkan makanan? Pantaskah ia ditaati?

    Paragraph selanjutnya berkata bahwa "suatu malam Nabi Ya'qub as bertemu dengan Allah (Yahudi). Mereka berdua lantas mendsikusikan suatu perkara hingga fajar datang. Selama berdiskusi Allah tidak mampu mengalahkan Ya'kub as. Ahirnya ia memukul paha Ya'kub yang kemudian membuat pahanya tersingkap terlihat oleh mata. Karena merasa kejenuhannya telah sampai pada puncaknya dan ajarpun telah terbit, Allah minta ke Nabi Ya'kub untuk menghentikan diskusinya dan membiarkan Allah pulang kembali ke rumahnya. Namun, Ya'qub tidak mengijinkan Ia pulang sebelum Ia memberkahi Ya'qub. Allah pun menerima syarat itu dan memberkahi Ya'qub. Kemudian Allah bertanya pada Ya'qub, siapa namamu? Dijawab: namaku Ya'qub. Kemudian Allah berkata padanya: mulai sekarang kamu tidak akan pernah dipanggil Ya'qub, tetapi namamu sekarang adalah Isra'l, karena kamu pernah mengalahkan Allah dalam suatu diskusi. Kemudian Allah kembali pulang ke langit".
    Kalau Allah mau diajak diskusi oleh manusia dan apalagi sempat kalah dalam diskusinya itu, berarti manusia tadi lebih pandai dan lebih hebat dari Allah. Kalau demikian kenapa tidak menyembah manusia tadi? Sungguh bodoh mereka yang menyembah Allah seperti gambaran di atas.

    Seorang pemikir Muslim, Ibn Hazm pernah menyitir kandungan kitab "Talmud", chapter "Tomas" dalam karyanya yang berjudul "Al Fashl fi al Milal wa al Hawa' wa al Nihal" bahwa "Tuhan Sang Pencipta mereka itu berdahi lebar dan berkepala besar. Jarak dari rambut sampai hidungnya berukuran 2.500 meter. Di kepalanya terdapat mahkota yang terbuat dari emas dan di jemarinya terdapat cincin yang menjadi sumber cahaya bagi matahari dan bintang-bintang di langit".

    Kalau dicermati dengan seksama tuhan mereka (orang Yahudi) itu menggambarkan kekayaan materialistik, kekayaan duniawi. Hal itu mungkin bias dilihat dalam faktanya. Di mana mereka cenderung mengadakan intervensi ke daerah-daerah terlarang bagi mereka (karena bukan haknya) kebanyakan dilatar-belakangi kepentingan ekonomi dan material.

    Dalam chapter lain dari Talmud disebutkan bahwa "Allah membagi waktunya di siang hari menjadi empat bagian. Tiga jam pertama ia gunakan untuk mempelajari syariatnya. Tiga jam kedua untuk mengatur ketetapan hukum antar sesame manusia. Tiga jam ketiga untuk mengatur kehidup semua makhluq dan tiga jam keempat ia gunaakn untuk bermain dengan ikan "khut" (sejenis ikan paus), seekor ikan yang sangat besar sekali, rongga tenggorokannya bias menampung semua ikan yang ada di alam raya. Adapun di malam hari, ia gunakan waktunya untuk mendiskusikan kitab Talmud (kitab suci orang yahudi) bersama para Malaikat dan raja syetan yang bertempat di langit kediaman Allah. Demikian Allah membagidan mengatur waktunya setiap hari.

    Namun, aturan itu menjadi berubah setelah Allah merealisasikan taqdirnya atas peristwia hancurnya "Haikal Sulaiman" dan terusirnya bangsa Yahudi dari negerinya. Setelah peristiwa tersebut Allah menyesal dan mengaku bersalah. Tidak semestinya ia menaqdirkan hancurnya "Haikal Sulaiman" dan terusirnya Yahudi dari negerinya. Lantas ia memberikan 3/4 waktunya di malam hari untuk menangis dan menyesali perbuatannya yang telah mentaqdirkan peristiwa tersebut di atas. Jika ia sedang menangis meneteskan dua tetes air matanya ke laut. Suaranya tetesan air mata it didengar oler semua penghuni alam raya. Saat itu terjadilah getaran yang dahsyat di laut dan bumi hingga terjadi gempa bumi dan tsunami. Dan di tengah-tengah tangisannya tu, Allah menyatakan penyesalannya seraya berkata: "Celaka bagiku yang telah menurunkan mandate untuk menghancurkan rumahku sendiri dengan membakar Haikal Sulaiman dan mengusir anak-anakku (Bani Isra'il) dari rumahnya".

    Kalau dicermati, sekilas tergambar bahwa Allah tuhan orang Yahudi itu masih bodoh. Terbukti ia masih perlu mempelajari syariatnya untuk makhluq, bahkan pernah kalah dalam diskusinya dengan Nabi Ya'qub. Lucunya, Allah Yahudi masih butuh bermain dengan ikan di laut. Ia butuh istirahat dan refreshing layaknya pekerja kantor yang membagi jam kerjannya menjadi empat waktu. Bagaimana mungkin Tuhan yang harus disembah dan ditaati, digambarkan oleh kitab Talmud seperti tersebut di atas? Pantas Tuhan seperti itu disembah? Seolah-olah itu hanyalah gambaran dari takhayul mereka yang mengharapkan kekayaan alam semesta akan berada dalam genggaman tangannya. Kenapa masyarakat awam mereka mau dibodohi oleh para rahibnya?

0 comments:

Leave a Reply

Monggo dikomentari ...