• Komentar Tentang Bid'ah dalam Artikel; Adakah Bid'ah Hasanah?


    Komentar Tentang Bid'ah dalam Artikel; 
    Reinterpretasi Bid'ah, 
    Adakah Bid'ah Hasanah?

    Menurutku artikel ini lumayan bagus, bahkan bisa saya katakan sesuai dg fikroh saya. Memang seperti itulah sebaiknya Bid'ah itu dipahami. Dalilnya pun juga sudah jelas. Kebanyakan Ulama syari'at pun membagi bid'ah menjadi dua seperti yg tertulis juga dalam artikel tersebut (artikel tentang bid'ah yang saya publikasikan sebelum ini). Namun di sana ada yg mengatakan bid'ah hasanah dan dhalalah, ada yg dg istilah bid'ah mahmdah dan bid'ah madzmumah.

    Kalau mau diteliti dan dicermati dengan seksama lagi, apa2 yg dicontohkan dalam artikel itu, yg dikatakan sbg bid'ah hasanah, itu merupakan bagian daripada "budaya", bukan bagian dari ibadah yg merupakan objek inti dari kajian "bid'ah". Katakanlah seperti pembukuan mushaf, adzan kedua sebelum khutbah jum'ah, jamaah tarawih sebulan penuh, pembukuan hadis dan kitab2 lain, saya lihat semua itu merupakan bagian budaya yg mereka ciptakan untuk menjaga "syari'at" yg telah diajarkan oleh baginda Rasul saw. Jika hal ini bisa ditrima, maka akan sesuai dg hadis yg juga ada dalam artikel di atas, "barang siapa yg membudayakan tradisi (sunnah) yg baik, dia akan mendapat pahalanya dan pahala orang yg mengikuti tradisi baik tsb ... dan sebaliknya ... (al hadis .. ).

    Demikianlah yg perlu kita pahami dg seksama dan yg perlu kita cermati, bahwa di sana ada perbedaan antara budaya dan agama (syari'at). Jika bid'ah itu dipahami sebagai ibadah/ajaran baru yg tdk ada pd zaman Rasul saw, maka setiap yg baru, jgn terburu diklaim sbg bid'ah terlebih dahulu, tp baiknya dicermati dan diteliti dg seksama terlebih dahulu. Jika ia termasuk suatu tradisi atau budaya, maka harus dilihat dg "kacamata akhlaq", kemudian dilihat dg "kacamata" syari'at, apakah ada dalil atau teks syar'i yg melarang tradisi or budaya tersebut, di samping melihat adanya manfaat atau mafsadah dalam tradisi or budaya tadi.

    Demikian sebagaimana Jibril mengajarkan agama pada para Sahabat Rasul saw di suatu hari, dalam sebuah hadis yg mutawatir (di mana diahir hadias rasul mengatakan; dia adalah Jibril, yg datang pada kalian (sahabat) utk mengajarkan agama kalian), di antaranya diriwayatkan oleh Umar bin al Khaththab tentang empat pertanyaan yg diajukan Jibril yg berwujud manusia (waktu itu) dg berpakaian serba putih.

    Empat pertanyaan tersebut adalah: 1. Ma al Islam (apakah Islam itu)?. 2. Ma al iman?. 3. Ma al ihsan. 4. mata al sa-'ah?. Dari empat pertanyaan ini, hanya tiga (tentang Islam, Iman dan Ihsan) yg bisa dijawab oleh Rasul saw. dengan tepat dan dibenarkan oleh Penanya (yakni Jibril). Sementara pertanyaan keempat, beliau tidak bisa mnjawabnya dg pasti kapan terjadinya dan mengatakannya dg bahasa diplomatis: "org yg ditanya tidak lah lebih tahu daripada org yg bertanya". Demikian itu menunjukkan bahwa Rasul saw pun, yg merupakan hamba paling dekat dg Rabbnya, tidak tahu dg pasti kapan hari kiamat itu akan terjadi. La qo' ahir2 ini banyak orang memprediksi terjadinya hari kiamat ... Apa bisa dipercaya ... ???

    Dari kisah dalam hadis tersebut pula, Islam -secara global- terbagi menjadi empat aspek, empat kajian,yakni aspek syari'at (dalam kandungan pertanyaan; ma al Islam), aspek aqidah (dalam kandungan pertanyaan; ma al Iman), aspek akhlaq (dalam kandungan pertanyaan; ma al ihsan) dan aspek keimanan terhadap alam ghaib (dalam kandungan pertanyaan; mata al sa-'ah). Sebenarnya yg keempat ini bisa dimasukkan dalam aspek kedua (aspek aqidah), hanya saja dalam hadis lebih ditekankan, dg penyebutan pertanyaan "mata al sa-'ah". Hal ini menunjukkan akan pentingnya perhatian terhadap masalah-masalah gaib yg kebanyakan orang sulit untuk mempercayainya atau mengimani keberadaannya, terlebih pada era sekarang ini, yg cenderung hanya menggunakan logika saja.

    Nah, dari keempatnya inilah semestinya setiap "hal yg baru" itu dilihat dan dicermati serta ditetapkan hukum keberadaanya. kita ambil contoh seperti pembukuan mushaf. Di sini kita lihat, pembukuan mushaf ini termasuk aspek yg mana. Katakanlah ia termasuk dalam aspek akhlaq (karena ia dianggap bagian dari budaya, dimana budaya timbul dari adanya interaksi antar sesama. Dan interaksi antar sesama merupakan kajian akhlaq), maka pembukuan mushaf harus dilihat dg "kacamata akhlaq", bagaimana akhlaq melihat pembukuan mushaf tsb, apakah ia membawa maslahat or madharrat pd umat? Jika membawa maslahat pada umat, kita lihat dari aspek syari'at (hukum), bagaimana syari'at melihat adanya pembukuan mushaf tadi, apakah ada dalil or teks syar'i yg melarang pembukuan mushaf tadi. Jika tidak ada larangan dan ternyata di sana ada maslahat bagi umat, maka budaya pembukuan mushaf dan buku2 Islam or keilmuan lainnya, bisa diterima dalam syari'at or agama.

    Demikianlah semestinya kita menyikapai setiap hal-hal yg baru muncul di tengah-tengah masyarakat kita, baik berupa bacaan, perbuatan atau keyakinan. Tidak boleh kita langsung mengklaim ini bid'ah, itu bid'ah, ini yg benar dan itu yg salah dg tanpa menelaah lebih dalam tentang kebenarannya terlebih dahulu. Hingga nantinya akan menimbulkan hasil hukum yg kurang (atau bahakan tidak) objektif. Inilah komentar saya untuk sementara atas artikel tentang bid'ah ini. Semoga saja bisa dipahami dengan mudah. Jika ada yg tidak sepaham or tidak bisa diterima, mohon disharingkan langsung di sini. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi bahan renungan yg positif dan menghasilkan yg positif.

    Anas El Malawi

0 comments:

Leave a Reply

Monggo dikomentari ...