• Menjawab Pertanyaan Seputar Ramadhan di FB

    Menjawab Pertanyaan Seputar Ramadhan di FB
    dari Ibu Iin Wibisono (Nur Alawiyyatul Hasanii)
    Anas Mas'udi

                Di sini saya mencoba menguraikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang pernah dilontarkan oleh bu Iin Wibisono di FB yang sempat saya baca. Jawaban ini sebatas apa yang saya pahami dari beberapa teks yang sempat saya baca dan pelajari. Jika ada kesalahan atau kekeliruan, mohon dikritik dan disharekan di sini juga. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara laian:

    1.      Apakah Rasulullah tetap shalat tahajjud dalam bulan Ramadhan.
    Jawab. Di sini perlu dipahami terlebih dahulu istilah "qiyam al lail". Dari sisi bahasa diartikan menjalankan ibadah (shalat sunnah) di malam hari. Sementara waktu malam adalah dari maghrib (atau isya') sampai fajar (subuh). Semua shalat2 sunnah selain sunnah rowatib (qobliyah dan ba'diyah) yg dikerjakan di malam hari bisa disebut dg qiyamullail. Shalat2 malam tsb yg kita kenal antara lain shalat Tarawih (kusus dalam bulan Ramadhan), shalat Witir dan shalat Tahajjud (keduanya bisa dikerjakan di dalam dan di luar Ramadhan).

    Jika shalat tarawih hanya bisa dikerjakan dalam bulan Ramadhan saja, berarti ia bukan shalat tahajjud, ia berbeda dengan shalat tahajjud, karena shalat tahajjud bisa dikerjakan setiap malam setiap hari sampai kapan pun juga.

    Sementara hadis shahih yg diriwayatkan 'Aisyah bahwa Rasul saw hanya shalat qiyamullail 11 rakaat dalam Ramadhan dan di luar Ramadhan, dipahami oleh ulama' bahwa itu hanya sebatas shalat malam (qiyamullail) yg pernah dilihat oleh 'Aisyah. Karena diriwayatkan dalam beberapa hadis bahwa berjamah dalam shalat tarawih dan witir di masjid selama bulan Ramadhan satu bulan penuh, mulai disyari'atkannya pada masa kepemimpinan Umar Ibn al Khaththab dengan jumlah 23 rakaat (20 rakaat tarawih dan 3 witir), seraya menyatakan: "inilah sebaik bid'ah".

    Dalam sejarah, penduduk Mekah dulu mengerjakan qiyamullail di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat. Sementara penduduk Madinah (di masa kepemimpinan Umar Ibn Abd. Aziz) mengerjakannya sebanyak 36 rakaat.   

    Adapun shalat witir itu merupakan jenis ibadah qiyamullail yg tersendiri. Rasul saw pernah barsabda dalam hadis yg dihukumi shahih, yg artinya : " jangan kamu melakukan shalat witir tiga rakaat (saja), hingga menyerupai jumlah rakaat shalat maghrib, tapi kerjakanlah shalat witir sejumlah lima, tujuh, Sembilan, sebelas atau lebih banyak dari itu". (HR. Ibnu Hibban, Ibnu Elmundzir, al Hakim dan al Baihaqie).

    Di sisi lain diriwayatkan: "Sholat lail itu dua rakaat-dua raka'at, bila salah seorang di antara kalian merasa khawatir waktu subuhnya masuk, maka ia melaksanakan sholat witir satu raka'at, untuk menggenapkan sholat lail yang telah ia lakukan." [HR. Bukhari dan Muslim]

    Dari hadis tsb, ulama' menghukumi makruh jika witir hanya dikerjakan satu rakaat saja, sekalipun batas minimalnya satu rakaat. Sedangkan batas maksimalnya 11 rakaat atau lebih.
    Sedangkan shalat tahajjud bagi Rasul saw diposisikan seperti shalat fardhu lima waktu. Beliau tidak pernah meninggalkannya. Kalaupun terlewatkan karena ada udzur, beliau mengqodho'nya pada waktu siang harinya (biasanya di waktu dhuha; mulai dari seperempat jam setelah matahari terbit sampai 10 menit sebelum dhuhur).

    Rasul saw bersabda: " Puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam (Asyura) dan sholat yang paling afdhal setelah sholat fardhu adalah sholat lail ” [HR. Muslim]
    Dalam hadis lain disebutkan: “ Adalah Nabi melaksanakan sholat qiyamullail hingga kaki beliau bengkak. Aku bertanya kepadanya, mengapa engkau melakukan ini wahai Rasulullah, sedang dosa-dosamu yang lalu dan yang akan datang telah diampuni. Beliau menjawab: “Mengapa saya tidak menjadi hamba yang bersyukur (dengan sholat ini).” [HR. Bukhori dan Muslim]

    Dalam sikon lain beliau juga pernah berkata: " Allah turun ke langit dunia setiap malam, ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir. Allah Azza wa Jalla berfirman, 'Siapa yang berdoa kepadaKu akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepadaKu akan Aku berikan dan siapa yang beristigfar kepadaku Aku akan mengampuninya." [Muttafaq alaihi]

    Jadi, istilah qiyamullail itu lebih umum, yakni mencakup semua ibadah-ibadah shalat sunnah yang dikerjakan di malam hari selain sunnah rowatib (qobliyah dan ba'diyah), seperti: shalat tarawih, witir, tahajjud dll.

    Di sana ada yang berpendapat bahwa shalat witir adalah shalat "penutup malam" dan shalat tahajjud adalah shalat "pembuka malam". Dg kata lain, shalat witir biasa dilakukan sebelum tidur malam (jika dikwatirkan telat bangun sampai waktu subuh tiba. Jika yakin bisa bangun sebelum waktu subuh, sebaiknya dikerjakan setelah tidur, tapi setelah shalat tahajjud). Dan shalat tahajjud biasanya dikerjakan setelah bangun tidur, karena secara bahasa, kata "tahajjud" berarti "bangun dari tidur".  

    Mengenahi jumlah atau bilangan rakaat dalam qiyam al lail, di sini tidak perlu dipertentangkan, karena semua periwayatannya bisa diterima kebenarannya oleh ahlil ilm. Yg paling urgen adalah bagaimana kita bisa beristiqomah dalam mengerjakan qiyamullail, sekalipun hanya dua atau tiga rakaat saja dan selalu berusaha meningkatkan keikhlasan kita dalam setiap beramal dan beribadah. Wallahu A'lam bishshowab.

    2.      Bgmn hukumnya memberi makan minum org tdk berpuasa dlm bln Ramadhan (pekerja jalan).
    Jawab. Puasa dalam bulan Ramadhan adalah wajib bagi setiap Muslim yg sudah baligh (usia di mana seorang anak sudah pernah "mimpi dewasa" atau jika belum pernah "mimpi dewasa", ia sudah mencapai usia 15 tahun menurut tahun hijriyah). Jika meninggalkan kewajiban puasa dalam usia tersebut dg tanpa ada udzur syar'I (sakit, haid, nifas, melahirkan, bepergian dst), maka ia berdosa dan punya kewajiban mengqodho'nya (membayar puasa) di luar Ramadhan. Maka jika kita menemukan orang yg tidak berpuasa dg sifat2 seperti tsb di atas karena pekerjaannya, kita tidak boleh memberi makanan pada mereka waktu orang2 berpuasa. Karena itu secara tidak langsung –kuatir- akan dipahami oleh yang bersangkutan kalau tidak puasa karena pekerjaan itu diperbolehkan dalam agama. Padahal tidak demikian, kecuali dalam kondisi darurat (jika ia tdk bekerja, tdk ada nafkah buat menghidupi dirinya, anak dan isteri selama bulan Ramadhan) seseorang diperbolehkan tidak berpuasa karena pekerjaannya. Namun, soal memberi makanan pada mereka di siang hari, tetap tdk diperbolehkan, kecuali jika pekerja tersebut non muslim yg memang tampak sangat membutuhkan santunan, maka boleh memberikan makanan di siang hari pada mereka. Tp, dianjurkan utk mengkonsumsi makanannya secara sembunyi demi menghormati orang2 yg sedang berpuasa. Demikian itu karena Islam, mengajarkan utk menghormati dan menjaga jiwa setiap insan (baik muslim atau non muslim)  dari bahaya yg akan menimpanya. Wallahu A'lam bishshowab.

    3.      Bagaimana hukumnya jika imam tidak melakukan doa qunut akan tetapi makmum melakukannya atas kehendak sendiri. Apakah ini diizinkan?
    Jawab: Imam dalam shalat disebut matbu' (orang yg diikuti) dan makmum disebut tabi' (orang yg mengikuti). Makmum disebut " tabi' " karena ia berkewajiban mengikuti setiap gerak-gerik imam dalam shalatnya, kecuali jika imam salah atau lupa mengerjakan rukun shalat, maka makmum dianjurkan mengingatkan imam dg bacaan "subhanallah". Sedangkan imam disebut " matbu' " karena ia selalu menjadi panutan para makmum dalam setiap gerak-geriknya dalam shalat. Oleh karenanya dianjurkan mengangkat imam shalat dari orang yang paling paham agama di antara masyarakat yang ada di sekitarnya. Maka, jika makmum melakukan hal-hal dalam shalat dengan sendirinya, tanpa mengikuti gerakan imam (spt baca qunut sendiri di waktu imam tidak baca), bisa dihukumi batal shalatnya. Kecuali jika makmum niat mufaroqoh (niat putus berjamaah dg imam) atau mengerjakan rukun yg imam lupa mengerjakannya setelah diingatkan dg baca "subhanaallah" (seperti sudah tahiyyat/tasyahhud ahir, tp imam tetap berdiri lagi, sementara makmum menunggunya dg posisi tetap duduk tahiyyat ahir), maka shalatnya tetap sah. Wallahu A'lam bishshowab.   

0 comments:

Leave a Reply

Monggo dikomentari ...