• Menelisik Rayuan Setan Dalam Kisah Nabi Yusuf (1)

    NABI YUSUF AS
    TELADAN UMAT DALAM MENGENDALIKAN SYAHWAT
    By: Anas Mas’udi El Malawi

    Pendahuluan

    “Dan aku tidak membebaskan diriku ( dari kesalahan ), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. sesungguhnya Tuhanku maha pengampun lagi maha penyayang” .(QS. 12:53).

    “Dengan akal sehat manusia bisa lebih baik dari malaikat dan surga baginya tempat paling selamat nan penuh nikmat. Dengan nafsu durjana ia dari setan bisa lebih jahat dan neraka baginya tempat terlaknat nan pedih azab tertambat”

    Setiap manusia pasti selalu dihadapkan dengan dua perkara yg harus dipilih salah satunya karena tidak mungkin keduanya bertemu dalam waktu dan kesempatan yg sama. Begitu juga jalan yg harus ditempuh dalam hidupnya, yaitu jalan ke arah kanan yg berarti jalan kebenaran dan akan berahir pada rumah abadi yg penuh kenikmatan hakiki, yakni surga Ilahi, dan jalan ke arah kiri yg berarti jalan kesesatan dan akan berahir pada rumah abadi yg penuh dengan kesengsaraan dan siksaan yg amat pedih, yakni neraka.

    Dalam diri setiap manusia terdapat dua sifat yg berlawanan yg harus diambil dan diikuti salah satunya. Ada suka dan benci, sabar dan marah, rela dan dengki, lapang dada dan sempit hati, ringan tangan dan berat tangan, serakah dan neriman dll. Dalam bentuk penciptaan atau bentuk suatu benda, ada yg besar dan kecil, tinggi dan pendek, gemuk dan kurus, lebar dan sempit, elok dan jelek, rupawan dan buruk rupa, dll. Dalam waktu yg senantiasa mengiringi tiap langkah kaki kita untuk menjadi saksi atas amal perbuatan manusia kelak di hadapan Sang Pencipta alam semesta, ada siang dan malam, pagi dan sore, masa lampau dan masa akan datang, masa sibuk dan luang, masa bekerja dan istirahat, dll.

    Demikian juga jenis makhluk penghuni alam semesta yg fana ini, ada laki dan perempuan, ada yg muda dan yg tua, ada gadis dan janda, ada perjaka dan duda, dll. Semua adalah diciptakan oleh Allah seolah-olah saling berpasang-pasangan antara satu dengan lainnya karena memang di antara keduanya saling membutuhkan dan melengkapi kekurangan masing-masing. Subhaanallah… maha Agung Allah yg telah menciptakan alam semesta begitu indah dengan beraneka keunikannya dan maha Benar Allah yg berfirman :

    “Dan dia - lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung - gunung dan sungai - sungai padanya. dan menjadikan padanya semua buah - buahan berpasang - pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda - tanda ( kebesaran Allah ) bagi kaum yang memikirkan”.(QS. 13:3).

    “Dan yang menciptakan semua yang berpasang - pasang dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.”. (QS. 43:12)

    Namun Allah swt tidaklah membiarkan hambanya lepas dan bebas memilih begitu saja di antara dua hal tadi. Allah senantiasa mengharapkan semua makhluqnya untuk tunduk dan patuh pada-Nya. Agar hamba tidak salah memilah dan memilih di antara dua hal tadi, Allah memberikan akal kepadanya untuk mengarahkan semua anggota tubuhnya dalam tiap gerakan ke arah yg diridhoi-Nya. Pun Allah swt menyertakan lawan dari akal sebagai pembandingnya (pasangannya) yakni hawa nafsu. Di mana akal dan hawa nafsu merupakan musuh bebuyutan yg tidak akan pernah ada kata-kata damai di antara keduanya. Dengan akal sehatnya ia bisa lebih baik dari malaikat dan surga baginya tempat paling selamat nan penuh nikmat dan dengan nafsu durjana ia dari setan bisa lebih jahat dan neraka baginya tempat terlaknat nan pedih azab tertambat.

    Agar kita benar-benar bisa menentukan pilihan yg tepat antara dua perkara tadi, kita perlu adanya tuntunan dan petunjuk. Untuk memperoleh petunjuk kita harus banyak membaca dan mengkaji, terutama pada kitab suci kita al Qur’an dan untuk mendapatkan tuntunan kita bisa meniru tokoh-tokoh kaum salihin terkemuka, terutama para Nabi dan rasul, juga para sahabat nabi. Dalam masalah ini bisa kita telaah bersama kisah nabi Yusuf as yg terdapat dalam al Qur’an.

    Mengenal Nabi Yusuf As

    Ia adalah keturunan ke 16 dari nabi Adam as dan putera ketujuh dari nabi Ya’kub as dengan isteri Rahil. Ia hanya mempunyai satu saudara kandung, yaitu Benyamin. Ia dikaruniai paras yg rupawan dan wajah yg cukup menawan hingga setiap gadis yg melihatnya bisa dibuat menjadi terpesona dan terlena.

    Pada mulanya, Rahil, isteri kedua nabi Ya’kub as tidak bisa memberikan keturunan (mandul). Namun karena ia adalah isteri yg paling dicintai di antara ke empat isterinya nabi Ya’kub sangat mengharapkan ada keturunan dari Rahil. Kemudian ia berdoa memohon kepada Allah swt agar diberikan keturunan darinya dan Allah pun mengabulkan permintaannya, maka lahirlah Yusuf dan Benyamin.

    Yusuf yg dikaruniai paras rupawan dan perilaku yg sangat sopan menyebabkan ia mendapatkan perlakuan yg lebih dari orang tuanya dibanding saudara-saudara lainnya(Yusuf bersaudara ada 12 org). Di samping itu juga karena nabi Ya’kub telah mengetahui tanda-tanda kebesaran yg akan diterima Yusuf kelak di kemudian hari. Terlebih setelah ibu kandungnya meninggal dunia saat Yusuf berusia 12 tahun, maka perhatian nabi Ya’kub bertambah semakin besar kepada Yusuf dan saudaranya (Benyamin).

    Namun ternyata perilaku nabi Ya’kub tersebut dianggap sebagai tindakan diskriminantif oleh saudara-saudara Yusuf lainnya hingga muncullah api kemarahan dan kejengkelan pada benak mereka. Mereka menganggap dirinya lah yg semestinya berhak menerima perlakuan seperti itu, karena mereka yg lebih tua dan yg paling berbakti dan banyak membantu bapaknya (Ya’kub). Demikianlah semakin hari semakin tampak jelas ketidaksenangan mereka terhadap perlakuan bapaknya tersebut yg kemudian muncul niatan buruk dalam benak mereka untuk merebut kembali hak kasih-sayang orang tua yg telah diambil oleh Yusuf dan Benyamin bersaudara. Ahirnya mereka mengadakan pertemuan rahasia untuk mencari solusi dari permasalahan yg sedang mereka hadapi.

    Nabi Yusuf di Antara Saudara-Saudaranya

    Dalam pertemuan rahasia tersebut mereka merundingkan nasib yang mereka alami dan mengatur siasat yang akan dilakukan untuk menyadarkan bapaknya menuntut perlakuannya yang dianggap tidak adil dan pilih kasih terhadap mereka. Salah seorang dari mereka berkata: "Tidakkah kamu merasakan bahwa perlakuan bapak terhadap kita sebagai anak-anaknya tidak adil dan berat sebelah? Ia memanjakan Yusuf, menyintai dan menyayanginya lebih dari kita, seolah-olah Yusuf dan Benyamin sajalah anak-anak kandungnya dan kita sebagai anak-anak tirinya. Padahal kita lebih tua dan lebih cakap daripada mereka berdua dan juga kita lah yang selalu mendampingi ayah, mengurus segala keperluannya dan keperluan rumahtanggannya. Saya heran mengapa hanya Yusuf dan Benyamin saja yang menjadi keistimewaan bapak? Apakah karena ibunya lebih dekat dg hati bapak dibanding dengan ibu kita? Jika memang itu alasannya, maka apa salah kita? Kita lahir dari ibu yang mendapatkan tempat kedua di hati bapak yg sudah merupakan suratan taqdir kita, mungkinkah karena paras Yusuf yang rupawan dan wajahnya yg lebih tampan dr kita yg menyebabkan semua ini terjadi? Memang seperti inilah kita diciptakan oleh Tuhan dan sesekali itu semua bukan lahir dari kehendak atau hasil usaha kita semata? Kita amat menyesalkan perlakuan dan tindakan ayah yg keliru ini. Kita harus melakukan sesuatu untuk mengakhiri keadaan yang berat sebelah dan menjengkelkan hati kita semua ini”.

    Saudara lainnya berkata: "Soal cinta atau benci, simpati atau antipati adalah soal hati yang tumbuh laksana jari-jari kita. Hal itu tidak dapat ditanyakan mengapa yang satu lebih rendah dari yang lain dan mengapa ibu jari lebih besar dari jari kelingking. Yang kita sesalkan adalah ayah kita tidak dapat mengendalikan rasa cintanya yang berlebihan kepada Yusuf dan Benyamin sehingga menyebabkan ia berlaku tidak adil terhadap kita semua selaku anak kandungnya sendiri. Keadaan yang pincang dalam hubungan kita dengan bapak ini tidak akan hilang, jika penyebab utamanya tidak kita hilangkan. Dan sebagaimana kamu ketahui bahwa penyebab utama dari semua keadaan yang menjengkel hati ini adalah adanya Yusuf di tengah-tengah kita. Dia adalah penghalang bagi kita untuk dapat menerobos ke dalam lubuk hati bapak kita dan dia merupakan dinding tebal yang memisahkan kita dari bapak yang sangat kita cintai. Maka jalan satu-satunya untuk mengakhiri kerisauan kita ini adalah dengan melenyapkan Yusuf dari tengah-tengah kita dan melemparkannya jauh-jauh dari pandangan bapak dan keluarga kita. Kita harus membunuhnya dengan tangan kita sendiri atau mengasingkannya di suatu tempat yg terdapat binatang-binatang buasnya hingga ia akan melahap Yusuf sebagai mangsa yang empuk dan lezat. Dan kita tidak perlu meragukan lagi bahwa bila Yusuf sudah lenyap dari pandangan bapak, maka bapak akan kembali menyintai dan menyayangi kita semua sebagai anak-anaknya yang patut mendapat perlakuan adil dan seksama dan suasana rumahtangga kita akan kembali menjadi rukun, tenang dan damai, hingga lenyaplah sesuatu yang merisaukan hati dan menyesakkan dada kita semua".

    Yahudza, putera keempat dari Nabi Ya'qub yang paling cakap dan bijaksana di antara saudara-saudaranya berkata:" Kita semuanya adalah putera-putera Ya'qub pesuruh Allah dan anak turunan dari Nabi Ibrahim, pesuruh dan kekasih Allah. Kita semua adalah orang-orang yang beragama dan berakal sehat. Kita sudah tahu membunuh adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh agama dan tidak diterima oleh akal sehat, apa lagi yang akan kita bunuh adalah saudara kita sendiri, sekandung, sedarah-sedaging yang tidak berdosa dan tidak pula pernah melakukan hal-hal yang menyakitkan hati atau menyentuh perasaan kita. Ia lebih dicntai dan disayangi oleh bapak itu adalah suatu yang berada di luar kekuasaannya dan sesekali tidak dapat ditimpakan dosanya kepadanya. Menurut saya cara yang terbaik untuk melenyapkan Yusuf adalah melemparkannya ke dalam sebuah sumur yang kering terletak di sebuah persimpangan jalan tempat kafilah-kafilah dan para musafir berhenti untuk rehat dan memberi makan-minum kepada binatang-binatang kenderaannya. Dengan cara demikian terdapat kemungkinan bahwa salah seorang daripada musafir itu akan menemukan Yusuf dan mengangkatnya dari dalam sumur tadi yg kemudian akan membawanya jauh dari kita dan boleh jadi ia akan diangkatnya sebagai anak pungut atau sebagai hamba sahaya yang akan diperjual-belikan. Dengan cara ini, Kita dapat mencapai tujuan kita bersama tanpa melakukan pembunuhan dan merenggut nyawa adik kita yang tidak berdosa itu".
    Ide yg disarankan oleh Yahudza tersebut mendapat sambutan baik dan disepakati oleh saudara-saudaranya yang lain yg akan dilaksanakannya pada waktu dan kesempatan yang tepat. Pertemuan secara rahsia itu diahiri dengan janji dari masing-masing saudara yg hadir untuk tutup mulut dan merahasiakannya serapat mungkin agar tidak bocor dan tidak didengar oleh bapak mereka sebelum terlaksana.

    Nabi Yusuf Berpisah dengan Bapak dan Saudara-Saudaranya

    Pada esok harinya setelah semalam suntuk saudara-saudara Yusuf bertemu merundingkan siasat dan perancanaan untuk menyingkirkan adiknya (Yususf) yang merupakan saingan berat bagi mereka dalam merebut hati sang bapak. Datanglah mereka menghadap nabi Ya'qub bapaknya untuk meminta izin membawa Yusuf berrekreasi bersama mereka ke luar kota. Salah satu dari mereka:"Wahai ayah yang kami cintai! Kami berbermaksud untuk rekreasi dan bertamasya ke luar kota bersama-sama dan kami ingin sekali adik kami Yusuf turut serta bersama kami, menikmati udara yang cerah di bawah langit biru yang bersih. Kami akan bawa bekal makanan dan minuman yang cukup untuk santapan kami selama sehari berada di luar kota untuk bersuka ria dan bersenang-senang, menghibur hati yang lara dan melapangkan dada yang sesak, seraya mempertebal rasa persaudaraan dan semangat kerukunan di antara sesama saudara".

    Ya'qub berkata : "Sesungguhnya hal ini akan sangat memusingkan fikiranku bila Yusuf berada jauh dari jangkauan mataku, apalagi akan turut serta bersamamu keluar kota, di lapangan terbuka, yang menurut pendengaranku banyak binatang buas seperti serigala yang banyak berkeliaran di sana. Aku kuwatir kamu akan lengah menjaganya, karena kesibukan kamu bermain-main sendiri sehingg Yusuf akan dijadikan mangsa bagi binatang-binatang buas itu. Alangkah sedihnya aku bila hal itu terjadi. Kamu mengetahui betapa sayangnya aku kepada Yusuf yang telah ditinggal oleh ibunya".
    Mereka menjawab: "Wahai bapak kami! Tidak masuk akal, jika Yusuf akan diterkam oleh serigala atau binatang buas lainnya di depan mata kami? Tidak ada di antara kami yang lemah atau berhati penakut. Kami sanggup menolak segala gangguan atau serangan dari mana pun datangnya, apakah itu binatang buas atau makhluk lain. Kami cukup kuat serta berani. Kami akan menjaga Yusuf sebaik-baiknya dan tidak akan melepaskannya dari pandangan kami walau sekejap. Kami akan mempertaruhkan jiwa dan raga kami semua untuk keselamatannya dan di manakah kami akan menaruh wajah kami bila hal-hal yang mengecewakan bapak tersebut akan menimpa adik kami, Yusuf".

    Akhirnya nabi Ya'kub tidak punya alasan untuk menolak permintaan anak-anaknya membawa Yusuf berekreasi dan melepaskan ia di tangan saudara-saudaranya yang diketahui mrk tidak menyukainya dan tidak menaruh kasih sayang kepadanya. Ya'kub berkata kepada mereka: "Baiklah jika kamu memang sanggup bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatannya sesuai dengan kata-kata yg kamu ucapkan itu, maka aku izinkan Yusuf menyertaimu, semoga Allah melindunginya bersama kamu sekalian".
    Pada esok harinya berangkatlah rombongan putera-putera Ya'qub kecuali Benyamin, menuju ke tempat rekreasi atau tepatnya menuju tempat yg telah mereka rencanakan sebelumnya yg kemudian Yusuf akan ditinggalkan di tempat tersebut. Setiba mereka di sekitar sumur yang menjadi tujuan, Yusuf segera ditanggalkan pakaiannya dan dimasukkannya ke dalam sumur itu tanpa menghiraukan jeritan tangisnya. Hati mereka menjadi lega dan dada mereka menjadi lapang karena rencana busuknya telah terlaksana. Dengan demikian akan terbukalah hati Ya'qub seluas-luasnya bagi mrk dan kalaupun tindakan mereka itu akan menyedihkan bapaknya, lama-kelamaan akan hilang juga kesedihan itu bila mereka pandai menghiburnya untuk melupakan dan melenyapkan bayangan Ysuf dari ingatannya.

    Pada petang hari pulanglah mereka kembali ke rumah tanpa Yusuf yang telah mereka tinggalkan seorang diri di dalam sumur yang gelap itu dengan membawa pakaiannya yg dilumuri darah seekor kelinci yang sengaja dipotong untuk keperluan itu. Mereka menghadap nabi Ya'qub sambil menangis mencucurkan airmata dan bersandiwara seakan-akan mereka lagi bersusah-hati. Kemudian berkatalah mereka kepada bapaknya: "Wahai bapak! Alangkah sial dan nahasnya hari ini bagi kami, kekuatiran yang bapak kemukakan kepada kami tentang Yusuf benar-benar telah terjadi dan menjadi kenyataan. Firasat ayah yang tajam itu tidak meleset. Yusuf telah diterkam oleh seekor serigala saat kami bermain lomba lari dan meninggalkan Yusuf seorang diri menjaga pakaian. Kami cukup hati-hati menjaga adik kami sesuai dengan pesan bapak, namun karena pada saat itu tidak ada tanda-tanda atau jejak binatang-binatang buas di sekitar tempat kami bermain, kami mengira tidak ada bahaya meninggalkan Yusuf sendirian menjaga pakaian kami yang tidak jauh dari tempat kami bermain dan masih terjangkau oleh pandangan mata kami. Akan tetapi serigala yang rupanya sudah mengintai adik kami Yusuf itu, bertindak begitu cepat menggunakan kesempatan lengahnya kami waktu bermain sehingga tidak terkejar oleh kami untuk menolong jiwa adik kami yang sangat kami sayangi dan cintai itu. Oh bapak! Kami sangat menyesali diri kami karena gagal menepati janji dan kesanggupan kami kepada bapak saat kami minta izin mambawa Yusuf. Namun apa yang hendak dikatakan bila takdir memang menghendaki demikian. Inilah pakaian Yusuf yang berlumuran darah sebagai bukti kebenaran kami ini. Walaupun kami merasakan bahwa bapak tidak akan mempercayai kami sekalipun kami berkata yang benar".
    Nabi Ya'qub yang telah memperoleh firasat tentang apa yang akan terjadi atas diri Yusuf putera kesayangannya dan mengetahui bagaimana sikap abang-abangnya terhadap Yusuf adiknya, tidak dapat berbuat apa-apa selain berpasrah kepada takdir Ilahi sambil menekan rasa sedih, cemas dan marah yang sedang bergelora di dalam dadanya, berkatalah beliau kepada putera-puteranya: "Kamu telah memperturutkan hawa nafsumu dan mengikuti apa yang telah dirancang oleh setan kepadamu. Kamu telah melakukan suatu perbuatan yang akan kamu rasa sendiri akibatnya kelak jika sudah terbuka tabir.

    Kisah tersebut tercover dalam al-Quran pada surat Yusuf ayat 11 sampai 18:
    "Mereka berkata: Wahai ayah kami! apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya. Biarkanlah ia pergi bersama kami besok, agar dia {dapat} bersenang-senang dan {dapat} bermain-main dan sesungguhnya kami pasti menjaganya. Ya'qub Berkata: Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkan dan aku kuatir kalau-kalau dia dimakan serigala sedang kamu lengah daripadanya. Mereka berkata: Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami adalah golongan {yang kuat} sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang rugi. Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dalam sumur {lalu mereka masukkan dia} dan {di waktu dia sudah dalam sumur} Kami wahyukan kepada {Yusuf}: Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tidak ingat lagi. Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di petang hari sambil menangis. Mereka berkata: Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala dan kamu sesekali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar. Mereka datang membawa baju kemejanya {yang berlumuran} dengan darah palsu. Ya'qub berkata: Sebenarnya diri kamu sendirilah yang memandang baik perbuatan {yang buruk} itu maka kesabaran yang baik itulah {kesabaran}. Dan Allah sajalah yang (bisa) dimohon perlindungannya terhadap apa yang kamu ceritakan".

    Yusuf Diangkat Sebagai Anak Kepala Polisi Mesir

    Yusuf sedang berada di dalam sumur seorang diri diliputi oleh kegelapan dan kesunyian yang mencekam. Ia melihat ke atas dan ke bawah, ke kanan dan ke kiri seraya memikirkan bagaimana ia dapat keluar dari sumur itu. Namun ia tidak melihat sesuatu yang dapat menolongnya. Ia hanya dapat melihat bayangan tubuhnya dalam air yang cetek di bawah kakinya. Sungguh suatu ujian yang amat berat bagi anak semuda Yusuf yang masih belum banyak pengalaman dalam hidup, bahkan baru pertama kali ia berpisah dari bapaknya yang sangat menyayangi dan memanjakannya. Lebih-lebih karena yang melemparkannya ke dasar sumur itu adalah kakak-kakaknya sendiri.

    Yusuf resah memikirkan nasib yang sedang dialaminya dan memikirkan juga bagaimana cara untuk menyelamatkan dirinya dari bahaya kelaparan jika lama tidak ada yg datang menolong. Ia selalu mengenang bapaknya ketika melihat kakak-kakaknya kembali pulang ke rumah tanpa dirinya bersama mereka. Tiga hari berselang, sejak Yusuf dilemparkan ke dalam sumur dan belum nampak ada tanda-tanda yang bisa memberi harapan baginya untuk keluar dari kurungan itu. Sedangkan bahaya kelaparan sudah mulai membayangi dan ia nyaris berputus asa. Namun tiba-tiba ia mendengar suara sayup-sayup, suara aneh yang belum pernah didengarnya sejak ia dilemparkan ke dalam sumur itu. Makin lama makin jelas suara-suara itu yang akhirnya terdengar seperti anjing menggonggong dan suara orang-orang berbicara dan tertawa terbahak-bahak, suara jejak kaki manusia dan binatang sekitar sumur itu.

    Ternyata apa yang didengar oleh Yusuf adalah suara-suara rombongan kafilah yang sedang berhenti di sekitar sumur untuk beristirahat sambil mencari air untuk minum bagi mrk dan binatang-binatang mrk. Alangkah genbiranya Yusuf saat ia mendengar suara ketua kafilah memerintahkan seseorang dari mereka untuk melepaskan timba mengambil air dari sumur itu. Kemudian Yusuf melihat sebuah timba tengah turun ke bawah dan menjangkaunya dg memegangi kuat-kuat timba tadi. Kemudian timba itu ditarik ke atas oleh sang musafir seraya berteriak mengeluh karena beratnya timba yang sedang ditarik itu.

    Musafir tersebut terperanjat dan heran ketika mengetahui bahwa yang memberatkan timba bukannya air, tapi sosok pemuda hidup yg berparas tampan, bertubuh tegak dan berkulit putih bersih. Mereka berunding apa yang akan diperbuat dengan hamba Allah yang telah ditemukan di dalam dasar sumur itu. Dibiarkan lepas di tempat sepi atau dikembalikan kepada keluarganya. Akhirnya mereka bersepakat untuk membawanya ke Mesir dan menjualnya di sana sebagai hamba sahaya dengan harga yang menurut tafsiran mereka akan mencapai harga yang tinggi karena tubuhnya yang baik dan parasnya yang tampan.

    Setibanya kafilah di Mesir, dibawalah Yusuf di sebuah pasar kusus, di mana orang diperdagangkan dan diperjual-belikan sebagai barang dagangan. Yusuf lalu ditawarkan di depan umum untuk dilelang. Oleh karena para musafir yang membawanya itu kuatir akan terbuka bahwa Yusuf adalah hamba temuan mereka, maka mereka enggan memepertahankannya dengan harga tinggi, tapi melepaskannya pada tawaran pertama dengan harga yang rendah dan tidak memadai. Padahal sebenarnya seorang seperti Yusuf tidak dapat dinilai dengan uang, bahkan dengan emas seisi bumi pun tidak seimbang untuk orang semulia Yusuf yang oleh Allah telah digariskan dalam takdirnya bahwa ia akan melaksanakan misi suci dan menjalankan peranan mulia dalam pengaulan hidup umat manusia.

    Yusuf dalam pelelangan itu dibeli oleh ketua polisi Mesir bernama Fathifar sebagai penawar pertama. Ia merasa bahagia memperoleh seorang hamba yang berparas bagus, bertubuh kuat dan memiliki aura yang memberi kesan bahwa dalam diri hamba yang dibeli itu terkandung jiwa yang besar, hati bersih nan suci dan ia bukanlah dari keturunan orang yang harus diperjual-belikan.

    Fathifar berkata kepada isterinya ketika mengenalkan Yusuf kepadanya: "Inilah hamba yang baru aku beli dari pelelangan. Berilah ia perlakuan dan layanan yang baik kalau-kalau kelak kita akan memperoleh manfaat darinya dan memungutnya sebagai anak kandung kita. Aku dapat firasat dari paras mukanya dan gerak-geriknya bahwa ia bukanlah dari golongan yang harus diperjual-belikan, bahkan mungkin sekali ia dari keturunan keluarga yang berkedudukan tinggi dan orang-orang yang beradab".

    Nyonya Fathifar, isteri Ketua Polisi Mesir menerima Yusuf di rumahnya dengan baik sebagaimana pesan suaminya, yakni melayaninya dengan baik sebagaimana anggota keluarganya sendiri dan sesekali tidak diperlakukan sebagai hamba belian. Yusuf pun dapat menyesuaikan diri dengan keadaan rumahtangga Fathifar. Ia melakukan tugas sehari-harinya di rumah dengan penuh semangat dan dengan kejujuran serta disipelin yang tinggi. Segala kewajiban dan tugas yang diperintahkan kepadanya diurus dengan senang hati seolah-olah hal itu merupakan perintah dari orang tuanya sendiri.
    Demikianlah, Yusuf makin lama makin disayang di rumah Ketua Polisi Mesir itu sehingga merasa seakan-akan berada di rumah keluarga dan orang tuanya sendiri. Semua

    Cerita tersebut tercover dalam firman Allah surat Yusuf ayat 19-21 :
    "Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mrk menyuruh seorang mengambil air mereka, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata: Oh! Kabar gembira, ini seorang anak muda! Kemudian mrk menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mrk kerjakan. Dan mrk menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mrk merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: Berikanlah kepadanya tempat {dan layanan} yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak. Dan demekian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi {Mesir} dan agar kami ajarkan kepadanya takdir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya".

0 comments:

Leave a Reply

Monggo dikomentari ...