• Sejarah Nabi Muhammad SAW Dalam Kajian Dr. Quraisy S.

    Menelisik Sejarah Nabi Muhammad SAW
    Dr. Quraisy Sihab
    Disadari atau tidak, wujud Tuhan pasti dirasakan oleh jiwamanusia baik redup atau benderang. Manusia menyadari bahwasuatu ketika dirinya akan mati. Kesadaran ini mengantarkannyakepada pertanyaan tentang apa yang akan terjadi sesudahkematian, bahkan menyebabkan manusia berusaha memperolehkedamaian dan keselamatan di negeri yang tak dikenal itu. Wujud Tuhan yang dirasakan, serta hal-ihwal kematian,merupakan dua dari sekian banyak faktor pendorong manusiauntuk berhubungan dengan Tuhan dan memperoleh informasi yangpasti. Sayangnya tidak semua manusia mampu melakukan hal itu.Namun, kemurahan Allah menyebabkan-Nya memilih manusiatertentu untuk menyampaikan pesan-pesan Allah, baik untukperiode dan masyarakat tertentu maupun untuk seluruh manusiadi setiap waktu dan tempat. Mereka yang mendapat tugas itulahyang dinamai Nabi (penyampai berita) dan Rasul (Utusan Tuhan). Jumlah mereka secara pasti tidak diketahui. Al-Quran hanyamenginforrnasikan bahwa, "Tidak satu umat (kelompok masyarakat) pun kecuali telahpernah diutus kepadanya seorang pembawa peringatan" (QS Fathir[35]: 24). Al-Quran juga menyatakan kepada Nabinya bahwa, "Kami telah mengutus nabi-nabi sebelum kamu, di antara merekaada yang telah kami sampaikan kisahnya, dan ada pula yangtidak Kami sampaikan kepadamu" (QS Al-Mu'min [40]: 78) Al-Quran menyebutkan secara tegas nama dua puluh limaNabi/Rasul; delapan belas di antaranya disebutkan dalamAl-Quran surat Al-An'am (6): 83-86, sisanya didapatkan dariberbagai ayat. Nabi Muhammad Saw. seperti dinyatakan Al-Quran surat Al-A'raf(7): 158 -diutus kepada seluruh manusia, dan beliau merupakankhataman nabiyyin (penutup para nabi) (QS Al-Ahzab [33]: 40). Masa Prakelahiran Al-Quran menegaskan bahwa para nabi telah pernah diangkatjanjinya untuk percaya dan membela Nabi Muhammad Saw. "Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dan para Nabi,'Sungguh apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab danhikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul (Muhammad) yangmembenarkan kamu, niscaya kamu sungguh-sungguh akan berimankepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman, 'Apakah kamumengakui dan menerima perjanjian-Ku yang demikian itu?' Merekamenjawab, 'Kami mengakui.'" (QS Ali'Imran [3]: 81) Dalam kaitan ini, Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Demi (Allah) yang jiwaku berada pada genggaman-Nya,seandainya Musa a.s. hidup, dia tidak dapat mengelak danmengikutiku" (HR Imam Ahmad) Tidak jelas kapan dan bagaimana perjanjian yang disinggungayat tersebut. Setidaknya, ia mengisyaratkan bahwa Allah Swt.telah merencanakan sesuatu untuk Nabi Muhammad Saw., jauhsebelum kelahiran beliau. Karena itu pula sementara pakarmenyatakan bahwa kematian ayah beliau sebelum kelahiran,kepergiannya ke pedesaan menjauhi ibunya, sertaketidakmampuannya membaca dan menulis merupakan strategi yangdipersiapkan Tuhan kepada beliau untuk dijadikan utusan-Nyakepada seluruh umat manusia kelak. Bahkan ulama lain meyakini bahwa pemilihan hal-hal tertentuberkaitan dengan beliau bukanlah kebetulan. Misalnya bulanlahir, hijrah, dan wafatnya pada bulan Rabi'ul Awal (musimbunga). Nama beliau Muhammad (yang terpuji), ayahnya Abdullah(hamba Allah) , ibunya Aminah (yang memberi rasa aman),kakeknya yang bergelar Abdul Muththalib bernama Syaibah (orangtua yang bijaksana), sedangkan yang membantu ibunya melahirkanbernama Asy-Syifa' (yang sempurna dan sehat), serta yangmenyusukannya adalah Halimah As-Sa'diyah (yang lapang dada danmujur). Semuanya mengisyaratkan keistimewaan berkaitan denganNabi Muhammad Saw. Makna nama-nama tersebut memiliki kaitanyang erat dengan kepribadian Nabi Muhammad Saw. Al-Quran surat Al-A'raf (7): 157 juga menginformasikan bahwaNabi Muhammad Saw. pada hakikatnya dikenal oleh orang-orangYahudi dan Nasrani. Hal ini antara lain disebabkan merekamendapatkan (nama)-nya tertulis di dalam Taurat dan Injil (QSAl-A'raf [7]: 157). Menurut pakar agama Islam, yang ditegaskan oleh Al-Quran itu,dapat terbaca antara lain dalam Pertanjian Lama, Kitab Ulangan33 ayat 2: "... bahwa Tuhan telah datang dari Torsina, dan telah terbituntuk mereka itu dari Seir, kelihatanlah ia dengan gemerlapancahayanya dari gunung Paran." Pemahaman mereka berdasarkan analisis berikut: "Gunung Paran"menurut Kitab Pertanjian Lama, Kejadian ayat 21, adalah tempatputra Ibrahim -yakni Nabi Ismail- bersama ibunya Hajarmemperoleh air (Zam-Zam). Ini berarti bahwa tempat tersebutadalah Makkah, dan dengan demikian yang tercantum dalam KitabUlangan di atas mengisyaratkan tiga tempat terpancarnya cahayawahyu Ilahi: Thur Sina tempat Nabi Musa a.s., Seir tempat NabiIsa a.s. , dan Makkah tempat Nabi Muhammad Saw. Sejarahmembuktikan bahwa beliau satu-satunya Nabi dari Makkah. Karena itu pula wajar jika Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 146menyatakan bahkan mereka itu mengenalnya (Muhammad Saw.),sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka, bahkan salahseorang penganut agama Yahudi yang kemudian masuk Islam, yaituAbdullah bin Salam pernah berkata, "Kami lebih mengenal danlebih yakin tentang kenabian Muhammad Saw. daripada pengenalandan keyakinan kami tentang anak-anak kami. Siapa tahu pasangankami menyeleweng." Masa Prakenabian Ada beberapa ayat Al-Quran yang berbicara tentang NabiMuhammad Saw. sebelum kenabian beliau. Antara lain, "Bukankah Dia (Tuhan) mendapatimu sebagai seorang yatim, laluDia melindungimu, dan Dia mendapatimu bimbang, lalu Diamemberi petunjuk kepadamu, dan Dia mendapatimu dalam keadaankekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?" (QS Al-Dhuha [93]:6-8). Beliau yatim sejak di dalam kandungan, kemudian dipelihara dandilindungi oleh paman dan kakeknya. Beliau hidup di dalamkeresahan dan kebimbangan melihat sikap masyarakatnya, laluAllah memberinya petunjuk, dan mengangkatnya sebagai Nabi danRasul. Beliau hidup miskin karena ayahnya tidak meninggalkanwarisan untuknya, kecuali beberapa ekor kambing dan hartalainnya yang tidak berarti. Tetapi Allah memberinya kecukupan,khususnya menjelang dan saat hidup berumah tangga denganistrinya, Khadijah a.s. Ayat lain yang oleh ulama dianggap berbicara tentang NabiMuhammad Saw. pada masa kanak-kanaknya, adalah surat AlamNasyrah ayat pertama: "Bukankah Kami (Tuhan) telah melapangkan dada untukmu?" Sebagian ulama mengartikan kata nasyrah dengan"memotong/membedah." Memang, bila dikaitkan dengan sesuatuyang bersifat materi, artinya demikian. Apabila dikaitkandengan sesuatu yang bersifat nonmateri, kata itu mengandungarti membuka, memberi pemahaman, menganugerahkan ketenangandan semaknanya. Yang mengaitkan dengan hal-hal materi berpendapat bahwa ayatini berbicara tentang "pembedahan" yang pernah dilakukan olehpara malaikat terhadap Nabi Muhammad Saw. kala beliau remaja.Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh mufasir An-Naisaburi. Tetapi sepanjang penelitian penulis kata tersebut denganberbagai bentuknya terulang sebanyak 5 kali, dan tidak satupun yang digunakan dengan arti harfiah, apalagi bermaknapembedahan. Akan lebih jelas lagi jika hal itu disejajarkandengan ayat yang berbicara tentang doa Nabi Musa a.s. di dalamAl-Quran. "Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untukkuurusanku dan lepaskanlah kekakuan lidahku, supaya merekamengerti perkataanku" (QS Thaha [20]: 25-28) Selanjutnya Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidakpernah membaca satu kitab atau menulis satu kata sebelumdatangnya wahyu Al-Quran. "Engkau tidak pernah membaca satu kitab pun sebelumnya(Al-Quran), tidak juga menulis satu tulisan dengan tanganmu,(andai kata kamu pernah membaca dan menulis) pasti akanbenar-benar ragulah orang yang mengingkari-(mu)" (QSAl-'Ankabut [29]: 48). Ayat ini secara pasti menyatakan bahwa beliau Saw. adalahorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Banyak ulama yangmemahami bahwa kendatipun kemudian Nabi Saw. menganjurkanumatnya belajar membaca dan menulis, namun beliau sendiritidak melakukannya, karena Allah Swt. ingin menjadikan beliausebagai bukti bahwa informasi yang diperolehnya benar-benarbukan bersumber dari manusia, melainkan dari Allah Swt. Ada juga ulama yang memahami bahwa ketidakmampuan beliaumembaca hanya terbatas sampai sebelum terbukti kebenaranajaran Islam. Setelah kebenaran Islam terbukti -setelah hijrahke Madinah- beliau telah pandai membaca. Menurut pendukungnyaide ini dikuatkan antara lain oleh kata "sebelumnya" yangterdapat pada ayat di atas. Memang, kata ummi hanya ditemukan dua kali dalam Al-Quran (QSAl-A'raf [7] 157 dan 158) , dan keduanya menjadi sifat NabiMuhammad Saw. Memang kedua ayat itu turun di Makkah, meskipunada juga ayat lain yang turun di Madinah menyatakan, "Dia (Allah) yang mengutus kepada masyarakat ummiyyin (butahuruf), seorang Rasul di antara mereka" (QS Al-Jum'ah [62]: 2) Di sisi lain, harus disadari bahwa masyarakat beliau ketikaitu menganggap kemampuan menulis sebagai bukti kelemahanseseorang. Pada masa itu sarana tulis-menulis amat langka, sehinggamasyarakat amat mengandalkan hafalan. Seseorang yang menulisdianggap tidak memiliki kemampuan menghafal, dan ini merupakankekurangan. Penyair Zurrummah pernah ditemukan sedang menulis,dan ketika ia sadar bahwa ada orang yang melihatnya, iabermohon, "Jangan beri tahu siapa pun, karena ini (kemampuan menulis)bagi kami adalah aib." Memang, nilai-nilai dalam masyarakat berubah, sehingga apayang dianggap baik pada hari ini, boleh jadi sebelumnyadinilai buruk. Pada masa kini kemampuan menghafal tidaksepenting masa lalu, karena sarana tulis-menulis dengan mudahdiperoleh. Masa Kenabian Pada usia 40 tahun, yang disebut oleh Al-Quran surat Al-Ahqafayat 15 sebagai usia kesempurnaan, Muhammad Saw. diangkatmenjadi Nabi. Ditandai dengan turunnya wahyu pertama Iqra'bismi Rabbik. Sebelumnya beliau tidak pernah menduga akan mendapat tugas dankedudukan yang demikian terhormat. Karena itu ditemukanayat-ayat Al-Quran yang menguraikan sikap beliau terhadapwahyu dan memberi kesan bahwa pada mulanya beliau sendiri"ragu" dan gelisah mengenai hal yang dialaminya. QS Yunus(10): 94 mengisyaratkan bahwa, "Kalau engkau ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepadamu,maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca Kitab Sucisebelum kamu (QS Yunus [10]: 94).
    Kegelisahan itu bertambah besar pada saat wahyu yang beliaunanti-nantikan tidak kunjung datang, hingga menurut beberapariwayat beliau sedemikian gelisah, sampai-sampai konon beliauhampir saja mencelakakan dirinya. Rupanya Allah Swt. bermaksudmenjadikan beliau lebih merindukan lagi "sang kekasih danfirman-firman-Nya" agar semakin mantap cinta beliaukepada-Nya. Surat Adh-Dhuha menyatakan sekelumit hal itu, sekaligussekilas kedudukan beliau di sisi Allah. Surat ini turunberkenaan dengan kegelisahan Nabi Muhammad Saw. karenaketidakhadiran Malaikat Jibril membawa wahyu setelah sekiankali sebelumnya datang. "Demi adh-dhuha, dan malam ketika hening. Tuhanmu tidakmeninggalkan kamu dan tidak pula membenci-(mu dan siapa pun). Mengapa adh-dhuha -yakni "matahari ketika naiksepenggalah"-yang dipilih berkaitan dengan wahyu-wahyu yangditerima oleh Nabi Saw., atau apakah adh-dhuha ada kaitannyadengan ketidakhadiran wahyu-wahyu Ilahi? Ketika matahari naik sepenggalah, cahayanya memancar menerangiseluruh penjuru. Cahayanya tidak terlalu terik, sehingga tidakmenyebabkan gangguan sedikit pun, bahkan panasnya memberikankesegaran, kenyamanan, dan kesehatan. Di sini Allah Swt. melambangkan kehadiran wahyu selama inisebagai kehadiran cahaya matahari yang sinarnya demikianjelas, menyegarkan, dan menyenangkan. Sedangkan ketidakhadiranwahyu dinyatakan dengan kalimat, "Demi malam ketika hening." Dari kedua hal yang bertolak belakang itu, Allah menafikandugaan atau tanggapan yang menyatakan bahwa Muhammad Saw.telah ditinggalkan oleh Tuhannya, atau bahkan Tuhan telahmembencinya. Kehadiran malam tidak menjadikan seseorang bolehberkata bahwa matahari tidak akan terbit lagi, karenakenyataan sehari-hari membuktikan kekeliruan ucapan sepertiitu. Nah, ketidakhadiran wahyu beberapa saat tidak dapatdijadikan alasan untuk menyatakan bahwa wahyu tidak akan hadirlagi atau Muhammad telah ditinggalkan oleh Tuhannya. Ketidakhadiran antara lain menjadi isyarat kepada NabiMuhammad Saw. untuk beristirahat, karena "malam" dijadikanTuhan sebagai waktu "beristirahat." Dapat juga dikatakan bahwa ketidakhadiran wahyu justru padasaat Nabi Muhammad menanti-nantikannya, membuktikan bahwawahyu adalah wewenang Tuhan sendiri. Walaupun keinginan NabiSaw. meluap-luap menantikan kehadirannya, namun jika Tuhantidak menghendaki, wahyu tidak akan datang. Ini membuktikanbahwa wahyu bukan merupakan hasil renungan atau bisikan jiwa. Kenabian Muhammad Saw. bukan merupakan hal yang baru bagi umatmanusia. Nabi Muhammad secara tegas diperintahkan untukmenyatakan hal itu, "Katakanlah, 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antararasul-rasul. Aku tidak mengetahui yang diperbuat terhadapku,tidak juga terhadapmu. Aku tidak lain hanya mengikuti yangdiwahyukan kepadaku dan aku tidak lain seorang pemberiperingatan yang menjelaskan.'" (QS Al-Ahqaf [46]: 9) Namun demikian' kenabian Muhammad Saw. berbeda dengan kenabianutusan Tuhan yang lain. Sebelum beliau, para Nabi dan Rasuldiutus untuk masyarakat dan waktu tertentu, tetapi NabiMuhammad Saw. diutus untuk seluruh manusia di setiap waktu dantempat, "Katakanlah (hai Muhammad), 'Wahai seluruh manusia!Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kamu semua'" (QSAl-A'raf [7]: 158) Ada sementara orientalis yang menduga bahwa pada mulanya NabiMuhammad Saw. hanya bermaksud mengajarkan agamanya kepadaorang-orang Arab, tetapi setelah beliau berhasil di Madinah,beliau memperluas dakwahnya untuk seluruh manusia. Pendapat ini sungguh keliru, karena sejak di Makkah beliautelah menegaskan bahwa beliau diutus untuk seluruh manusia. "Katakanlah (hai Muhammad), 'Wahai seluruh manusia!Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kamu semua.'" (QSAl-A'raf [7]: 158). Ayat ini turun ketika Nabi Saw. sedang berada di Makkah,bahkan menurut sementara ulama, semua ayat Al-Quran yangdimulai dengan panggilan "Wahai seluruh manusia," semuanyaturun di Makkah kecuali beberapa ayat. Perbedaan yang lain adalah para nabi sebelum beliau selalumengaitkan kenabian dengan hal-hal yang bersifatsuprarasional, baik berbentuk sihir, pengetahuan gaib,mimpi-mimpi, dan lain-lain. Isa a.s. misalnya bersabda, "Sesungguhnya Aku telah datang kepadamu dengan membawa bukti(mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat burung untuk kamudari tanah, kemudian aku meniupnya sehingga ia menjadi burungdengan seizin Allah, dan aku menyembuhkan orang yang butasejak lahir, dan orang yang berpenyakit sopak (lepra), dan akumenghidupkan orang mati dengan seizin Allah, dan aku kabarkankepadamu yang kamu makan dan yang kamu simpan di rumahmu.Sesungguhnya yang demikian itu adalah suatu tanda (mukjizattentang kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamusungguh-sungguh beriman." (QS Ali 'Imran [3]: 49) Dalam Perjanjian Baru, Isa a.s. juga menyatakan, "Janganpercaya padaku, jika aku tidak mengerjakan pekerjaan Bapak..." Demikian halnya Isa a.s. dan para nabi sebelumnya. Oleh karenaitu, ketika masyarakat Arab Quraisy meminta bukti-bukti yangbersifat suprarasional, Nabi Muhammad Saw. diperintahkan untukmenyampaikan kalimat-kalimat berikut: "Katakanlah, 'Sesungguhnya bukti-bukti itu bersumber dariAllah, sedang aku hanya pembawa peringatan yang menjelaskan.'"(QS Al-'Ankabut [29]: 50) Dr. Nazme Luke, seorang pendeta Mesir, berkomentar bahwamenghidupkan orang mati, mengembalikan penglihatan orang buta,dan lain-lain adalah hal-hal yang sangat mengagumkan, tetapitidak berarti apa-apa jika digunakan untuk membuktikan bahwa2+2 = 5. Masyarakat pada masa Isa a.s. membutuhkan bukti-bukti yangbersifat suprarasional, karena mereka belum mencapai tingkatkedewasan yang memadai. Hal ini, tulisnya, sama denganmembujuk anak kecil untuk makan, padahal jika telah dewasa, iaakan makan tanpa dibujuk. Memang Nabi Muhammad Saw. tidak mengandalkan hal-hal yangbersifat suprarasional sebagai bukti kebenaran ajarannya. Bukti kebenaran kenabian dan kerasulannya adalah Al-Quran dandiri beliau sendiri yang ummi (tidak pandai membaca danmenulis). Para pakar bersepakat dengan menggunakan berbagaitolok ukur untuk mengakui beliau sebagai manusia teragung yangpernah dikenal oleh sejarah kemanusiaan Demikianlah kesimpulan Thomas Carlyle dalam bukunya On Heroes,Hero, Worship and the Heros in History dengan menggunakantolok ukur kepahlawanan. Demikian pula Will Durant dalam TheStory of Civilization in the World dengan tolok ukur hasilkarya, Marcus Dodds dalam Muhammad, Buddha, and Christ, dengantolok ukur keberanian moral, Nazme Luke dalam MuhammadAl-Rasul wa Al-Risalah dengan tolok ukur metode pembuktianajaran, serta Michael Hart dalam bukunya tentang seratus tokohdunia yang paling berpengaruh dalam sejarah, dengan tolok ukurpengaruh serta sederetan pakar lainnya. "Mustahil bagi siapa pun yang mempelajari kehidupan dankarakter Muhammad (Saw.), hanya mempunyai perasaan hormat sajaterhadap Nabi mulia itu. Ia akan melampauinya sehinggameyakini bahwa beliau adalah salah seorang Nabi terbesar darisang Pencipta," demikian Annie Besant menulis dalam The Lifeand Teachings of Muhammad. Dalam konteks ini Al-Quran surat Alam Nasyrah ayat 4menyatakan, "Sesungguhnya Kami pasti akan meninggikan namamu." Dalam ayat lain dinyatakan: "Wahai seluruh manusia, telah datang kepada kamu bukti yangsangat jelas dan Tuhanmu (yakni Muhammad Saw.), dan Kami telah(pula) menurunkan cahaya yang terang benderang (Al-Quran)" (QSAl-Nisa' [4]: 174). Akhlak dan Fungsi Kenabian Muhammad Saw. Al-Quran mengakui secara tegas bahwa Nabi Muhammad Saw.memiliki akhlak yang sangat agung. Bahkan dapat dikatakanbahwa konsideran pengangkatan beliau sebagai nabi adalahkeluhuran budi pekertinya. Hal ini dipahami dari wahyu ketigayang antara lain menyatakan bahwa: "Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yangagung" (QS Al-Qalam [68]: 4). Kata "di atas" tentu mempunyai makna yang sangat dalam,melebihi kata lain, misalnya, pada tahap/dalam keadaan akhlakmulia Seperti dikemukakan di atas, Al-Quran surat Al-An'am ayat 90menyebutkan dalam rangkaian ayat-ayatnya 18 nama Nabi/Rasul.Setelah kedelapan belas nama disebut, Allah berpesan kepadaNabi Muhammad Saw., "Mereka itulah yang telah memperoleh petunjuk dari Allah, makahendaknya kamu meneladani petunjuk yang mereka peroleh." Ulama-ulama tafsir menyatakan bahwa Nabi Saw. pastimemperhatikan benar pesan ini. Hal itu terbukti antara lain,ketika salah seorang pengikutnya mengecam kebijaksanaan beliausaat membagi harta rampasan perang, beliau menahan amarahnyadan menyabarkan diri dengan berkata, "Semoga Allah merahmati Musa a s. Dia telah diganggu melebihigangguan yang kualami ini, dan dia bersabar (maka aku lebihwajar bersabar daripada Musa a s.)." Karena itu pula sebagian ulama tafsir menyimpulkan, bahwapastilah Nabi Muhammad Saw. telah meneladani sifat-sifatterpuji para nabi sebelum beliau Nabi Nuh a.s. dikenal sebagai seorang yang gigih dan tabahdalam berdakwah. Nabi Ibrahim a.s. dikenal sebagai seorangyang amat pemurah, serta amat tekun bermujahadah mendekatkandiri kepada Allah. Nabi Daud a.s. dikenal sebagai nabi yangamat menonjolkan rasa syukur serta penghargaannya terhadapnikmat Allah. Nabi Zakaria a.s., Yahya a.s., dan Isa a.s.,adalah nabi-nabi yang berupaya menghindari kenikmatan duniademi mendekatkan diri kepada Allah Swt. Nabi Yusuf a.s. terkenal gagah, dan amat bersyukur dalamnikmat dan bersabar menahan cobaan. Nabi Yunus a. s. diketahuisebagai nabi yang amat khusyuk ketika berdoa, Nabi Musaterbukti sebagai nabi yang berani dan memiliki ketegasan, NabiHarun a.s. sebaliknya, adalah nabi yang penuh dengankelemahlembutan. Demikian seterusnya, dan Nabi Muhammad Saw.meneladani semua keistimewaan mereka itu. Ada beberapa sifat Nabi Muhammad Saw. yang ditekankan olehAl-Quran, antara lain, "Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummusendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu (umat manusia),serta sangat menginginkan kebaikan untuk kamu semua, lagi amattinggi belas kasihannya serta penyayang terhadap orang-orangmukmin" (QS Al-Tawbah [9]: 128). Begitu besar perhatiannya kepada umat manusia, sehinggahampir-hampir saja ia mencelakakan diri demi mengajak merekaberiman (baca QS Syu'ara [26]: 3). Begitu luas rahmat dankasih sayang yang dibawanya, sehingga menyentuh manusia,binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk tak bernyawa. Sebelum Eropa memperkenalkan Organisasi Pencinta Binatang,Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan, "Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadapbinatang-binatang, kendarailah dan makanlah dengan baik." "Seorang wanita terjerumus ke dalam neraka karena seekorkucing yang dikurungnya." "Seorang wanita yang bergelimang dosa diampuni Tuhan karenamemberi minum seekor anjing yang kehausan." Rahmat dan kasih sayang yang dicurahkannya sampai pula padabenda-benda tak bernyawa. Susu, gelas, cermin, tikar, perisai,pedang, dan sebagainya, semuanya beliau beri nama, seakan-akanbenda-benda tak bernyawa itu mempunyai kepribadian yangmembutuhkan uluran tangan, rahmat, kasih sayang, danpersahabatan. Diakui bahwa Muhammad Saw. diperintahkan Allah untukmenegaskan bahwa, "Aku tidak lain kecuali manusia seperti kamu, (tetapi aku)diberi wahyu ..." (QS Al-Kahf [18]: 110).
    Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam naluri,
    fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat
    dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Tuhan dan
    kedudukan istimewa di sisi-Nya, sedang yang lain tidak
    demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama
    jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki
    keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam
    bahasa tafsir Al-Quran, "Yang sama dengan manusia lain adalah
    basyariyah bukan pada insaniyah." Perhatikan bunyi firman
    tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum.

    Atas dasar sifat-sifat yang agung dan menyeluruh itu, Allah
    Swt. menjadikan beliau sebagai teladan yang baik sekaligus
    sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan)

    "Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi
    yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari
    kemudian." (QS Al-Ahzab [33]: 2l).

    Keteladanan tersebut dapat dilakukan oleh setiap manusia,
    karena beliau telah memiliki segala sifat terpuji yang dapat
    dimiliki oleh manusia

    Dalam konteks ini, Abbas Al-Aqqad, seorang pakar Muslim
    kontemporer menguraikan bahwa manusia dapat diklasifikasikan
    ke dalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerta, dan yang tekun
    beribadah.

    Sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. membuktikan bahwa beliau
    menghimpun dan mencapai puncak keempat macam manusia tersebut.
    Karya-karyanya, ibadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, serta
    pemikiran-pemikirannya sungguh mengagumkan setiap orang yang
    bersikap objektif. Karena itu pula seorang Muslim akan kagum
    berganda kepada beliau, sekali pada saat memandangnya melalui
    kacamata ilmu dan kemanusiaan, dan kedua kali pada saat
    memandangnya dengan kacamata iman dan agama.

    Banyak fungsi yang ditetapkan Allah bagi Nabi Muhammad Saw.,
    antara lain sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi
    peringatan) (QS Al-Fath [48]: 8), yang pada akhirnya bermuara
    pada penyebarluasan rahmat bagi alam semesta.

    Di sini fungsi beliau sebagai syahid/syahid akan dijelaskan
    agak mendalam.

    Demikian itulah Kami jadikan kamu umat pertengahan, agar kamu
    menjadi saksi terhadap manusia, dan agar Rasul (Muhammad Saw.)
    menjadi saksi terhadap kamu ... (QS Al-Baqarah [2]: 143)

    Kata syahid/syahid antara lain berarti "menyaksikan," baik
    dengan pandangan mata maupun dengan pandangan hati
    (pengetahuan). Ayat itu menjelaskan keberadaan umat Islam pada
    posisi tengah, agar mereka tidak hanyut pada pengaruh
    kebendaan, tidak pula mengantarkannya membubung tinggi ke alam
    ruhani sehingga tidak berpijak lagi di bumi. Mereka berada di
    antara keduanya (posisi tengah), sehingga mereka dapat menjadi
    saksi dalam arti patron/teladan dan skala kebenaran bagi
    umat-umat yang lain, sedangkan Rasulullah Saw. yang juga
    berkedudukan sebagai syahid (saksi) adalah patron dan teladan
    bagi umat Islam. Kendati ada juga yang berpendapat bahwa kata
    tersebut berarti bahwa Nabi Muhammad Saw. akan menjadi saksi
    di hari kemudian terhadap umatnya dan umat-umat terdahulu,
    seperti bunyi firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Nisa' (4):
    41:

    Maka bagaimanakah halnya orang-orang kafir nanti apabila Kami
    menghadirkan seorang saksi dari tiap-tiap umat dan Kami
    hadirkan pula engkau (hai Muhammad) sebagai saksi atas mereka
    (QS Al-Nisa, [4]: 41).

    Tingkat syahadat (persaksian) hanya diraih oleh mereka yang
    menelusuri jalan lurus (shirath al-mustaqim), sehingga mereka
    mampu menyaksikan yang tersirat di balik yang tersurat. Mereka
    yang menurut Ibnu Sina disebut "orang yang arif," mampu
    memandang rahasia Tuhan yang terbentang melalu qudrat-Nya.
    Tokoh dari segala saksi adalah Rasulullah Muhammad Saw. yang
    secara tegas di dalam ayat ini dinyatakan "diutus untuk
    menjadi syahid (saksi)."

    Sikap Allah Swt. terhadap Nabi Muhammad Saw.

    Dari penelusuran terhadap ayat-ayat Al-Quran ditemukan bahwa
    para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. telah diseru oleh Allah
    dengan nama-nama mereka; Ya Adam..., Ya Musa..., Ya Isa...,
    dan sebagainya. Tetapi terhadap Nabi Muhammad Saw., Allah Swt.
    sering memanggilnya dengan panggilan kemuliaan, seperti Ya
    ayyuhan Nabi..., Ya ayyuhar Rasul..., atau memanggilnya dengan
    panggilan-panggilan mesra, seperti Ya ayyuhal muddatstsir,
    atau ya ayyuhal muzzammil (wahai orang yang berselimut). Kalau
    pun ada ayat yang menyebut namanya, nama tersebut dibarengi
    dengan gelar kehormatan. Perhatikan firman-Nya dalam surat
    Ali-'Imran (3): 144, Al-Ahzab (33): 40, Al-Fat-h (48): 29, dan
    Al-Shaff (61): 6.

    Dalam konteks ini dapat dimengerti mengapa Al-Quran berpesan
    kepada kaum mukmin.

    "Janganlah kamu menjadikan panggilan kepada Rasul di antara
    kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang
    lain... (QS Al-Nur [24]: 63).

    Sikap Allah kepada Rasul Saw. dapat juga dilihat dengan
    membandingkan sikap-Nya terhadap Musa a.s.

    Nabi Musa a.s. bermohon agar Allah menganugerahkan kepadanya
    kelapangan dada, serta memohon agar Allah memudahkan segala
    persoalannya.

    "Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah untukku
    urusanku (QS Thaha [20]: 25-26).

    Sedangkan Nabi Muhammad Saw. memperoleh anugerah kelapangan
    dada tanpa mengajukan permohonan. Perhatikan firman Allah
    dalam surat Alam Nasyrah, Bukankah Kami telah melapangkan
    dadamu? (QS Alam Nasyrah [94]: 1).

    Dapat diambil kesimpulan bahwa yang diberi tanpa bermohon
    tentunya lebih dicintai daripada yang bermohon, baik
    permohonannya dikabulkan, lebih-lebih yang tidak.

    Permohonan Nabi Musa a.s. adalah agar urusannya dipermudah,
    sedangkan Nabi Muhammad Saw. bukan sekadar urusan yang
    dimudahkan Tuhan, melainkan beliau sendiri yang dianugerahi
    kemudahan. Sehingga betapapun sulitnya persoalan yang dihadapi
    -dengan pertolongan Allah-beliau akan mampu menyelesaikannya.
    Mengapa demikian? Karena Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad
    dalam surat Al-A'la (87): 8:

    "Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."

    Mungkin saja urusan telah mudah, namun seseorang, karena satu
    dan lain sebab-tidak mampu menghadapinya. Tetapi jika yang
    bersangkutan telah memperoleh kemudahan, walaupun sulit urusan
    tetap akan terselesaikan.

    Keistimewaan yang dimiliki beliau tidak berhenti di sana saja.
    Juga dengan keistimewaan kedua, yaitu "jalan yang beliau
    tempuh selalu dimudahkan Tuhan" sebagaimana tersurat dalam
    firman Allah, "Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."
    (QS Al-A'la [87]: 8).

    Dari sini jelas bahwa apa yang diperoleh oleh Nabi Muhammad
    Saw. melebihi apa yang diperoleh oleh Nabi Musa a.s., karena
    beliau tanpa bermohon pun memperoleh kemudahan berganda,
    sedangkan Nabi Musa a.s. baru memperoleh anugerah "kemudahan
    urusan" setelah mengajukan permohonannya.

    Itu bukan berarti bahwa Nabi Muhammad Saw. dimanjakan oleh
    Allah, sehingga beliau tidak akan ditegur apabila melakukan
    sesuatu yang kurang wajar sebagai manusia pilihan.

    Dari Al-Quran ditemukan sekian banyak teguran-teguran Allah
    kepada beliau, dari yang sangat tegas hingga yang lemah lembut

    Perhatikan teguran firman Allah ketika beliau memberi izin
    kepada beberapa orang munafik untuk tidak ikut berperang.

    "Allah telah memaafkan kamu. Mengapa engkau mengizinkan
    mereka? (Seharusnya izin itu engkau berikan) setelah terbukti
    bagimu siapa yang berbohong dalam alasannya, dan siapa pula
    yang berkata benar (QS Al-Tawbah [9]: 43)

    Dalam ayat tersebut Allah mendahulukan penegasan bahwa beliau
    telah dimaafkan, baru kemudian disebutkan "kekeliruannya."

    Teguran keras baru akan diberikan kepada beliau terhadap
    ucapan yang mengesankan bahwa beliau mengetahui secara pasti
    orang yang diampuni Allah, dan yang akan disiksa-Nya, maupun
    ketika beliau merasa dapat menetapkan siapa yang berhak
    disiksa.

    "Engkau tidak mempunyai sedikit urusan pun. (Apakah) Allah
    menerima tobat mereka atau menyiksa mereka (QS Ali 'Imran [3]:
    128).

    Perhatikan teguran Allah dalam surat 'Abasa ayat 1-2 kepada
    Nabi Muhammad Saw., yang tidak mau melayani orang buta yang
    datang meminta untuk belajar pada saat Nabi Saw. sedang
    melakukan pembicaraan dengan tokoh-tokoh kaum musyrik di
    Makkah

    "Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah
    datang seorang buta kepadanya..."

    Teguran ini dikemukakan dengan rangkaian sepuluh ayat, dan
    diakhiri dengan:

    "Sekali-kali jangan (demikian). Sesungguhnya ajaran-ajaran
    Allah adalah suatu peringatan" (QS 'Abasa [80]: 11).

    Nabi berpaling dan sekadar bermuka masam ketika seseorang
    mengganggu konsentrasi dan pembicaraan serius pada saat rapat;
    hakikatnya dapat dinilai sudah sangat baik bila dikerjakan
    oleh manusia biasa. Namun karena Muhammad Saw. adalah manusia
    pilihan, sikap dernikian itu dinilai kurang tepat, yang dalam
    istilah Al-Quran disebut zanb (dosa).

    Dalam hal ini ulama memperkenalkan kaidah: Hasanat al-abrar,
    sayyiat al-muqarrabin, yang berarti "kebajikan-kebajikan yang
    dilakukan oleh orang-orang baik, (dapat dinilai sebagai) dosa
    (bila diperbuat oleh) orang-orang yang dekat kepada Tuhan."

    --oo0oo--

    Disadari sepenuhnya bahwa uraian tentang Nabi Muhammad Saw.
    amat panjang, yang dapat diperoleh secara tersirat maupun
    tersurat dalam Al-Quran, maupun dari sunnah, riwayat, dan
    pandangan para pakar. Tidak mungkin seseorang dapat menjangkau
    dan menguraikan seluruhnya, karena itu sungguh tepat
    kesimpulan yang diberikan oleh penyair Al-Bushiri,

    "Batas pengetahuan tentang beliau, hanya bahwa beliau adalah
    seorang manusia, dan bahwa beliau adalah sebaik-baik makhluk
    Allah seluruhnya."

    Allahumma shalli wa sallim 'alaih. []

0 comments:

Leave a Reply

Monggo dikomentari ...